logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

BAB11-Pergilah

Langit sore kota New York tampak mulai menggelap, saat malam akan menggantikan awan jingga sebelumnya. Alona baru mengayun langkah bertujuan untuk kembali ke kediaman orang tuanya barusan.
Perasaannya takut.
Bimbang.
Ragu.
Itu adalah hal yang tersulit dirasakan oleh Alona saat ini. Kenapa begitu? Karena memang dia sedang dalam masalah, saat dering ponselnya menandakan ada panggilan masuk, dan berkali-kali berbunyi, ia terus menolak. Hingga, gadis itu memilih untuk menonaktifkan benda pipih miliknya.
Menarik napas sejenak, Alona yang sedang berada dalam taksi menuju ke tempat tinggalnya, menengadah menatap awan dari balik kaca. Ia tidak memedulikan soal dirinya, yang akan terkena masalah di rumahnya. Itu sudah dipastikannya, karena sia-sia menghindar.
Dia berpikir, segalanya tidak akan pernah muda baginya. Jika, seluruh anggota keluarga tidak memiliki cinta dan kasih sayang tulus, antara satu ke yang lainnya.
Memakan waktu hampir tiga puluh dua menit, tepatnya pukul 19:38 waktu setempat. Kini, taksi menepi tepat di depan rumah mewah yang terbentang sisi dua tangga sebagai penghubung pintu masuk, ke rumah termegah di daerah Brooklyn.
"Nona, Anda dari mana saja?"
David, si pria yang menjadi serba bisa di rumah itu sudah menantikan kedatangan Nona muda itu, sedari tadi. Namun, Alona biasa saja menanggapi kepanikan di wajah pria yang kini mengikutinya dari belakang menaiki anak tangga.
"Apa kau kena marah?"
David mendahului langkah, dan secepatnya membukakan daun pintu yang menjulang tinggi dan sangat kokoh.
"Tentu saja, Nona," balas David jujur.
Senyum miring terhias di sudut bibir Alona.
"Maafkan aku, Dav. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu dalam masalah. Baiklah, kita akan berperang sekarang," balas Alona tanpa takut.
David terperangah mendengarnya. Mulutnya menganga memperhatikan Alona berjalan cepat menuju pintu masuk, tempat terhubungnya ruang-ruang dalam bangunan.
Suara derap langkah kaki Alona terdengar bersahut-sahutan di atas lantai memenuhi lorong panjang rumah, seperti tak berpenghuni.
"Dari mana kau selarut ini?"
Sebelum mencapai tujuan. Sosok wanita yang terus muncul dalam pikiran Alona pun, kini lebih dulu terlihat ke permukaan dari sisi belakang Alona.
Madam Issabel sukses menghentikan gerakan kaki sang putri, yang hampir mencapai anak tangga.
Alona berbalik badan.
"Hanya mencari udara segar. Apakah itu juga salah?"
Madam Issabel berjalan mendekat. Ia pun tersenyum miring, memperlihat keangkuhannya sambil bersedekap.
"Kau, memang ingin melawanku?" tanyanya dengan suara pelan.
Bola mata keduanya saling bertautan, memperlihatkan amarah dari masing-masing rasa dalam diri.
"Tidak. Ma, Alona bukan anak kecil lagi. Alona juga memiliki jalan hidup dan bisa menentukan kemana saja arah dan tujuan untuk pergi. Apa yang ingin kupakai, kumakan, kuminum, hingga memilih pendamping hidup, adalah pilihanku. Kapan kau akan mengerti soal perasaan anak-anakmu, Ma? Coba sesekali, Mama melihat kami yang mengikuti seluruh kemauanmu. Apakah ada yang bahagia di antara salah satu dari kami?"
Wajah Madam Issabel berubah merah padam. Dia mulai tersulut emosi, mendengar ucapan Alona barusan, terkesan menasehatinya.
"Baiklah. Jika kau ingin memilih untuk menentukan jalan hidup dirimu sendiri, pergilah dari rumah ini. Tinggalkan semua kemewahan yang kau punya selama di sini, terkecuali pakaianmu. Semua fasilitas mewah yang ada padamu, kembalikan padaku. Dan pergilah menjauh sesuka hatimu. Seperti dengan ucapanmu tadi, dengan semaumu! Aku sudah tidak tahan lagi, dengan anak sepertimu. Hanya kau saja yang terus-terusan memrotes ucapanku. Kau pikir, perjodohanmu dengan cucu—Tuan Alaska tidak memiliki manfaat untuk keluarga ini? Kau mengacaukannya, Alona!" teriak Madam Issabel ke arah wajah Alona.
Alona menganggukkan kepala dengan pasti.
"Baiklah. Jika ini maunya, Mama. Aku memang sudah berniat untuk keluar dari keluarga yang aneh seperti ini! Hanya karena perusahaan dan uang, kalian orang tua sanggup menjual anak sendiri!" seru Alona gak kalah kencang dari Mamanya.
Tangan Madam Issabel terangkat ke udara.
"Hentikan!"
Bola mata Madam Issabel semakin menajam mendapati kedatangan Ken, suaminya saat ia menoleh ke sumber suara. Pria tersebut mendekati anak dan istrinya, yang sedang beradu mulut menuntut pendapat masing-masing.
"Ajari anakmu untuk berlaku sopan santun," kata Madam Issabel dengan ketus pada Ken.
"Jangan mengotori tanganmu, Issabel. Anak ini juga memiliki perasaan. Jika kau kasar, semua anak di rumah ini juga akan berlaku kasar pada orang tuanya. Kau tidak pernah peduli sama mereka. Aku diam, jika kau masih terus memarahi mereka. Tapi, aku akan maju jika kau berlaku kasar dengan tanganmu! Kau pikir siapa yang sedang kau hadapi?"
Perlahan-lahan, tangan Madam Issabel turun saat mendengar penuturan suaminya. Namun, dari matanya masih terpancar bias penuh kebencian.
"Kau, sama sekali tidak paham dengan kelakuan anak itu. Dia melepas emas murni, saat menolak cucunya Tuan Alaska tadi. Dia juga membuat dirinya sendiri malu dengan perlakuannya di kafe saat perjumpaan mereka. Apa aku salah memperingatkannya?!" Madam Issabel berteriak sekencangnya pada Ken.
Pria itu menajamkan penglihatannya, dengan bibir yang terkatup rapat, namun terlihat menggeram.
"Jangan dibahas lagi, Pa. Pokok masalahnya sudah selesai. Alona, tetap pada pendirian tadi dan juga kemauan Mama. Alona akan keluar dari rumah ini, untuk menentukan jalan hidup Alona sendiri. Hidup di rumah ini, seolah sedang berada di dalam neraka."
Alona memutar tubuh, dan menapaki anak tangga dengan kaki kanan lebih dulu melangkah.
"Alona," panggil Ken yang tak sempat mengeluarkan pendapatnya.
Alona tetap melangkah menuju atas, tidak menggubris panggilan Papanya. Melihat sang putri tak menoleh ke belakang, sorot mata kemerahan dari Ken mengarah pada Madam Issabel.
"Jika sesuatu hal terjadi pada putriku, kau adalah penyebabnya, Issabel!"
Madam Issabel memasang tampang tak suka. "Putrimu? Kau hanya menganggap Alona saja putrimu? Sadarlah, Ken. Kau masih punya Margareth. Jika, aku tidak memberikan izin untuk membawanya masuk ke keluarga ini, dia sudah hidup di jalanan karena ibunya yang malang itu berselingkuh dengan pria bodoh seperti Papanya ini. Tidak tahu malu! Dia sudah benar memilih jalannya untuk hidup di jalanan sana, Ken. Jangan memaksaku untuk mengumbar aib buruk Papanya. Ya, meskipun Alona tahu kalau pria di depanku memang buruk!"
"Perhatikan perkataanmu, Issabel!" sentak Ken menggebu-gebu.
"Benarkah itu, Ma?"
Ken dan Leon datang dari ruang sisi kanan terhubung ke ruang tengah. Ken menatapi kedatangan putra keduanya yang sempat mendengar ucapan Issabel.
"Jangan ikut campur masalah ini, Leon. Pergilah, naik ke kamarmu. Jika terus di sini, kau akan menjadi bahan amarahnya pria tak berguna seperti Papamu itu," sindir Madam Issabel, dan kemudian berlalu pergi lebih dulu.
Tuan Ken mengepalkan kedua tangannya menahan geram. Tak lama, sosok Alona kini sudah kembali turun dengan koper dalam genggaman. Arah pandang Ken kini teralih oleh putrinya. Leon, dia cepat berlari ke atas tangga membantu Alona membawakan koper itu turun.
"Makasih, Kak," kata Alona setelah mereka tiba di bawah.
"Kau mau pergi, Alona?"
Bola mata Leon berputar ke sisi sang Papa.
"Ya. Aku akan pergi dari sini. Karena ini bukan tempatku yang semestinya. Kunci mobil, ATM, kartu kredit, semuanya sudah kutinggalkan di atas meja kamar. Sekarang, aku sudah jatuh miskin, Pa," ucap Alona tak takut melihat Papanya yang kini cuma berdiam diri di posisinya.
"Lalu, kau mau ke mana malam-malam begini?" tanya Leon merasa ketakutan dengan kelancangan adik kecilnya.
Alona mengunggah senyum sambil menyentuh pundak Leon.
"Sebagai Kakak yang baik terhadap adiknya, ada baiknya Kakak mengantarkanku ke tempat yang bisa aku tinggali," balas Alona, dia tersenyum.
Leon terjingkat kaget. Sebelum menjawab, ia sekilas menoleh pada pria di sampingnya.
"Pergilah! Kalau itu membuatmu bahagia," balas Ken, dan berbalik badan meninggalkan keduanya.
Senyum Alona menyurut, melihat pundak sang Papa yang berlalu pergi menjauh dari mereka. Ada raut kesedihan dalam wajahnya.
"Pria itu, tidak pernah mampu melindungi dan menjaga hati putri kecilnya," batin Alona berkata lirih.
Bersambung.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (55)

  • avatar
    Akhwat Fakir Ilmu

    Bagus banget kak Semangat Lagi Membuat karyanya Jgn pantang semanggat semanggat 💪 kk

    14/01/2022

      3
  • avatar
    WahyuniTri

    menarik cerita nya...lucu...gemez semoga selalu semangat membuat cerita² yg lebih baik

    13/01/2022

      0
  • avatar
    Nisa Diva

    500

    15/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด