logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

2. Kebencian

Aku berkekeh senang. Mengingat wajah menderita Linda. Wajah putus asanya membuat aku sangat bahagia. Hari ini aku harus merayakan kesedihan istri sah mas Lio itu.
Sekarang semuanya berada di tanganku. Wajah cantik dan tubuh sexy ini sangat bermanfaat. Menarik hati mas Lio, padahal sebelumnya dia adalah laki-laki baik. Sayang pada istri dan anak-anaknya.
Awalnya memang agak susah mendapatkan mas Lio. Dia bukanlah laki-laki mata keranjang. Dia tipe suami yang setia. Banyak yang menggoda tapi gagal.
Keberuntungan memang berpihak padaku. Bermodalkan wajah cantik dan tubuh sexy membuat mas Lio bertekuk lutut. Segalanya dengan mudah menjadi milikku.
Mau apa saja, tinggal tunjuk. Mas Lio dengan senang hati membelikannya. Bahkan jika aku ingin surat nikah, dia akan kabulkan. Mas Lio pasti akan menceraikan istrinya jika aku meminta.
Tentu saja aku tidak meminta hal itu. Aku ingin menyiksa Linda lebih lama. Ingin kubuat dia seperti pelacur yang memohon kasih sayang pada mas Lio. Sekarang saja derajatnya jauh di bawahku.
Hanya status istri sah yang dia punya. Bagiku itu tidak berguna. Apa gunanya status tidak berarti itu. Hanya sampah saja, dan status itu hanya hina untuk Linda.
[Istri sah? Kamu hanya wanita hina. Tidak ada istimewanya status itu. Suamimu milikku!]
Kukirim pesan itu pada Linda. Membayangkan ekspresi Linda disana. Membuatku sangat puas. Nikmati saja, penderitaan ini. Duhai istri sah.
Aku mengambil kotak perhiasan yang penuh. Aku kembali mendapat satu lagi koleksi berlian mahal dari mas Lio.
Setelah dari rumah sakit. Kami berbelanja berlian. Mas Lio sama sekali tidak peduli pada anaknya yang sakit. Laki-laki penyayang itu kini sudah berubah seratus persen. Tentunya akulah penyebabnya dan aku sangat bangga akan hal itu.
"Non, ada ibu-ibu yang ribut di luar," kata Bu Sum. Dia buru-buru masuk ke kamarku tanpa mengetuk terlebih dahulu.
"Dia, dimana Bu?"
"Pak Udin terpaksa buka pagar, Non. Ibu itu ada di luar." Bu Sum terlihat sangat khawatir. Pasti itu salah satu keluarga Linda. Aku yakin Linda sekarang sedang panik. Anaknya kan, mau mampus. Mana mungkin dia kesini.
"Gak papa, Bu. Ibu tolong siapin air beberapa ember, ya. Bawa ke depan."
Bu Sum dan aku langsung keluar kamar. Buk Sum menyiapkan air, sementara aku menemui ibu-ibu itu.
Didepan rumahku, ada ibu-ibu. Pakaiannya mewah, rambut di sanggul rapi. Wajahnya terlihat sangat marah. Dia terus memaki-maki dan mengeluarkan kata kasar.
"Heh! Kamu pelakor jahanam tidak punya hati. Tidak tau diri, tinggalkan menantuku." Aku senang sekali melihat kebencian yang begitu besar dimatanya. Berani sekali tua bangka ini datang ke rumahku seorang diri. Dia pikir bisa menghadapi aku. Tentunya tidak, akan kubuat dia menderita.
Dengan begitu aku bisa menikmati kebenciannya padaku. Ah ... Ini pasti sangat menyenangkan. Hatiku pasti akan sangat puas setelah ini.
"Heh! Tua bangka! Pergi dari rumah gue. Lo gak diterima disini."
Dia langsung memelototi aku. Mencoba menampar tapi aku menangkap tangannya. Berani sekali, tua bangka tidak tau diri ini. Sekali tendang saja. Malaikat maut langsung menghampiri. Malah mau bertarung denganku.
"Heh! Tua bangka. Sekali dorong aja, lo, bisa didatangi malaikat Izrail, datang buat nyabut nyawa lo. Malah berani datang, dan nantangin gue. Cari mampus lo." Kuhempaskan tangannya kasar lalu ke remas wajah tua keriputnya.
Cuih ....
Aku meludahi wajah tuanya. Sebelum dia melakukanya. Lebih baik kulakukan saja. Lihatlah aku selalu memang.
"Dasar pelakor! Pelacur hina! Penggoda suami orang!" Teriaknya marah-marah. Membela anaknya yang suaminya kurebut. Bahagianya dapat merebut suami dari anaknya.
"Ah ... Trus mau lo apa? Suaminya milik gue sekarang. Lo mau teriak-teriak? Silahkan. Tetangga jauh, halaman rumah ini luas. Gak bakal ada yang dengar. Jadi teriak! Teriaklah!" Kataku tidak kalah keras. Aku mengangkat tanganku tinggi-tinggi. Lalu tertawa senang.
"Dasar ... dasar pelacur!"
"Gue bosan, lo bilang itu mulu. Gak ada yang lain apa? Tapi gue gak peduli." Kataku menjambak rambut nenek tua bangka itu.
Sanggulnya sampai terlepas. Nenek tua ini bukan lawanku. Aku yang kuat, tentu saja memang. Aku sang penggoda, tidak punya akhlak tentunya. Kalau punya, aku tidak akan memilih pekerjaan ini. Tentunya aku menjadi ustadzah.
"Binatang! Kamu, akan dapat balasan untuk ini. Dasar kamu iblis, tidak punya hati. Mengambil ayah dari anaknya. Menikmati harta yang bukan hakmu. Haram semua yang kamu makan. Kekal kamu di neraka."
"Emang lo udah pegang kunci surga? Siapa tau lo juga kekal di neraka bareng gue. Kita bisa cerita di sana!" Kataku santai. Memperbaiki rambutku.
Dasar tua bangka, sok baik. Emang dia pikir, dia sudah punya kunci surga. Aku jauh lebih baik tentunya dari dia.
"Lihat saja. Kamu pasti kena azab. Wanita murahan seperti kamu tidak akan pernah bahagia."
"Lah gue bahagia tu sekarang. Mobil gue jauh lebih mewah dari lo. Rumah gue juga, tabungan gue banyak."
"Dasar tidak tau diri!"
"Lo ngomong itu mulu. Gue bosan tua bangka. Gak ada yang lebih keren apa? Atau lo aja yang gue patahin pinggang tua lo. Biar lebih menarik."
Dia terlihat takut, tapi tetap bertahan. Matanya berkilat benci, dendam dan jijik padaku. Aku tidak peduli.
"Lihat saja. Lio akan kembali pada istri dan anaknya. Dia pasti akan meningkatkan kamu. Wanita tidak punya hati sepertimu akan menderita selamanya. Tega sekali kamu menahan Lio, sementara anaknya sedang kritis." Aku suka wajah benci dan sedihnya. Dia mencoba menjambakku tapi aku mendorong hingga jatuh.
"Wanita laknat, wanita zalim. Kamu kekal di neraka. Kamu memang iblis."
"Gue gak peduli sama nasib anak itu. Mati aja kalau perlu dan lo harus tau. Gue emang iblis."
Aku lalu menunduk dan berbisik di telinganya.
"Iblis udah jadi bagian diri gue sejak hari itu."
"Dasar laknat! Kamu tidak pantas disebut manusia. Kamu terkutuk. Lihat saja Lio akan kembali pada keluarga cepat atau lambat! Camkan itu!"
"Dia akan lupa pada keluarganya. Anaknya juga bakal mati, dan aku yang bakal kasih anak buat mas Lio. Anak itu mati juga dia gak bakal peduli." Kataku menendang kakinya.
Sementara supirnya menatapku benci. Dia ditahan oleh pak Udin, sehingga tidak bisa membantu majikanya.
"Tidak mungkin kamu punya anak! Kamu terkutuk! Lagipula itu akan menjadi anak haram. Anak hina, sama hinanya denganmu."
Aku mendekat lagi padanya dan berbisik di telinganya.
"Siapa bilang. Gue ini istri mas Lio. Anakkulah yang akan mewarisi semua hartanya. Sementara Linda dan anak-anak akan menjadi gelandangan."
Dia terlihat pucat. Memegang dada kesakitan. Aku tidak peduli. Aku malah mengambil seember air penuh yang sudah disediakan oleh Bu Sum.
Byur ....
Kusiram air itu pada tua bangka yang kesakitan itu. Aku tersenyum puas dan tertawa-tawa melihat penderitaannya.
"Heh! Bawa tua bangka ini dari rumah gue. Sebelum gue mampusin," kataku ketus pada supirnya. Dia langsung bergegas membawa tua bangka itu ke dalam mobil. Lalu menyalakan mobilnya dan menghilang dibalik pintu gerbang yang ditutup perlahan.
Setelah dia pergi aku tersenyum puas. Tertawa terbahak-bahak. Aku melihat langit yang berwarna biru. Langit terlihat cerah, dan menenangkan.
Air mataku tiba-tiba menetes. Mengingat dua senyum dari anak laki-laki tampan.
'Semuanya akan kubalas sayang. Kalian bahagialah di atas sana. Tidak ada yang menyakiti kalian lagi'
Tua bangka itu adalah wanita yang berperan besar dalam penderitaan kita. Lihat pembalasan akan datang.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (30)

  • avatar
    GnGPesalll

    makasih

    09/08

      0
  • avatar
    Intan Prmna

    bagus

    15/06

      0
  • avatar
    Rahayu ning Tiyas26

    Bagus banget

    14/03

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด