logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 65 Tragedi di Ruang Sidang (1)

Keesokan harinya, Bu Dewi memutuskan untuk pertama kalinya menghadiri sidang kasus menantunya. Bukan sidang seperti yang sebelumnya, kali ini sidang vonis hukuman atas kasus korupsi yang membelit laki-laki yang selama ini dipercayakannya tanggung jawab untuk menjaga putrinya.
"Ibu tak usah pergi, biasanya juga Ranti pergi sendiri. Ibu cukup berdoa saja untuk kekuatan kami menghadapi vonis Bang Bayu nantinya."
Ranti mencoba mencegah ibunya untuk ikut hadir di peristiwa yang pastinya akan menyakitkan hati mereka nantinya.
"Biarkan Ibu mendampingimu kali ini. Kondisimu sedang hamil sekarang. Ibu tak ingin sesuatu terjadi pada dirimu. Kita hadapi bersama, apa pun vonis Bayu nantinya.
Ranti tak dapat lagi membantah keinginan ibunya. Ibunya benar, dirinya butuh kekuatan yang lebih untuk menghadapi hari ini. Sepanjang kasus ini bergulir, mungkin hari ini akan menjadi momen terberat yang harus dihadapinya.
Langkah Bu Dewi perlahan saat melangkahkan kakinya memasuki ruang siang yang baginya teramat asing ini. Tak pernah terlintas dalam pikirannya akan hadir di ruangan ini untuk menantu yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.
"Bismillah ... Abang kuat untuk apa pun yang terjadi hari ini."
Ucapan itu Ranti bisikkan ke telinga Bayu yang melintasinya sebelum sampai di kursi pesakitan.
Tegang. Suasana itu jelas Ranti rasakan menjelang detik-detik vonis hukuman untuk suaminya. Jelas, Ranti sempat merasakan ketakutan dalam hatinya. Namun dirinya bertekad untuk tegar. Ada yang masih menjadi tanggung jawabnya di luar sana. Kedua anak serta ibunya membutuhkan dirinya untuk terus bertahan hidup di tengah kemelut yang menimpa keluarga mereka sekarang.
Ranti memilih melantunkan istighfar tanpa henti. Mengingat-Nya dalam kondisi yang sungguh tak mudah ini.
Bayu yang duduk di kursi pesakitan menundukkan wajahnya. Sempat menoleh ke arah kiri, tempat duduk keluarganya. Bapak dan ibunya, keempat saudara kandungnya duduk dengan wajah yang lesu saat menatap wajahnya. Bayu paham apa yang mereka rasakan. Melihat anak yang harusnya dibanggakan disematkan gelar koruptor tentu bukanlah hal yang mudah.
Terlihat jelas Bu Ratna yang paling terluka. Wajah wanita itu seolah menahan amarah, yang entah hendak diluapkannya kepada siapa. Bayu menocba menahan gemuruh di dadanya saat melihat wanita yang telah melahirkannya itu begitu terluka.
Semua bukti telah dibeberkan dalam persidangan-persidangan sebelumnya. Bayu tak dapat berkata apa-apa saat dokumen yang berisi tanda tangannya ditunjukkan sebagai bukti yang memberatkan. Firman terus berupaya membeberkan kronologi kejadian perkara yang dianggapnya dapat menjadi bukti yang meringankan bagi Bayu.
Ridwan yang turut hadir hari itu langsung mengambil tempat di samping Ranti, setelah mencium tangan Bu Dewi dengan takzim. Tak ada yang dapat dilakukannya selain menguatkan Ranti.
Prediksi Firman tak salah. Vonis tiga tahun penjara dijatuhkan hakim atas kasus korupsi yang disangkakan pada Bayu. Jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta hukuman lima tahun sebelumnya. Bahkan vonis itu lebih rendah daripada rekan-rekan lainnya yang telah lebih dulu dijatuhi vonis beberapa hari sebelumnya dalam kasus yang sama. Pak Indra misalnya, laki-laki itu dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan.
Bayu terisak sembari berdiri saat para hakim meninggalkan ruangan. Firman merangkul tubuh Bayu dan mencoba menguatkan laki-laki itu.
"Kamu harus kuat, Yu. Demi Ranti dan anak-anak kalian. Jangan tunjukkan ketidakberdayaanmu di hadapan Ranti."
"Terima kasih. Demi Allah aku tak akan pernah melupakan kebaikanmu," lirih Bayu berkata sembari tegak menatap Firman.
"Cukup dengan bahagiakan Ranti."
Bayu menganggukkan kepalanya. Ranti langsung menghambur ke arah Bayu. Tak punya waktu yang banyak karena Bayu akan segera dibawa ke Lapas yang berada di daerah Tuatunu. Lokasi yang tak terlalu jauh dari rumah mereka membuat Ranti akan lebih mudah akan mengunjungi suaminya itu nanti.
"Abang yang ikhlas menjalani hukuman ini. Semoga ada hikmah di balik semua cobaan kita ini. Paling tidak, kita lebih mendekatkan diri pada-Nya."
Bayu mencium kening istrinya itu dan menahannya beberapa saat. Tak ada air mata yang keluar dari mata indah di hadapannya itu.
Keharuan yang terjadi itu tiba-tiba berpecah saat semua yang ada di dalam ruangan dikejutkan oleh teriakan seseorang.
"Bu ... Bu, bangun!"
Semua mata sontak mencari sumber teriakan itu berasal. Bayu dan Ranti sama-sama tertegun saat melihat sosok Bu Ratna ambruk ke lantai.
"Ibu!" teriak Bayu sembari hendak melangkahkan kakinya ke arah Bu Ratna yang sudah terkapar tak sadarkan diri.
Keharuan di ruang sidang itu tak lagi terasa, berganti dengan suasana kepanikan. Terdengar panggilan kata "ibu" berulang kali dari beberapa orang yang tampak sedang duduk mengelilingi Bu Ratna.
Langkah Bayu tertahan saat dua orang petugas mencekal bahunya, mencegah kakinya untuk melangkah lebih jauh.
"Maaf Pak Bayu, Bapak tak dibenarkan ke sana. Bapak harus segera menyelesaikan bekas penahanan," ujar salah seorang petugas yang bernama Imam, dilihat dari name tag yang dikenakannya.
"Tapi Pak ... ibu saya sedang pingsan, tak sadarkan diri. Saya ingin melihat ibu saya dulu," ucap Bayu dengan nada memohon pada keduanya. Bayu tentu saja merasa khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada ibunya akibat vonis dirinya yang baru saja dijatuhkan.
"Mohon maaf, Pak. Tak bisa. Mohon Bapak mengerti dengan proses yang berlaku dan dapat bekerjasama."
Bayu mengacak-acak rambutnya dengan kasar seolah menyampaikan kesalnya pada kondisi yang saat ini benar-benar menjepitnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (76)

  • avatar
    QuainRichard

    wkwkwk

    6h

      0
  • avatar
    Kurniasih Anza

    bagus ceritanya

    19/01

      0
  • avatar
    greatkindness

    nice story

    02/10

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด