logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Mr. Bradley

Mr. Bradley

putritritrii


BAB01-Alona

"Nona muda, Anda sudah ditunggu oleh Nyonya besar dan juga yang lainnya di mobil," ucap salah seorang pelayan rumah bernama Alika.
Alona yang duduk di bibir ranjang sedang mengenakan sepatu high heels 6cm berwarna hitam berbahan suede, pun mengarahkan tolehan ke pintu.
"Baiklah, Ka. Tinggal satu polesan lagi aku akan segera turun."
Dia mempercepat gerakan setelah mendengar suara pintu tertutup. Sangat piawai, ia kini mengikat surai ikal berwarna pirang miliknya menjadi satu ikatan ke belakang dengan pita bermotif permata mengelilingi di setiap sisi, menjadi pemanis bagian dari rambutnya.
"Ayo, Alona. Jika kau terlalu lama, lagi-lagi kau akan dimarahi oleh mereka," gumam Alona sedikit khawatir.
Berpindah pada bagian bibir tipis, sekarang jemari lentik itu menggenggam lipstik warna merah pekat. Alona mengaplikasikan sedemikian rupa meskipun terburu-buru, namun sangat sesuai dengan garis bibir. Penampilannya kini memukau dan tampak sangat sempurna ditambah kulitnya yang putih bersih.
Merasa cukup Alona berjalan ke bagian rak tas miliknya di sudut ruangan yang tak jauh dari arah balkon kamar. Tidak berpikir lama, ia mengambil tas jinjing hitam, sesuai dengan baju berbahan knit menutupi leher jenjangnya, dan juga sama dengan sepatunya. Jeans biru pun menjadi pilihan bagian bawah.
Setelah dirasa sempurna, kini kakinya melangkah keluar dari kamar. Suara pintu tertutup adalah awal dari drama pagi ini. Ia berjalan menyusuri setiap ruangan mansion rumah milik orang tuanya yang terletak di daerah Brooklyn, salah satu kota yang ada di New York.
Namaku Alona. Anak keempat dari empat bersaudara, berumur dua puluh enam tahun. Selama itulah, aku hidup dalam keluarga yang membingungkan, penuh kekangan, makian, cacian. Tak pernah sedikitpun rasa sayang ku kecap dari mereka. Hah, entah di mana bisa kutemukan sebuah cinta yang jelas-jelas saling membutuhkan satu sama lain dengan tulus. Menyayangi tanpa memandang status dan golongan dalam tingkatan harta, jabatan, dan kekuasaan. Jauh dari keangkuhan maupun kesombongan.
Kedua orang tuaku juga jarang menampilkan kemesraan selama mereka bersama. Bukankah itu situasi yang tidak normal? Bagiku bukan seperti keluarga pada umumnya. Begitu pula dengan hubungan persaudaraan kami. Memiliki dua kakak laki-laki, dan satu kakak perempuan, tidaklah seindah hubungan persaudaraan yang layak.
Aku seperti anak yang terasingkan dari mereka. Saat bertemu, kita hanya saling sapa, kadang juga ngobrol sebentar. Tidak ada, yang namanya canda tawa di lingkup keluarga kami. Jarang ketemuan, jarang bicara, bahkan jarang sekali kami melakukan kebersamaan. Semuanya gak normal dari segi apapun. Rasanya aku hidup di dunia yang berbeda.
Kedua kaki Alona terhenti di depan mobil mewah berwarna hitam metalic. Seorang pria berperawakan tinggi dan mengenakan jas hitam lengkap, sejak tadi menanti kedatangan Nona kecil mereka. Dengan cepat pria tersebut menarik handle pintu lantas mempersilahkan sang Nona agar masuk.
"Apa yang kau lakukan di kamarmu! Selalu saja lamban kayak siput. Kau suka membuang waktu, Alona!" bentakan itu, adalah makanan sehari-hari bagi Alona.
Wanita paruh baya nan elegan di samping Alona, menegurnya dengan perasaan kesal. Selama ini, Alona tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari dia. Hanyalah amarah, perintah, tanpa tahu gadis kecil itu terluka.
"Maaf."
Suara napas tertarik di sertai mobil yang sudah melaju ke arah tujuan menjadi penutup darinya.
"Kau sudah tahu, 'kan? Kalau hari ini adalah hari besar kakakmu, Margareth? Kau ingin mengacaukan acara? Kita adalah keluarganya yang akan mendampingi dia! Jadi, bukan hanya aku yang menjadi pusat perhatian! Tapi, kau juga."
Alona berpikir, kalau pertikaian tadi sudah menutup kesal sang Mama. Kenyataannya, Alona salah tanggap.
"Maaf, Ma."
Kata itu saja sudah memberatkan hatinya.
"Lihat pakaianmu! Kau adalah Nona termuda di keluarga Smith. Tapi, kenapa pakaianmu saja selalu begini? Harusnya kau mengenakan dress, bukan jeans, Alona. Apa kau sadar, kau memang ingin membuat kami semua malu?!"
Mamanya menatap lekat ke arah Alona.
Alona menarik napas dalam-dalam, meregangkan otot paru-paru. Sejujurnya, dia paling tidak suka diatur soal pakaian atau fashionnya. Ingin sekali dia memberontak. Namun, pada kenyataannya dia tidak bisa. Apa-apa gak boleh di mata Mamanya itu.
"Ma ... Alona lebih suka menjadi diri sendiri."
"Jangan mengacau. Hidup di keluarga Smith, kau harus mengikuti aturan yang berlaku."
Alona benar-benar merasa sangat tertekan sampai sekarang. Semua jalan hidupnya selalu saja diatur sejak dia bayi, mungkin. Mengikuti segala yang dipersiapkan oleh Mamanya. Untuk mengeluarkan pendapat saja, dia tidak diizinkan. Begitulah aktivitasnya sehari-hari sampai ia beranjak dewasa, jauh sebelum hal gila dibuat olehnya sendiri.
"Hah ... Lebih baik aku tutup mulut saja," ucap Alona seakan menyindir. Ia menoleh ke arah kaca, memperhatikan jalanan yang akan membawa mereka ke perusahaan milik keluarga, yang bergerak dalam bidang industri. Wanita paruh baya itu, dia masih mengumpat dalam hati.
Perjalanan dari Brooklyn ke Smith Group, hanya memerlukan waktu dua puluh sembilan menit untuk tiba di sana. Disanalah lokasi perusahaan yang akan di pimpin oleh Kakak perempuan Alona, Margareth Sesilia yang berlokasi di New York.
"Aku bakalan menjadi pigura di tempat ini," gumam Alona.
Dia melangkah sendiri dengan menjinjing tas hitam yang sama dengan warna atasannya, anggun dan sangat elegan. Suara derap langkah berasal dari sepatu yang ia kenakan pun, bersahutan dengan lantai marmer.
Dengan dipandu oleh seorang pria dari dalam gedung perusahaan, ia pun melangkah ke tempat acara. Alona berpisah dengan Mamanya tadi di parkiran, sebab sang Mama tak ingin berjalan berdampingan dengannya karena menganggap bisa merusak reputasi seorang Madam Smith.
"Silahkan."
Pria mengenakan jas lengkap itu, mempersilahkan gadis malang seperti dia untuk keluar dari lift saat mesin pengangkut berhenti tepat di depan ruang gelar acara.
"Terima kasih," balas Alona. Dia maju beberapa langkah dekat ke arah pintu tempat pesta syukuran di gelar.
Pengawal memberikan penghormatan padanya sembari membukakan pintu. Terlihat di dalam sana sudah penuh diisi oleh orang-orang penting, tebaknya. Alona merasa sesak untuk berbaur dengan hidup kalangan atas. Dia merasa sangat tidak terbiasa berada di orang-orang yang mengutamakan kedudukan, jabatan, kekuasaan, maupun harta.
"Silahkan masuk, Nona," ucap si pengawal membuyarkan pandangan dan menganggukkan kepala.
"Terima kasih," balas Alona.
Lalu ia melangkah masuk dengan perlahan. Ekor mata Alona mengedar ke seluruh ruangan. Hingga matanya bertemu dengan sosok pria paruh baya sedang bersama Madam Isabel. Berdiri, tidak mengubah pandangan sedikitpun padanya.
Dahi Alona mengerut.
"Apa yang sedang mereka bicarakan hingga tersenyum sendiri?" gumam Alona dalam hati.
"Nona, Anda diminta untuk menemui Madam Isabel."
Pria yang menjadi pendamping Alona, sejak tiba di gedung pencakar langit itu, menyampaikan pesan dari sang majikan.
Alona mengangguk kepala, sebelum ia mengayun langkahnya ke tempat sang Mama.
"Apalagi yang sedang direncanakannya?" batin Alona.
Bersambung.
***
Jan lupa dukung aku.
follow IGku @_putritritrii

หนังสือแสดงความคิดเห็น (55)

  • avatar
    Akhwat Fakir Ilmu

    Bagus banget kak Semangat Lagi Membuat karyanya Jgn pantang semanggat semanggat 💪 kk

    14/01/2022

      3
  • avatar
    WahyuniTri

    menarik cerita nya...lucu...gemez semoga selalu semangat membuat cerita² yg lebih baik

    13/01/2022

      0
  • avatar
    Nisa Diva

    500

    15/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด