logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

kebencian dan cinta

kebencian dan cinta

rika haidarzaim


บทที่ 1 Di nyatakan tidak bersalah

Elina Putri Mahendra, gadis berumur 19 berparas cantik dan santun, memiliki mata hazel dengan rambut hitam berkilau.Dia juga putri tunggal dari salah satu pengusaha terkenal. Mahendra Adiguna.
Namun saat ini Elina terlibat sebuah kasus pembunuhan dia duduk dengan gugup, meremas bajunya dengan keringat bercucuran menanti putusan hakim yang akn memvonisnya.
"Pengadilan memutuskan Elina putri Mahendra dinyatakan tidak bersalah dalam kasus pembunuhan Laura Andini karna kurangnya bukti. kasus di nyatakan selesai."
"Tok... tok... tok... ketokan palu hakim membuat Elina menangis tersedu lalu menjatuhkan tubuhnya bersujud sukur atas Robb nya yang memberinya kebebasan.Mahendra bangkit dari kursi penonton lalu memeluk Elina dengan senang.
"Papa tau nak, kamu tidak bersalah." Mahendra mengusab lembut kepala putrinya yang berada dalam dekapannya sembari terisak.
"Makasih pa, telah percaya padaku," lirihnya dengan air mata yang lolos dari pelupuk matanya.
"Aku tidak setuju dengan keputusan hakim, aku akan mengajukan banding." Tegas seorang pria yang tengah berdiri dengan marah di samping jaksa, lalu melempar berkas di tangannya dengan kasar. Pria itu adalah Yuda Bagaskara Mahendra tidak lain adalah suami Laura korban yang di sidangkan.
"Cukup Yuda, pengadilan sudah memutuskan dan semua bukti menunjukkan Elina tidak bersalah."
"Bisa saja kan, papa memanipulasi semua bukti, bahkan dengan kekuasaan papa hal ini dengan mudah papa lakukan." Jawabnya dengan berani.
"Hentikan Yuda..., kalau saja aku tidak mengingatmu sebagai putraku, aku bisa saja menuntutmu dengan pasal pencemaran nama baik." Ucapnya geram.
"Papa sudah pa... " ujar Elina berusaha menenangkan papa nya, dengan cepat memasang badan untuk mencegah Papanya bertindak nekad pada Yuda.
"Tidak Elin, harusnya dia sadar karena cinta gilanya telah membuatmu mendekam di penjara selama
berbulan-bulan." jawab Mahendra dengan intonasi tinggi.
Tapi Elina tidak bergeming di mempererat tangannya memegangan legan mahendara, lalu menggeleng kan kepala dengan tatapan memohon.
"Jagan pa, aku tidak ingin dua lelaki yang aku sayangi bertengkar karna aku."
Mahendra menatap putrinya yang terus memohon denga mata berkaca-kaca mulai luluh, dia menghela nafas panjang berusaha menetralkan emosinya.
"Tapi Lin dia ketelaluan" Tegasnya dengan tangan menunjuk ke arah yuda dengan tatapan penuh emosi.
"Aku memang gila karna Putri Papa, telah membunuh cintaku." Jawabnya lantang.
"Sadar Yuda Elin, bukan pelakunya,
bahkan Laura meninggal satu jam sebelum Elina berada di rumahnya. Itupun sudah di buktikan dengan hasil otopsi.
Sampai kapan kamu menutup kebenaran, dengan kebencian mu yang membabi buta pada Elina Yuda.?" Tanya Mahendra kesal.
"Sudah jelas dia pelakunya, bahkan aku melihat sendiri tangan Elina memegang pisau itu, dengan tangan berlumuran darah, sedangkan jasad istriku berada di sampingnya." Teriaknya dengan mata mulai mengembun mengingat kejadian yang mengerikan itu.
"Putriku memang nakal, tapi aku yakin dia tidak sekejam yang kamu tuduhkan, bukankah selama sebelas tahun ini kalian bersama tentu kamu tau sikapnya." Ujar Mahendra keras tak kalah emosi.
"Ya.. aku tau pa, bahkan sangat tau...., dia dengan segaja memaksaku menikahinya, aku masih bisa terima, tapi saat ini... kelakuannya, sangat keterlaluan."
"Dan aku Yuda Bagaskara akan memperjuangkan keadilan untuk Laura, sampai dia mendekam di penjara." Ujarnya menunjuk geram Elina dengan tatapan penuh emosi, lalu bergegas pergii.
Elina hanya tertunduk mendengar penuturan yuda sedih sembari mengusab air matanya yang terus jatuh.
"Apa sebenci itukah, kamu padaku kak...
kenapa mencintaimu harus sesakit ini " lirihnya pelan.
"Elina kamu baik-baik saja sayang," tanya Mahendra. meliahta raut wajah putrinya sedih. Elina hanya menjawab dengan senyuman.
"Jagan kahawati kamu tidak akan pernah masuk perjara lagi karena kita memiliki bukti yang kuat kalau kamu bukan pembunuh Laura" jawabnya yang tidak mengerti apa yang di pikir kan putrinya.
"Makasih pa"
"Semua akan papa lakukan, asal Elin bahagia" lalu menjulurkan tangan mengusap mengusab air mata putrinya, tersenyum menguatkan
Emeli menaiki mobil dia menatap jalan yang di lalui ya dengan tatapan kosong , pikirannya jauh melayang mengingat kejadian yang menyebabkan dirinya mendapat julukan mantan narapida
flash on
Eline yang sedang duduk santai di dekat kolam membaca majalah di usik oleh bel yang terus saja berbunyi.
"Ting tong... ,Ting tong... ting tong..."
"Bik ... ada tamu tu..... teriaknya meminta pembatunya untuk membuka pintu, tapi tidak ada sahutan.
"Bik buka pintunya anda tamu," teriak Elin lagi,
Bel terus menerus berbunyi, setelah cukup lama Elina menarik nafas kesal, karena bunyi bel itu cukup menganggunya.
"Kemana sih bik Minah..." dengusnya kesal Elina bangkit dengan wajah masam, menaruh majalah itu di atas kursi, lalu melangkah untuk bergegas membuka pintu.
"Cekrek.... pintu terbuka Elina mengerutkan kening tidak ada orang hanya sebuah surat misterius, karena penasaran dengan cepat membukanya.
( temui aku ada hal penting, yang harus kita bicarakan ttd :Laura)
"Kenapa istri kak Yuda ingin menemui ku, bukankah kemren sudah bertemu, aku malas sekali ujung-ujungnya pasti berantem lagi."
Elina masuk kamar lalu mengmbil tas, mengangkat tangannya menatap jam yang melingkar menunjuk kan waktu 20:30 Elina menghela nafas lalu bergegas pergi menemui Laura agar rasa penasaran terjawab, Elin berjalan menuju mobil menjulurkan tangan membuka pintu.
"Nona mau kemana?"
teriak bik minah berlari tergopoh-gopoh sembari memegang beberapa tas belanjaan.
Mendengar suara bik Minah Elina menghetikan tangannya yang hendak membuka pintu mobil, lalu mendogakkan wajah menatap bik Imah yang terlihat kecapean dengan nafas tersengal.
"Mau pergi sebentar bik, bibik dari mana ?"
"bibik pergi ke toko swalayan membeli beberapa bahan dapur yang sudah habis." jawabnya sopan.
" Nona mau kemana, inikan sudah malam, Nanti kalau tuan dan nyonya besar pulang setelah kontrol ,saya harus bilang apa nona,?"
"Bibik... tenang saja sebelum mereka kembali aku sudah sampai di rumah."
"hati-hati non?"
Elina masuk mobil, melajukan dengan kecepatan standard, mobil itu terhenti di depan gerbang rumahnya yang masih tertutup.
Dengan cepat seorang securiti membuka gerbang ."
"Pak, tadi kamu kenal dengan orang yang mengirimi ku surat, ?"
"Tidak nona, katanya dia temen non, jadi saya suruh masuk saja," jujurnya
"Cowok pa cewek pak?"tanyanya dengan sorot mata menyelidik.
"Cowok non," ujarnya sopan.
"Emang ada apa non?" securiti bertanya dengan rasa cemas, menatap bosnya yang sedang berpikir.
"Tidak... lain kali kalau ada yang mengaku temanku, kalau bapak belum kenal, tanyakan dulu padaku.
Iya... non, maaf saya lancang menyuruhku nya masuk tanpa bertanya ke nona dulu."
"Ya.. pak tidak apa-apa, lalu Elina melajukan mobilnya memecah jalan bersama heningnya malam, mobil itu berhenti di sebuah rumah yang sederhana,dia keluar dari mobil, melangkah kan kakinya mendekati rumah itu.
Beberapa kali mengetuk pintu namun tidak ada jawaban. Elina mengedarkan pandangannya melihat sekeliling rumah itu yang terasa sunyi adapun rumah tetangga beberapa meter jauhnya. Elina berbalik dan mengetuk lagi.
"Tok tok tok ...
"Assalamualaikum apa ada orang di dalam?"
namun tetap saja tidak ada jawaban.
Elina mengehela nafas kesal sudah terlalu lama dia menunggu , akhirnya memutuskan pergi namun rasa penasaran membuatnya kembali.
Elina mencoba memutar gagang pintu,dia tertegun mendapati pintu terbuka, tiba-tiba keningnya berkerut melihat ke dalam rumah yang gelap. tidak ada penerangan apalagi cahaya lampu. hanya sinar bulan yang tembus melewati jendela kaca.
"Kenapa gelap sekali ,apa rumah ini kosong, apa Laura pergi dan membatalkan janjinya, sebaiknya aku pergi mungkin aku sedang di permainkan."
Tiba-tiba pandangannya teralih pada genangan yang terlihat mengkilap di terpa cahaya bulan.
Dia yang penasaran melangkah mendekat.
"Brukk.... awww... pekiknya.
Elina jatuh karna tersandung seseuatu, membuat baju dan tangannya basah entah air atau apa.
Elina meraba-raba dengan karna pandangan gelap, tangannya terhenti pada sebuah benda, dia meraba nya sekali lagi meski tidak bisa melihat dari bentuknya terlihat jelas kalau itu sebuah pisau.
"Ini kan pisau... kenapa baju ku basah,"
dia mencium tangannya yang basah seketika tertegun mengetahui cairan yang terasa amis dan kian menyengat.
"Darah..."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (107)

  • avatar
    Karim Makhtar

    Vcujngfthhh

    1d

      0
  • avatar
    LuthfiLuthfi

    keren gan

    22d

      0
  • avatar
    BothJurman

    bagussss

    01/03/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด