logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 4: Kenyataan Pahit

Mobil putih berharga fantastis kini berhenti di halaman rumah Nyonya Hana. Tidak lama kemudian Hito keluar dari dalam mobil dan diikuti oleh Anisa. Iya, mobil itu adalah mobil pribadi Hito. Hasil kerja kerasnya bulan kemarin.
Anisa yang baru keluar dari dalam mobil sontak terkejut melihat rumah megah di hadapannya itu. Baru saat ini dia menginjakkan kakinya di halaman rumah yang mirip seperti istana. Ia terkagum-kagum dengan itu.
Hito melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah namun ketika ia menoleh, Anisa masih diam di tempat sambil menganga melihat kemegahan rumah itu.
"Mau nunggu apa di situ? Ayo masuk," ajak Hito.
Anisa melihat Hito dan langsung melemparkan pertanyaan, "Apakah benar ini rumah mu?"
"Iyalah, memangnya rumah siapa lagi kalau bukan rumah aku! Ayo cepat masuk!" Hito agak kesal.
Kepala Anisa langsung mengangguk lalu membawa semua barang miliknya masuk ke dalam. Saat langkah kaki Anisa sudah sampai di dalam pintu, ia di sambut dengan ruang tamu yang begitu mewah dan sangat indah sekali.
"Wow, ini rumah apa hotel?" ujar Anisa tidak ada hentinya kagum dengan apa yang di lihatnya hari ini.
"Kampungan. Kamu tidak pernah menginjakkan kaki di rumah seperti ini, ya?" tanya Hito.
"Tidak, dan ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumah yang mewah, besar dan sangat indah sekali seperti rumah mu ini."
Langkah kaki Hito berhenti, ia memutar tubuhnya menghadap ke arah Anisa, yang berjalan di belakangnya. Anisa tidak ada hentinya memandangi seluruh penjuru ruangan dengan begitu teliti. Sekarang mata Anisa sudah di hipnotis oleh keindahan dan kemewahan di rumah tersebut.
"Kamu akan setiap hari ada di sini, namun kamu hanya sebagai pembantu dan tidak lebih dari itu. Kamu akan tidur bersama para pembantu nantinya, di rumah ini ada lima pembantu yang akan mengarahkan kamu untuk melakukan apa saja di rumah ini, nanti kamu kenalan dengan mereka dan besok sudah langsung bekerja" tuturnya, "dan satu lagi, kamu tidak akan di gaji karena semua uang sudah aku keluarkan untuk biaya pemakaman dan biaya rumah sakit kakak kamu tadi, kau paham?"
Anisa langsung mengernyitkan dahi. Menatap Hito dengan tatapan tidak mengerti.
"Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti, bukannya aku ini adalah istri mu, kenapa sekarang aku harus menjadi pembantu di rumah ini? Terus lagi semua biaya itu kan memang sudah kewajiban Mama kamu, karena dia kan sudah menabrak kakak aku," ujar Anisa.
Hito tersenyum sinis ke arah Anisa, ia berjalan mendekat ke arah Anisa dan berhenti tepat di hadapannya.
"Kamu istriku? Kapan aku pernah mengatakan jika kamu ini adalah istriku, sepertinya aku tidak pernah mengatakan kalau kamu ini adalah istri ku. Aku tidak pernah menganggap kamu sebagai istri, sedikitpun aku gak akan pernah mau."
Pernyataan Hito tersebut berhasil merubah senyuman Anisa tadi menjadi hilang. Kini Anisa merasa bahwa dirinya telah di permainkan oleh Hito. Pernikahan suci yang di lakukan tadi pagi hanya seperti tetesan air saja, tidak ada pengaruh sedikit pun terhadap Hito semua itu.
"Lalu apa tujuan mengikat pernikahan? Mengucap dengan lantang di depan penghulu dan semuanya itu, apa? Apa kamu hanya ingin mempermainkan aku? apa kamu hanya ingin membodohi kami semua, iya?" tanya Anisa. Air mata sudah mulai membendung di matanya.
"Iya. Kenapa, kau akan marah? Silahkan kamu marah, marah sepuasnya. Kamu jangan terlalu kepedean, mana mungkin aku akan menikah dengan perempuan yang seperti kamu ini? Coba lihat, lihat penampilan kamu dari atas kepala hingga kaki, apa ada yang bisa membuat aku jatuh cinta, ah? Tidak ada. Kamu itu jelek, dekil, kumuh, kampungan. Ingat pernikahan kita ini tidak pernah nyata dan itu hanya permainan saja," paparnya.
"Kau tau arti pernikahan? Pernikahan itu suci dan pernikahan bukanlah untuk main main. Kau bersumpah di hadapan semuanya dan juga kepada Tuhan. Apa kau tau itu?" Air mata sudah mulai mengalir membasahi pipinya.
Hito mengangguk, "Aku tau. Namun aku tidak sudi jika harus menerima kamu sebagai istri aku, aku malu mengakui kamu sebagai istri aku dan kamu perlu tau, aku sudah mempunyai kekasih. Dia jauh lebih cantik dan jauh lebih modis dari kamu!"
"Kamu jahat, jahat sekali. Aku lebih baik mengganti rugi semuanya dari pada aku harus jadi pembantu di rumah suami aku, aku pasti juga tidak akan kuat dengan ini semua nanti. Aku lebih baik kerja di tempat lain dan nanti aku akan mengganti semua biaya yang kamu keluarkan untuk almarhum kakak aku. Izinkan aku pergi dari rumah ini, aku rasa aku tidak akan kuat dengan semua ini, aku tidak kuat."
"Tidak bisa!" Suara lantang Nyonya Hana berhasil membuat percakapan kedua pengantin baru itu terhenti.
Nyonya Hana turun dari lantai dua. Menuruni satu persatu anak tangga dengan begitu anggunnya, malam ini ia sudah menggunakan baju tidur berwarna ungu muda.
"Kamu tidak bisa pergi begitu saja," ucap Nyonya Hana. Kaki kanannya sudah menginjak lantai bawah lalu mendekat ke arah Hito dan Anisa.
"Kenapa aku tidak boleh pergi? Itu hak aku, apa urusannya dengan mu?" tanya Anisa dengan suara yang tinggi.
"Ini perintah dari ku dan siapapun orang yang sudah menginjak kakinya di kawasan rumah aku, maka dia harus bisa mengikuti perintah aku. Ini adalah peraturan. Bagi siapapun yang melanggar, siap siap peluru panas menembus di jantungnya hingga mati."
"Apa apaan kalian ini, ternyata benar kalian ini adalah orang jahat. Kalian telah membodohi aku dengan iming-iming pernikahan yang ujungnya hanya sebuah permainan saja bagi kalian, iya kan?" Suara Anisa naik satu oktaf.
Dia benar benar marah dengan itu. Sekarang dia hanya sendirian, bersyukur sudah ada seseorang yang menurutnya baik mengizinkan putranya untuk menikahinya. Namun kenyataannya tidak seperti yang Anisa pikirkan. Pernikahan tersebut adalah sebuah permainan saja dan tidak lebih dari itu.
"Kau tidak lihat orang di depan mu itu siapa, ah? Jangan seenaknya berbicara seperti itu jika kamu tidak ingin mati malam ini juga!" bentak Hito. Ia tidak terima.
"Bunuh saja aku, bunuh. Aku lebih baik mati saja, aku tidak akan kuat jika nanti harus merasakan sakit hati yang sangat luar biasa. Bunuh saja aku, bukannya aku hanyalah orang yang tidak kau butuhkan? Ayo bunuh saja aku!" Air mata semakin mengucur deras membasahi pipi Anisa malam ini.
Hito langsung mengeluarkan pistol dari dalam jas nya namun dengan cepat suara Nyonya Hana berhasil membuat Hito berhenti dan tidak jadi menembak mati Anisa malam ini.
"Jangan lakukan itu! Aku masih butuh tubuhnya, sebenarnya aku kasihan sama dia. Kita biarkan dia hidup dan menjadi babu di rumah ini bertahun tahun, ada waktunya kok nanti kita bunuh dia. Hito, bawa dia ke kamar pembantu dan jelaskan kepada para pembantu apa saja tugasnya di rumah ini." pinta Nyonya Hana lalu membalikkan badannya kemudian pergi menuju kolam untuk berenang malam ini.
"Kau dengar sendiri kan? Kamu itu tidak penting di rumah ini, hanya sebagai babu tidak lebih itu," ujar Hito.
Lalu menarik kasar pergelangan tangan kanan Anisa dan menarik paksa untuk menuju ke kamar para pembantu di ruangan paling belakang.
"Lepasin! Aku tidak mau tinggal di rumah ini! Lepas! Lepasin aku! AAKU MOHOOON LEPASIN AKU!! AKU INGIN PERGI!" teriak Anisa histeris.
"DIAM!!" Bentak Hito.
"Lepasin aku, aku mohon lepaskan aku. Aku ingin pergi dari sini, aku tidak mau tinggal di rumah yang di penuhi dengan orang orang jahat seperti kalian. Aku tidak mau!" Anisa meronta-ronta untuk meminta di lepaskan.
Hachiro kaget melihat kakaknya menarik paksa seorang wanita yang menangis histeris. Tadinya Hachiro ingin pergi ke dapur untuk mengambil makanan namun saat ia membuka pintu kamarnya tiba tiba Hito melintas sambil membawa paksa seorang wanita yang terus-menerus memohon untuk di lepaskan dan kebetulan kamar Hachiro berada di lantai bawah.
"Ada drama apa lagi malam ini? Sama sekali tidak ada ketenangan di rumah ini, semuanya gila." ujarnya.
"Lepaskan aku! LEPAAAAS!" teriak Anisa.
"Lebih baik kamu lepaskan dia saja, mungkin dia kesakitan. Jadi lepaskan saja," pinta Hachiro.
Langkah kaki Hito terhenti mendengar suara Hachiro itu. Ia membalikkan badannya menghadap Hachiro.
"Diam! Ini bukan urusan kamu," kata Hito.
Hachiro berjalan mendekati mereka berdua. Kedua matanya menatap tajam bola mata Hito, sebenarnya Hachiro sangat jarang sekali berbicara dengan Hito dan malam ini, tiba tiba rasa kasihan Hachiro memaksanya untuk membantu wanita yang menangis itu.
"Lepaskan dia, kamu gak capek apa tiap hari melakukan hal seperti ini? Apa Ayah pernah bilang kita harus menjadi penjahat? Sepertinya Ayah tidak pernah berkata seperti itu. Ayah hanya bilang, Berbuatlah sesuka hatimu namun kau harus bisa menahan sedikit rasa jahat di hatimu. Ayah hanya berkata seperti itu," tutur Hachiro dengan nada santai.
Hito langsung membantahnya, "Aku tidak perduli, aku hanya menjalankan perintah Mama. Aku tidak akan mendengarkan kamu!"
"Aku meminta ini untuk yang terakhir kalinya, lepaskan dia. Aku yang akan mengurusnya. Kau akan membawanya ke kamar para pembantu, iya kan? Biar aku saja yang urus, agar kau tidak membuat kegaduhan di rumah ini hanya karena teriakan wanita ini, lepaskan dia dan kamu pergi."
Hito diam, menatap tajam wajah adiknya.
"Ini yang terakhir kalinya, setelah ini aku tidak akan perduli dengan apapun yang akan kamu lakukan di rumah ini," ujar Hachiro dengan wajah serius.
"Baiklah." Hito langsung melepaskan pergelangan tangan Anisa dan meninggalkan bekas merah di tangan tersebut, "urus lah dia, tapi awas jika kamu melakukan kesalahan. Aku tidak akan maafkan itu."
Hito langsung berlalu pergi dari tempat tersebut. Meninggalkan Anisa dan Hachiro. Senyuman sinis Hachiro terlihat di bibirnya, ia menatap sang kakak yang berjalan menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
"That man is so crazy," ucap Hachiro.
"Kamu siapa?" tanya Anisa sambil memegangi pergelangan tangan kanannya yang terasa sedikit perih.
Hachiro menoleh kemudian memutar badannya menghadap Anisa. "Aku Hachiro," jawabnya.
"Apa kamu bagian dari keluarga ini?"
Kepala Hachiro menggeleng. "No, aku tidak ada ikatan apapun di keluarga ini dan aku juga sama seperti dirimu di sini," ucapnya.
"Tapi kenapa tadi kamu menjelaskan sebuah ucapan dari seorang Ayah kepada Hito, apa kamu adiknya?" Selidik Anisa. Menatap penampilan Hachiro dari atas hingga bawah.
Hachiro memiliki sedikit kemiripan wajah dengan Hito, hanya saja Hachiro memiliki gigi gingsul yang membuat senyuman Hachiro terlihat begitu manis dan mempesona.
"Aku bukan adiknya," ujar Hachiro dingin.
Hachiro menatap wajah Anisa dengan ekspresi wajah datar. Lalu memperhatikan penampilan Anisa dari atas hingga bawah.
[Aku rasa dia adalah korban baru, apakah Mama dengan Hito tidak capek melakukan hal gila seperti ini? Aku bingung dengan isi otak mereka, membunuh, membuat semua orang sengsara. Otak mereka benar-benar minus sekali,] batin Hachiro.
"Ayo ikut aku, aku akan mengantarmu ke kamar kamu." Hachiro berjalan lebih dulu di depan Anisa. Di susul oleh Anisa di belakangnya. Mereka berjalan menuju ruangan belakang, kamar para pembantu.
"Ternyata kamu baik juga, aku senang bisa bertemu dengan mu di rumah ini. Semoga kita bisa berteman," kata Anisa. Ia terus mengikuti langkah Hachiro yang berada di depannya.
"Aku juga orang jahat," jawabnya.
Anisa langsung mengerutkan kedua alisnya. Ia masih belum bisa percaya dengan jawaban Hachiro tadi.
"Tapi kamu baik terhadap aku, jika kamu jahat pastinya kamu tidak akan perduli terhadap aku tadi. Kamu pastinya akan ikut berperilaku kasar seperti Hito tadi."
Mendengar ucapan tersebut Hachiro hanya bisa tersenyum sinis. Rasanya sangat asing di telinga Hachiro mendengar ucapan lembut yang seperti memuji dirinya. Lima tahun lamanya ia tidak pernah menemukan satu orang pun yang memujinya dan itu baru sekarang, ada seseorang yang memuji dirinya orang baik.
Setelah Tuan Gaston pergi untuk selamanya, senyuman dan ceria Hachiro hilang, ikut terkubur. Nyonya Hana sangat jarang mempunya waktu bersama Hachiro, selalu saja perbandingan antara Hito dan Hachiro terdengar setiap minggunya dari bibir Nyonya Hana. Itu yang membuat Hachiro tidak suka. Bukan Hachiro saja yang tidak akan suka dengan itu, namun semua anak juga sudah pasti tidak akan suka jika harus di banding bandingkan dengan anak lainnya.
"Aku juga bagian dari orang jahat, nanti kamu bakalan tau." Hachiro terus melangkah kakinya menuju kamar para pembantu.
"Benarkah?" Anisa masih belum sepenuhnya bisa percaya akan itu.
"Iya, itu sangat benar sekali," jawabnya.
"Tidak masalah, kamu sudah berbaik hati membantu aku tadi. Aku harap masih bisa berteman dengan mu, kamu mau kan menjadi teman aku di dalam rumah ini? Aku janji aku juga akan membantu kamu nanti. Asal, kalau ada masalah apapun kamu tinggal bilang kepada aku, Aku akan berusaha untuk membantu kamu kapanpun itu."
Hachiro sontak menghentikan langkah kakinya. Ia masih belum percaya dengan sosok wanita di belakangnya itu. Wanita yang tidak ia kenal sama sekali, kini meminta untuk menjadi teman Hachiro bahkan akan selalu membantu apapun yang Hachiro hadapi nantinya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (39)

  • avatar
    Syaqilla Almeta

    ini novel setiap bab.nya selalu bikin penasaran. seru, bagus gak membosankan 🥰

    25/01/2022

      1
  • avatar
    SukertiWayan

    keren

    01/04

      0
  • avatar
    INDANG TRY LESTY

    🥰wahhh bagusss

    21/09/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด