logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 41 Keluarga belahan jiwa

“Kita harus melakukan transfusi darah secepatnya dan golongan darah mamamu AB rhesus negatif, golongan darahmu apa, Myla?” tanya dokter Wilma sebelum dia menghubungi Satria. Stok darah yang dibutuhkan Tante Katrin sedang kosong dan merupakan golongan darah yang cukup sulit ditemukan.
“Sayangnya golongan darahku A rhesus postif, Bu Dok, jadi bagaimana dengan mama saya?” Myla mulai terlihat cemas. Dari balik jendela mereka berdua melihat Tante Katrin yang wajahnya sepucat mayat dan Om Rudy yang tengah duduk di samping tempat tidurnya menunggui Tante Katrin. Lelaki itu hanya bisa memegang tangan Tante Katrin yang lemah terkulai dan menciumi punggung tangan itu.
“Kalau begitu saya akan menghubungi Satria, mungkin dia bisa menolong mama kamu, dia putranya kan? Mari berharap semoga golongan darah mereka sama dan Satria bisa mendonorkan darahnya untuk mamamu,” jawab dokter Wilma. Dengan lembut dielusnya bahu perempuan muda itu, dokter Wilma pun berpamitan untuk ke ruangannya untuk menelpon Satria.
Myla terduduk di bangku ruang tunggu, ditatapnya punggung dokter Myla yang menjauh. Tiba-tiba seseorang menawarkannya sekotak susu dan setangkup roti lapis. Gadis itu mendongak dan mendapati wajah Demian yang sedang tersenyum kepadanya.
“Aku menduga kalau kamu belum makan, iya ‘kan? Jangan sampai asam lambung kamu kumat, kamu harus kuat untuk mama kamu. Makan ya,” tawar Demian yang membuka bungkusan roti itu dan menyodorkannya kepada Myla. Gadis itu tak menolak dia memang sudah lapar tetapi belum sempat untuk mengisi perutnya.
“Terima kasih, apa kau tidak ke kantor?” tanya Myla pelan di sela kunyahannya.
“Ini weekend Ibu kepala cabang, jadi aku akan menemanimu di sini, aku bisa berguna untuk apa saja,” kelakar Demian yang disambut senyum tipis Myla.
“Bagaimana sikon Tante Katrin?” tanya Demian sambil menatap lurus ke arah jendela ruang perawatan Tante Katrin.
“Mama butuh transfusi darah, sayang sekali stok darah mama sedang kosong di rumah sakit ini jadi dokter Wilma mencoba menghubungi … Mas Satria, semoga darahnya cocok.” Myla memasukkan bekas bungkusan roti dan kotak susunya ke dalam kantong plastik. Dia berjalan menuju tempat sampah yang letaknya di hampir di ujung selasar rumah sakit.
“Apa Satria sudah dihubungi?” Demian masih bertanya karena setahunya saat ini bosnya itu tengah berada di hotel menikmati bulan madunya.
“Dokter Wilma sedang menghubunginya saat ini, terlepas dari masa lalu keduanya yang rumit aku harap mas Satria mau berbuat sesuatu untuk mama.” Myla kembali duduk di samping Demian. Wajah gadis itu terlihat lelah dan masih muram.
“Kau tak perlu khawatir, setahuku dia laki-laki yang baik, jika kepada orang lain saja dia baik dan peduli apalagi kepada keluarganya sendiri.” Tatapan Demian menerawang, dia tidak sedang menerka sifat Satria tetapi memang Satria seperti itu, di balik sikap dingin dan terkesan angkuh Satria adalah sosok yang hangat dan peduli terhadap sesama.
“Sudah berapa lama kamu kenal dengan Satria?” tanya Myla yang punya firasat jika Demian dan Satria bukan hanya atasan dan bawahan biasa. Demian memutar matanya sambil mencoba berhitung.
“Engh … sejak dua tahun berdirinya Sparkling di kota M, sebelum Dora si tomboy itu bergabung bersama kami. Mengapa bertanya seperti itu?” Demian melirik Myla sekilas.
“Kau seperti mengenal mas Satria sudah lama sekali, mengatakan tentang Satria ini dan itu,” jawab Myla sambil bersandar pada dinding. Terdengar tawa kecil Demian setelah Myla mengucapkan kalimatnya barusan.
“Hampir enam tahun bersamanya kurasa aku sudah bisa membacanya luar dalam. Bahkan kesenangannya berkencan dengan gadis-gadis hanya semalam sudah menjadi rahasia umum tim inti Sparkling.”
“Hah? Mas Satria gemar melakukan one night stand?” tukas Myla kaget.
“Hu umh … Dia mengira dengan begitu dendam dan sakit hati pada ibunya bisa dilupakannya, memuja gadis-gadis dan mencampakkannya hanya dalam semalam. Hingga akhirnya dia menabrak seorang ibu hamil di parkiran supermarket, Satria menjadi berubah. Yaa … mungkin memang jatuh cinta bisa mengubah seseorang dengan drastis.”
“Maksudmu, perempuan itu Liany?”
“Iya, siapa lagi, takdir mungkin yang bekerja untuk mereka. Di malam Liany hendak melahirkan, taksi online yang ditumpangi Liany mogok, Satria pula yang mengantarkannya dan menemani proses kelahiran bayinya. Ajaib bukan kebetulan yang diciptakan untuk mereka?”
“Aku tidak tahu cerita itu, mungkin karena aku terlalu sibuk di kantor jadi tidak sempat mendengarkan cerita Liany.” Myla tertunduk, dia semakin paham dengan kisah cinta Satria dan Liany. Demian memang mengenal Satria dengan baik sehingga tahu perjalanan hubungan antara Satria dan sepupunya itu.

Dari ujung selasar rumah sakit lainnya muncul dua orang yang baru saja mereka bahas, Satria dan Liany. Myla semakin yakin jika mereka memang layak ditakdirkan bersama, tampan dan cantik, sungguh serasi terlihat. Gadis itu mencoba untuk berlapang dada dengan kenyataan jika dirinya harus bersyukur karena memiliki seorang kakak laki-laki yang selama ini perhatian dan melindunginya.
“Kamu di sini, Dem?” tanya Satria cukup kaget. Demian berdiri menyambut kedatangan keduanya.
“Iya, temenin Myla, aku kira dia butuh teman mengobrol di sini,” ujar Demian, “Itu lengan kenapa, Pak Bos?” tunjuk lengan atas Satria yang kemerahan.
“Aku baru saja selesai donor darah, untuk … mamaku,” kata ‘mama’ yang diucapkan Satria masih terasa kaku di lidahnya.
“Jadi benar darah mas Satria cocok dengan mama?” tanya Myla dengan suka cita, tanpa sadar Myla menghambur ke dada Satria dan menangis di sana. kelegaan, rasa syukur dan terima kasih bercampur baur dengan ketakutan jika mama mereka akan pergi sekarang, Myla belum siap untuk itu.
“Tenanglah, semua akan baik-baik saja, mama sudah mendapatkan kebutuhan darahnya, semoga keadaan mama membaik,” hibur Satria pada Myla dengan mengusap punggung adiknya perlahan. Myla melepaskan pelukannya dan menatap Satria dengan Liany bergantian.
“Maafkan aku yang sudah kasar dan tidak sopan kepada kalian, aku minta maaf, Lia,” ujar Myla dengan menahan sedu sedannya. Liany menarik Myla pelan lalu memeluknya dengan erat dan hangat.
“Ini hanya salah paham saja, aku juga minta maaf karena telah membuatmu marah,” ucap Liany lirih di telinga Myla. Tangis Myla kembali pecah, gadis itu menyesali diri karena terbawa emosi. Liany menenangkannya dengan mengusap punggung Myla berkali-kali dan membisikkan kalimat penghiburan.
“Yang kuat Myla, Tante Katrin butuh kamu, sudah yaa sedihnya, kita semua harus tampak tegar di depan Tante Katrin agar beliau tenang dan lebih kuat untuk menjalani pengobatan. Aku akan membantumu menjaga Tante Katrin.”
“Terima kasih banyak Lia, terima kasih banyak,” bisik Myla penuh haru.


Demian mengantar Myla dan Om Rudy pulang untuk istirahat, kini Satria dan Liany yang menjaga Tante Katrin. Transfusi darah Tante katrin berjalan lancar sehingga membuat kondisi Tante Katrin mulai membaik.
“Maaf … karena Mama mengganggu waktu bulan madu kalian,” kata Tante Katrin terdengar lemah. Liany mengambil tangan Tante Katrin dan menggenggamnya erat.
“Tidak Tante, ehhmm Mama, kami sama sekali tidak merasa terganggu, justru kami memang harus berada di sini untuk menjaga Mama.” Liany tersenyum sambil menatap mama mertuanya. Satria pun mengambil tangan Tante Katrin dari Liany dan mengecup punggung tangan itu dengan lembut.
“Mama harus sembuh, banyak hal sudah kita lewatkan dan aku tidak melewatkannya lagi, Mama harus berada di dalam hidupku lebih lama lagi,” ujar Satria dengan mata yang berkaca-kaca.
“Maafkan Mama yang selalu menyusahkanmu, Satria,” ucap Tante Katrin dengan suara parau, air matanya meleleh mendengar putranya yang menginginkan kebersamaan mereka lebih lama lagi.
“Mama jangan bilang begitu, banyak dosa-dosaku yang harus kutebus karena telah melampiaskan amarah kepada Mama. Mama harus kuat dan jalani pengobatan, kami semua ada untuk Mama.” Satria menempelkan telapak tangan Tante Katrin ke pipinya. Membiarkan kehangatan tangan itu meresap hingga ke hatinya.
“Melihatmu berbahagia dengan Liany sudah cukup buat Mama, Mama cuma minta, tolong jaga Myla, kalau Mama tidak sempat melihatnya menikah, Mama harap adikmu bisa menemukan pria yang tepat dalam hidupnya dan hidup bahagia bersama keluarganya kelak.”
“Mama pasti akan melihat Myla menikah, Mama juga akan melihat cucu-cucu Mama lahir dan besar bersama. Mama harus kuat untuk melihat kebahagiaan kami.” Satria mencoba menegarkan dirinya, sekuat tenaga dia menghalau air matanya yang mulai tergenang. Tak ada pilihan lain bagi Tante Katrin selain mengangguk dan berusaha tersenyum lebar. Hatinya dikuatkan untuk meyakini semuanya akan baik-baik saja dan keluarganya memberikan perhatian dan dukungan penuh. Hanya satu saja yang masih mengganjal, suaminya Om Rudy yang masih harus diperhatikan pemulihan psikisnya setelah kasus Liany.


Om Rudy menatap pantulan dirinya dalam cermin meja rias milik istrinya. Peralatan rias Tante katrin masih ada berjejer rapi di sana. Diedarkannya padangan matanya ke seluruh ruang kamar, sepi kali ini terasa berbeda. Istrinya memang sering meninggalkannya sendirian di kamar ini karena pekerjaannya di luar kota. Namun, ditinggalkan Tante Katrin karena dia menjadi pasien rumah sakit adalah hal yang berbeda. Sungguh dia tak bisa melihat raut lelah di wajah perempuan itu, pucat yang selalu ditutupi riasan dan lebam yang disembunyikan dengan baik. Lelaki itu meraih botol-botol obatnya, segala obat yang diharapkan untuk menurunkan tingkat kecemasannya, membuatnya tenang dan bisa berpikir dengan baik. Segera ditenggaknya bersama air minum yang selalu tersedia di mejanya.

Setelah meminum obatnya Om Rudy berpindah ke ruang kerjanya, semua barang di sana tertata dengan rapi. Pelan-pelan dia menuju lemari kacanya yang besar dan berjongkok untuk menarik laci di bagian paling bawah. Diambilnya perlahan selembar foto lama, dua orang perempuan yang saling merengkuh bahu dan tertawa lebar.
“Lily, aku mohon jangan panggil Katrin sekarang, aku masih membutuhkannya. Biarkan dia bersamaku untuk waktu yang lebih lama.” Om Rudy mengusap gambar Tante Katrin dengan punggung jemarinya.
“Hiduplah untukku lebih lama lagi, Kat, maafkan semua kesalahanku. Aku tidak tahu akan jadi apa hidupku tanpamu nanti,” gumam Om Rudy lirih.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (253)

  • avatar
    KusumaMutmainnah Ningtyas

    ceritanya sungguh bagus smpe buat nangis, dan ketawa krn kisahnya😁

    24/01/2022

      0
  • avatar
    FonatabaSiphora Nelly marline

    bagus banget ceritanya kak.. please ada lanjutannya dong semoga Tante Katrin gak meninggal amin

    16/01/2022

      1
  • avatar
    Devi Damayanti

    novel yang sangat baik dan berkualitas penuh arti dalam kehidupannya rumah tangga yang baik juga banyak rintangan dan halangan dari mertua dan adik ipar yang sama-sama ingin menguasai harta yang bukan miliknya, dan kita bisa ambil hikmahnya dari novel tentang pengorbanan seorang istri untuk suami.

    12/01/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด