logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 40 Sweet lovely night

Liany harus menenangkan Satria setelah lelaki itu mengomeli Lilis berjilid-jilid, gadis itu terlihat ketakutan dan tetapi tidak menghilangkan kepolosannya.
“Lilis udah bener Tuan, masuk ke liftnya, pas ada ibu-ibu yang keluar juga dia ajak Lilis ikut keluar lift. Lilis kira itu lantai kamar kita, semua pintunya sama tetapi Lilis gak nemu kamar Lilis. Lilis mau cari liftnya lagi tetapi liftnya udah gak ada. Lilis muter-muter sampai kepala Lilis pusing, Tuan,” sahut Lilis polos. Satria memandang Lilis dengan rasa tidak percaya, syukurnya Rangga baik-baik saja dan tengah tertidur pulas. Satria dan Liany mengantarkan Lilis di lantai kamar mereka.
“Ini pintu kamar kamu, ingat saya dan ibu mau istirahat, sekali lagi kamu bikin ulah saya akan pulangkan kamu malam ini juga ke kampung!” ancam Satria galak. Liany mengelus punggung lengan Satria agar tidak membuat Lilis ketakutan lagi.
“I-iya Tu-tuan… Lilis gak akan bikin ulah lagi, Lilis akan jaga Den Rangga sebaik mungkin, Lilis janjiii Tuaan,” ucap Lilis dengan memelas.
“Bagus, saya tidak suka orang yang ceroboh dan tidak bisa belajar dari kesalahan, saya akan kasih kamu kesempatan untuk memperbaiki kelakuan kamu,” ujar Satria dengan tegas tetapi sudah lebih lunak.
Lilis hanya mengangguk dengan mata kemerahan, Satria membuka pintu kamar Lilis dan Rangga lalu menyuruhnya untuk istirahat. Lilis menatap dua bungkus nasi goreng itu lalu meletakkannya di meja. Dia harus mengurus Rangga sebaik mungkin agar bayi itu nyaman tidur bersamanya.
“Untung masih ada kamu nasi goreng… Tuan Satria ganteng-ganteng galak, beda sama Ibu Lia yang lemah lembut, untung Den Rangga anaknya pinter, gak rewel, gak apa deh galak yang penting udah bawa Lilis nginap di hotel,” gumam Lilis yang melihat ke sekeliling kamarnya. Dimainkannya remot kontrol televisi, dan Lilis benar-benar menikmati malam pertama dia menginap di hotel mewah.


“Sat, jangan galak-galak dong sama Lilis, takut dia gak betah dan minat berhenti, padahal anaknya baik lho,” tegur Liany akan sikap Satria kepada Lilis tadi.
“Aku gak galak kok, aku Cuma tegas aja ke Lilis, kurang baik apa sih kita sampai ngajakin dia nginap di hotel. Aku sengaja gitu supaya dia gak ganggu kita dulu malam ini,” ujar Satria. Liany sedang membersihkan wajahnya di depan meja rias. Wajahnya yang polos tanpa riasan sama sekali tidak mengurangi kecantikan alami yang dimilikinya.
Satria memperhatikannya melalui pantulan cermin, merasa diperhatikan Liany menegurnya lagi,
“Apa siih lihat-lihat kayak gitu? Risih tau!” seru Liany yang menyudahi aktifitas membersihkan wajahnya. Kini dia bersiap untuk naik ke tempat tidur.
“Kamu cantik,” jawab Satria jujur, dia menyadari jika Liany perempuan yang cantik ketika dia mengangkat Liany dari tepi jalan kala malam persalinannya. Wajah Liany yang diterpa lampu jalan terlihat jelas di mata Satria, sejak saat itu Satria selalu dibayangi wajah Liany dan Rangga.
Mendengar pujian itu Liany hanya tersenyum. Perempuan itu duduk di pinggir ranjang, memilin jemarinya yang terasa dingin. Jantung Liany berdebar, dirinya masih merasa kikuk berada satu tempat tidur dengan lelaki yang baru saja sah menjadi suaminya. Satria mematikan lampu utama, yang tersisa hanya bias temaram dari lampu tidur menerpa wajah Liany. Lelaki itu mendekati Liany dan memintanya berdiri, mereka pun saling berhadapan dan menatap dengan mesra.
“Liany, aku tidak bisa menjanjikan sesuatu yang lebih muluk-muluk lagi, aku hanya bisa bilang, aku akan berusaha untuk selalu ada untukmu di dalam suka dan duka, sehat dan sakit serta lapang dan sempit. Aku mencintaimu juga Rangga dan telah menjadi bagian dari hidupku. Kumohon terima juga kekurangan dan ketidaksempurnaanku.” Satria mengelus kepala Liany dengan lembut, menyelipkan anak rambutnya di belakang telinganya.
“Aku juga akan melakukan hal yang sama untukmu, akan selalu di sisimu dalam suka maupun duka, sehat dan sakit, serta lapang dan sempit, kau adalah nahkoda kapal kami sekarang,” ujar Liany dengan lembut.
“I love you, Liany, apa kau sudah siap sekarang?” Satria menarik tali kimono Liany, melepas dari bahunya dan membiarkan kimono itu terjatuh di kaki Liany dan menyisakan lingerie berwarna putih membalut tubuhnya. Dia pun melepas baju kaosnya sehingga samar terlihat dada bidang Satria yang kokoh dan perutnya yang tercetak rata dengan kotak-kotak itu. Liany memejamkan mata ketika bibirnya disentuh oleh bibir Satria dan telapak tangannya di letakkan di leher jenjang Liany. Liany menahan napasnya, seakan ada sesuatu yang terbang kesana kemari di dalam perutnya menggelitik dan juga memberi sensasi panas dingin.
Satria melepaskan Liany, lalu mengangkat istrinya menuju tempat tidur, dibaringkannya dengan pelan kemudian melanjutkan aktifitas mereka lagi. Liany mulai membuka diri dengan membalas gerakan bibir Satria yang lembut bermain di atas bibirnya. Tangannya balas merangkul leher suaminya dan membiarkan tangan Satria leluasa bergerilya di seluruh lekuk tubuhnya. Hingga akhirnya mereka berdua masuk ke dalam selimut dan Satria mematikan lampu tidur mereka.


Satria membelai punggung Liany yang polos, istrinya sudah terlelap tidur setelah penyatuan dan pelepasan hasrat mereka berdua. Ingatan Satria mengulang pada masa lalunya yang kelam dengan berbagai wanita di atas ranjangnya. Para perempuan yang menyerahkan dirinya begitu saja karena ketampanan Satria atau uang yang akan dibayarkannya bahkan nilainya bisa lebih dari kesepakatan jika Satria merasa sangat puas dan melihat perempuan itu berlaku seperti hamba sahaya kepadanya. Rata-rata mereka sudah cekatan berada di tempat tidur dan siap menerima perintah apa saja yang Satria inginkan dari para wanita itu. Hanya dua hal yang dijaga dengan baik oleh Satria, kontrasepsi pengaman yang selalu dikenakannya dan tak ada ciuman bibir bagi mereka.
Sungguh malam ini Satria merasakan hal yang sangat jauh berbeda, bahkan dia merasa sedikit gugup seperti kembali ke awal dia melakukan hal itu. Baginya Liany sempurna, meskipun Liany seorang janda satu anak tetapi dia tahu kesucian Liany, perempuan itu terjaga dan hanya dirinya yang menyentuhnya setelah kepergian mendiang suaminya. Satria sangat bahagia malam ini, dirinya benar-benar resmi menjadi sosok yang baru, suami sekaligus ayah bagi Rangga.
Liany menggeliat perlahan, Satria menghentikan belaiannya lalu merengkuh Liany ke dalam pelukannya. Dikecupnya kepala istrinya dengan lembut dan mereka berbagi kehangatan di dalam selimut yang sama. Satria melirik jam dinding hotel yang memiliki bingkai glow in the dark, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Samar kantuknya mulai datang, dia menutup mata dan mencoba untuk tidur, tidur yang dimulai dengan seulas senyum kebahagiaan yang telah lama hilang dari dirinya.

Satria terjaga dari tidurnya ketika dia merasa gerakan pelan di sampingnya, selimut mereka disibak perlahan hingga udara dingin dari pendingin udara masuk ke dalamnya. Mata Satria membuka sedikit dan menangkap bayangan Liany yang masuk ke dalam kamar mandi, diliriknya jam yang sudah menunjukkan waktu menjelang pagi. Satria tersenyum nakal dia pun turun dari tempat tidur dan mengikuti Liany.
“Astaga! Kamu bikin kaget aja!” pekik Liany yang berada di dalam bilik mandi. Penampilan Satria yang polos membuatnya terkejut dan membuatnya salah tingkah. Satria pun ikut masuk ke dalamnya.
“Aku ingin mandi juga bersama istriku,” ujar Satria dengan santainya.
“Ma-mandi bersama?” tanya Liany yang terserang gugup mendadak. Selama bersama mendiang Adam mereka tidak pernah melakukan itu terlebih pekerjaan Adam di luar kota membuat mereka jarang bersama dan di rumah mertua mustahil melakukan kemesraan seperti itu. Satria membuka kimono handuk yang dipakai Liany dan melemparkannya keluar bilik mandi lalu menyalakan pancuran air.
“Bagaimana jika kita beraktifitas sejenak di bawah pancuran air, percayalah ini akan sangat menyenangkan,” ujar Satria yang perlahan mendekati Liany, mendekapnya di bawah pancuran dan membiarkan tubuh mereka bersatu di bawah kucuran air yang seketika membuat mereka basah kuyup.


“Lis … Lilis… ayo kita turun sarapan sama-sama, Lillis!” ketuk Liany di pintu kamar Lilis.
“Iya Bu Nyonyaaa eehh Ibuuu!” seru Lilis dengan cekatan membuka pintu. Liany sudah rapi dan tampil sangat cantik di mata Lilis.
“Rangga sudah bangun?” tanya Liany segera menghampiri tempat tidur Lilis dan Rangga. Senyum Liany mengembang, seperti dugaannya Lilis adalah pengasuh yang baik dan cekatan. Rangga sudah ganteng setelah dimandikan Lilis, rupanya LIlis semalaman mempelajari semua fasilitas kamar hotel termasuk kamar mandinya yang membuat norak Lilis kumat.
“Den Rangga anak pintar, Bu, gak rewel dan senang Lilis mandikan di bak mandi hotel yang besar itu!” seru Lilis dengan senang.
“Terima kasih yaa, Lilis. Kita turun yuk sarapan dulu habis itu kita main-main di pantai bareng Rangga, iya kan anak mama yang ganteng? Huummmhh udah harum banget, makacih yaa Kaka Lilis,” ucap Liany sambil menciumi bayinya.
“Kita boleh jalan-jalan di pantai, Bu?” tanya Lilis dengan mata berbinar riang.
“Iya, kita kesini kan memang mau liburan sejenak, yang penting kamu gak lupa tugas kamu jagain Rangga ya.” Liany tersenyum sama bahagianya dengan Lilis.
“Ayo buruan, kita sudah ditunggu di bawah, Bapak sudah pesan tempat dan menu sarapan,” ajak Liany sambil menggendong Rangga. Lilis yang memang sudah rapi tinggal mengambil tas perlengkapan Rangga saja dan mencangklongkannya di bahu lalu mereka keluar kamar menuju lift.
“Semalam Rangga berapa kali bangun, Lis?” tanya Liany yang baru kali itu tidur terpisah dengan Rangga.
“Cuma dua kali aja cari susu, Bu. Setelah itu bobo lagi yang nyenyak, pagi baru bangun deeh.” Lilis menatap bayi asuhnya itu dengan suka cita, senang dia bisa mengasuh bayi yang tidak terlalu merepotkannya.


Satria menggendong Rangga sambil bermain air di pantai bersama Liany. Ketiganya tampak begitu bergembira menikmati waktu bersama. Kesempatan juga buat Lilis untuk cuci-cuci mata.
“Wiiih banyak banget yang ganteng-ganteng di sini… ck ck ck … kebanyakan roti sobek di sini, roti boy lewaaat!” Lilis melongo dengan penampakan para pengunjung pantai dekat hotel terlebih ketika rombongan bule melewatinya, Lilis hampir lupa mengatupkan mulutnya.

“Ayo Rangga… berenang sama Papa … ayooo…!” ajak Satria sambil mencelupkan kaki kecil Rangga di air laut. Kemudian bayi yang mulai belajar berdiri itu sengaja diajak jalan di pasir pantai oleh Satria. Liany hanya tertawa saja melihat Satria yang sudah seperti ayah kandung Rangga. Mereka bertiga puas bermain-main air dan Rangga sangat menikmati suasana pantai. Terdengar pekikan dan tawa Rangga ketika ujung kakinya dicelupkan Satria ke air. Kebahagiaan benar-benar menyelimuti keluarga kecil itu hingga…
“Ibuuu… Ibuuuu… ponsel Tuan dari tadi bunyi!” LilIs berseru sambil berlari kecil, Satria tadi memasukkan ponselnya ke dalam tas Rangga. Liany mengambil ponsel itu dan terlihat panggilan dari dokter Wilma.
“Satria…! Saaat…! Dokter Wilma!” serunya kepada Satria yang cukup jauh dari pantai. Satria menoleh dan berhenti tertawa karena kelucuan Rangga ketika nama dokter Wilma disebut. Perlahan-lahan Satria berjalan membelah air laut yang setinggi lututnya. Ponsel itu sudah selesai berdering, Rangga diserahkan kepada Liany dan Satria mencoba menelpon balik.
“Iya, Bu Dok, ada apa? Maaf lama responnya karena tadi saya lagi main di pantai dengan Rangga,” ujar Satria dengan tenang.
“Satria, golongan darah kamu apa?” tanya dokter Wilma langsung tanpa basa-basi.
“AB rhesus negative, Dok, ada apa?”
“Kondisi Katrin memburuk, dia butuh donor darah secepatnya, stok golongan darah Katrin habis di rumah sakit kami, apa kau bersedia mendonorkannya untuk mamamu?” tanya dokter Wilma.
Deg…! Jantung Satria seperti dihantam sesuatu kemudian berdebar dengan kencang.
“Tentu, Dok, tentu … saya akan mendonorkan darah saya untuk mama saya, ambil sebanyak yang dibutuhkan!” tegas Satria, mendengar hal itu Liany hanya bisa memandang cemas pada suaminya, tentunya kondisi Tante Katrin, mama mertuanya pasti sedang tidak baik-baik saja saat ini.
“Liany, kita ke rumah sakit sekarang yaa! Bawa Lilis juga, aku tidak mau meninggalkannya berdua dengan Rangga di sini!” perintah Satria sambil melangkah cepat menuju kamar hotel.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (253)

  • avatar
    KusumaMutmainnah Ningtyas

    ceritanya sungguh bagus smpe buat nangis, dan ketawa krn kisahnya😁

    24/01/2022

      0
  • avatar
    FonatabaSiphora Nelly marline

    bagus banget ceritanya kak.. please ada lanjutannya dong semoga Tante Katrin gak meninggal amin

    16/01/2022

      1
  • avatar
    Devi Damayanti

    novel yang sangat baik dan berkualitas penuh arti dalam kehidupannya rumah tangga yang baik juga banyak rintangan dan halangan dari mertua dan adik ipar yang sama-sama ingin menguasai harta yang bukan miliknya, dan kita bisa ambil hikmahnya dari novel tentang pengorbanan seorang istri untuk suami.

    12/01/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด