logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

BAB02-Bradley

Gedung perusahaan A&B, New York.
"Aku akan kembali lusa, Brad. Kuharap kau bisa menjemputku nantinya kawan. Tepat waktu dan jangan membuatku menunggu terlalu lama. Kau ingat?"
"Yah, aku mengingatnya. Sudah dulu, aku baru saja tiba di perusahaan. Nikmatilah sisa waktumu, dan jangan lagi membuat masalah untukku."
"Oke. Bekerjalah dengan baik, Brad. Aku bergantung padamu."
"Oke ... sudah biasa. Kalau begitu aku tutup dulu."
"Selamat pagi, Tuan Bradley," sapa seorang karyawan perusahaan yang berpapasan dengannya. Sorot matanya berbinar mengarah pada Bradley.
Bradley tersenyum dengan anggukan kecil.
"Selamat pagi, semoga harimu menyenangkan," balasnya sangat ramah.
Namanya Bradley Scott, berumur tiga puluh dua tahun. Pria yang memiliki tinggi menyerupai model dengan tubuh sedikit berisi bak seorang atletis, berjalan masuk ke dalam lift dengan tergesa-gesa.
Mengenakan setelan jas abu-abu, ia tampak sangat rapi dengan potongan rambut pirang yang di sugar ke belakang menjadi pilihan tatanan gayanya. Wanita mana yang tak jatuh hati sekali melirik ke arah Bradley, tampan dan sangat berwibawa.
Apalagi pemanis dari bibir yang tipis, dengan belahan di bagian bawah berwarna merah bak buah cherry yang siap dipetik, sungguh sangat sempurna dipandang oleh mata.
Pagi ini, jadwal pertamanya adalah memimpin rapat di perusahaan A&B Group yang bergerak dalam bidang fashions di kota New York.
Bermodalkan keterampilan dan kecakapan dalam mengerjakan segala sesuatunya, dia patut diacungi jempol oleh karyawan di perusahaan.
Siapa yang dapat percaya kalau statusnya diketahui masih menjomblo. Sungguh sangat disayangkan sekali bukan? Karena baginya cinta itu rumit.
Untuk menaklukan hati seorang Bradley, mungkin sedikit susah, karena aku pun tak tahu bagaimana menafsirkan sebuah cinta terhadap lawan jenis. Kubuang jauh-jauh perasaan soal yang satu itu. Karena aku berpikir, mungkin aku tidak akan membutuhkannya sekarang. Sendiri lebih baik. Terkadang aku juga berpikir, bagaimana dengan para pria yang hanya sekali kedipan mata saja, mampu menaklukkan sembarangan hati wanita. Bergonta-ganti pasangan sesuka dan semau mereka saja. Agh, maaf. Bagiku, perasaan dan cinta adalah keseriusan. Jadi, tidak cukup baik membuka hati dengan tergesa-gesa.
Namun, bila ada seorang wanita yang mampu membuatku terpesona, hingga mampu menjinakkan hatiku hingga meluluh-lantahkan perasaanku, kenapa tidak untuk memulai hubungan satu sama lain. Itulah aku, prediksi cinta yang menurut kalian aneh.
Suara lift pertanda tiba di tempat tujuan, mampu membuat Bradley tersadar dari dalam lamunan. Berjalan dengan tatapan kedepan, tangan menarik kancing jas, lalu mengaitkannya tanpa mengubah pandangan. Ia melangkah keluar dari lift, dengan sangat elegan. Derap langkah kaki yang timbul dari sepatu pantofel kecoklatan miliknya pun, mampu membuat seluruh pasang mata yang ada di bagian masing-masing kubikel mengarah padanya.
"Selamat pagi, Tuan," sapa seorang.
"Pagi. Semoga harimu menyenangkan," katanya dengan anggukan juga senyum seperti biasanya.
"Pagi Tuan," tegur karyawan lainnya, silih berganti.
Begitulah hari-harinya di pagi hari. Dari rumah ke perusahaan, perusahaan ke rumah. Kadang masih harus menghabiskan waktu untuk bekerja.
Sampai di ruang kebesaran sang CEO perusahaan, Bradley duduk di kursi kebesaran untuk atasan. Tak lama, suara decit pintu terbuka pun terdengar.
"Selamat pagi, Tuan."
Dia mengajak wajahnya ke arah pintu, kedua sudut bibir tertarik.
"Selamat pagi, Emely. Kau terlihat bersemangat pagi ini."
"Terima kasih, Tuan." Emely membalas senyum. Ia berjalan ke arah meja dengan bawaan yang ada dalam genggaman.
"Bagaimana? Apa rapat sudah bisa aku mulai?"
"Anda memiliki waktu sepuluh menit lagi, Tuan. Apa Anda membutuhkan sesuatu?"
Emely adalah sekretaris kepercayaan di perusahaan. Apapun yang menjadi perintah Bradley, ia akan melaksanakan tugasnya. Mengenakan setelan kantor berwarna cerah dan ketat, Emely terlihat jelas mendeskripsikan setiap lekukan tubuhnya.
"Hemmm ... tidak ada. Kau ikutlah denganku ke ruang rapat, Emely."
"Baik, Tuan. Dengan senang hati."
Ekspresi wajahnya lagi-lagi tersenyum memandang Bradley. Pria yang sangat berkharisma serta sangat maskulin, menurutnya.
"Ok. Selesai rapat nanti apa yang harus saya lakukan?"
Pria itu menunggu jawaban dari perempuan di depannya.
"Selesai meeting, Anda akan memeriksa laporan dan meringkasnya Tuan. Hanya itu saja," balas Emely sopan.
Bradley menyentuh dagu yang dihiasi dengan rambut-rambut yang tumbuh liar di atasnya.
"Hemmm ... oke. Sampai di sini, apakah kita bisa memulainya?"
Emely menutup agenda dan bergerak menyamping. Ia membuka lebar tangannya, tak lupa menyunggingkan sebuah senyum. "Silahkan, Tuan."
Bradley berdiri dan kembali mengancing jas yang sempat di lepasnya dan berjalan menuju pintu, kemudian berlalu pergi dari ruangan diikuti oleh Emely.
Sampai di ruang rapat, pria yang paling dikenal dengan keramahannya pun, disambut dengan senang oleh para anggota rapat, para karyawan. Ia pun memberikan perintah agar mereka kembali duduk setelah berada di kursi kebesarannya.
"Silahkan moderator," titah Emely pada salah seorang pegawai yang bertugas.
Rapat di buka dengan sapaan, sebelum Bradley menjadi pemimpin rapat dalam ruang besar itu. Dia membaca isi dari bagian dan tujuan rapat yang berada di atas meja dalam bentuk sehelai kertas putih. Sampai waktunya Bradley mengambil alih tempat.
Berdiri di depan seluruh anggota, ia menjabarkan satu-persatu yang telah dipersiapkan dengan matang olehnya.
Masukan serta tanggapan sesuai topik yang dirapatkan mengudara tanpa ada halangan. Bradley mampu menguasai itu semua sendiri. Bukan hanya soal produksi, Bradley juga membawa topik kesenjangan pegawai sampai di ujung pembahasaan, serta penutup rapat.
"Baiklah semuanya. Jadi di akhir rapat ini, saya hanya ingin meminta sesuai saran dari team lain, agar team produksi lebih teliti, dan lebih bergerak cepat dalam proses produksi. Kemudian, soal gaji karyawan. Mulai bulan depan, saya akan memastikan naik sebesar 3% untuk semua bagian. Bukankah perusahaan ini sangat berbaik hati dengan pegawainya?" Ia melirik ke masing-masing pegawai.
Suara tepuk tangan dan sorak sorai dari anggota rapat pun memenuhi ruangan.
"Terima kasih, Tuan."
Rata-rata mulut mereka berujar penuh semangat dan rasa syukur.
"Baiklah ... sampai di sini, rapat saya tutup. Permisi ...."
Bradley lebih dulu berjalan meninggalkan ruang rapat dengan dipandu oleh Emely menuju lift.
"Emely ... aku akan bekerja dari rumah. Tolong kau persiapkan saja berkas laporan untukku."
Emely mengangguk. "Baik Tuan."
Keluar dari pintu lift, Bradley dan Emely tiba di depan ruang CEO, mempersilahkan Bradley masuk dan berlalu pergi.
Bradley mengambil ponsel dan kunci kontak mobil dari atas meja kerja, dia bersiap meninggalkan perusahaan setelah Emely memberikan segala berkas pekerjaannya dan mengayun langkah cepat menuju area parkiran.
Dia akan pulang ke rumahnya untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkecamuk dalam pikirannya sejak pagi tadi. Menyusuri jalanan kota New York menuju tempat tinggalnya yang berlokasi di Grant Ave, Brooklyn, NY.
Hampir sejam dia mengendarai mobil, hingga terhenti depan rumah milik kedua orang tuanya. Bradley, dia adalah anak tunggal. Memiliki orang tua yang sangat menyayanginya dengan penuh hangat kekeluargaan.
"Aku pulang," ucapnya setelah masuk melewati pintu.
"Brad ... kaukah itu?"
"Yah Ma. Aku kembali."
Bradley mendekati wanita yang merupakan cinta sesungguhnya bagi dia. Memberikan kecupan di pipi kiri dan kanan adalah kebiasaannya.
"Kemarilah anakku. Aku sedang memasak cake kesukaanmu."
Mama Celia meminta Bradley untuk duduk di bangku yang berhadapan dengan meja makan kecil terbuat dari kayu kokoh berukirkan bunga-bunga.
Bradley pun duduk mengikuti perintah dan memberikan senyum senang.
"Ini ... makanlah anakku. Segelas lemon tea untuk pendamping kue keju yang dilumuri krim asam."
Binar mata sang Mama menatap iris milik Bradley.
"Terima kasih, Ma. Aku akan memakannya."
Anggukan dari kepala Mama Celia pun, menjadi jawaban. Sejenak menghilangkan rasa lelah, dia duduk di berhadapan dengan Bradley.
"Bagaimana anakku? Apa kau sudah tertarik dengan Georgiana?"
Bradley menghentikan aktivitas makannya kini. Ia pun menolehkan tatapan ke arah wajah paruh baya itu.
Bersambung.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (55)

  • avatar
    Akhwat Fakir Ilmu

    Bagus banget kak Semangat Lagi Membuat karyanya Jgn pantang semanggat semanggat 💪 kk

    14/01/2022

      3
  • avatar
    WahyuniTri

    menarik cerita nya...lucu...gemez semoga selalu semangat membuat cerita² yg lebih baik

    13/01/2022

      0
  • avatar
    Nisa Diva

    500

    15/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด