logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

bab 12. hari ke dua sampai ke lima

"Silahkan pilih sepatu yang kamu suka, anggap hari ini aku memberikan hadiah untuk sekretarisku yang berprestasi."
"Ma maaf Pak, saya minta maaf. Saya tidak bisa menerimanya," tolak Rita.
"Kenapa?"
"Maaf Pak, saya masih bersuami jadi saya tidak ingin menerima sesuatu dari laki - laki lain yang bukan suami saya, nanti bisa jadi fitnah buat saya," terang Laila.
"Owh, maafkan saya Lai."
"Tidak apa - apa Pak, saya memahami."
"Kenapa kamu masih menganggap Rizwan sebagai suami? Padahal dia telah bermesraan dengan seorang wanita."
"Dia adalah wanita yang dijodohkan oleh ibu mertuaku dengan mas Rizwan. Mereka menganggap saya istri tak berguna karena saya bukan terlahir dari keluarga kaya. Dari situlah akhirnya ibu mertua menjodohkan mas Rizwan dengan Shila."
"Apa kamu tidak cemburu?"
"Kenapa saya harus cemburu? Memang seperti ini takdir saya, saya harus menerimanya."
"Apakah kamu tidak ada keinginan untuk menggugatnya?"
"Saya akan menunggu kata talak dari mulut suami saya sendiri, Pak."
"Kenapa?"
"Saya ingin bermain - main dulu dengan mereka."
"Baiklah, jika itu keputusanmu, Lai. Jika suatu saat kamu perlu bantuan kamu bisa hibungi saya."
"Baiklah Pak, maaf saya jadi curhat masalah rumah tangga saya, Pak."
"Tak masalah Lai, aku senang membantu kamu."
"Saya ke kasir dulu Pak."
"Biar saya yang bayar Lai, anggap saja saya sebagai teman curhatmu," ucapan Pak Doni membuatku terkejut.
'Manusia robot jadi lunak seperti ini, apa mungkin salah makan kali ya' batinku.
************
Hari ke 3,4,5
"Kamu sekarang gak pernah masak untuk sarapan Lai," ujar Mas Rizwan.
"Kan uangnya udah aku balikin ke kamu Mas."
"Iya, tapi udah habis."
"Iya itu masalah kamu, Mas! Lagian kamu udah berhak menalakku sekarang juga."
"Maksudmu apa Lai?"
"Mas Rizwan lupa jika mas sendiri yang mengingkarinya. Mas sendiri yang minta dan mas sendiri yang mengingkarinya. Jadi gak ada alasan jika kamu ingin menalakku sekarang juga."
"Tunggu sampai 14 hari Lai."
"14 hari untuk mengingkari janjimu kah? Untuk apa membuang waktu hanya untuk hal yang tak bisa dipertahankan?" 
"Sudah mulai hari pertama sampai ke lima ini kamu terus menemui Shila, kamu tak peduli dengan perasaanku. Aku harus menunggu apa lagi? Lebih tepat jika sekarang talak aku, Mas," semua uneg - uneg ku sampaikan semua.
"Mas, masih berusaha Lai."
"Berusaha untuk mendekati Shila?"
"Terserah kamu mas, aku sudah tak peduli lagi denganmu. Nyatanya hanya janji palsu yang kau torehkan."
"Maafkan Mas, Lai."
"Tak perlu minta maaf, itu sudah kebiasaanmu Mas."
"Lai, bisakah kita tetap sekamar untuk hari ke 14," permintaan Mas Rizwan.
"Maaf, mas. Aku sudah muak denganmu." 
Drrrttttttt drtttt
Nomer Shila memanggil di ponsel Mas Rizwan
"Kenapa tak diangkat?"
"Tak apa, Lai. Aku ingin berdua denganmu," Mas Rizwan mematikan panggilan dari Shila.
"Malam ini biarkan sendiri, Mas."
Segera ku duduk di teras kontarakan kami.
"Oh enak banget ya, pulang kerja duduk - duduk santai di depan rumah," ibu mertuaku tiba - tiba datang.
"Kayaknya dia lagi bete tuh, liat aja mukanya masem gitu," celetuk mbak Rina.
"Mbak Rina dan Ibu mertua yang terhormat, kenapa masih cari kesalahan saya sih. Kurang apa coba? Aku udah nerima perjodohan Mas Rizwan dengan Shila, uang belanja juga aku udah gak mau ikut campur trus aku mau cari kesalahanku darimana lagi?" ucapku sesantai mungkin.
"Mau tahu salahnya kamu? Salahnya kamu itu karena kamu dari keluarga gak jelas," tegas ibu mertua.
"Baiklah jika memang kemiskinan itu menjadi momok bagi kalian, tinggal suruh aja Mas Rizwan untuk menalakku. Bereskan?" keberanianku membuat mereka terkejut.
"Alahhh kamu sok sok an bisa tanpa Rizwan, nanti juga bakal ngajak balikan lagi. Gak bakal kuijinin," ketus ibu mertua.
"Tenang aja ibu mertua, saya tak akan minta balikan lagi. Lebih baik menjanda dari pada hidup dengan Mas Rizwan."
"Rizwan... rizwan!" teriak ibu mertua seperti kesurupan.
"Ada apa sih, Bu!" Mas Rizwan kaget saat ibunya di luar rumah.
"Dasar istrimu gak tau diuntung, dia ngancam - ngancam ibumu! Istri macam apa dia, cepat selesaikan sekarang juga!" Bentak ibu mas Rizwan.
"Tapi, Bu--."
"Aduh .. aduh dada Ibu sakit, cepat ceraikan dia sebelum dada ibu menjadi lebih sakit," teriak ibu mertua pura - pura sakit.
'Aku udah tau jika hanya pura - pura' 
"Apa benar kamu mengancam ibuku Laila?" pertanyaan terlontar dari mulit mas Rizwan.
"Menurutmu?"
"Baiklah, perjanjian selama 14 hari batal. Malam ini kamu aku jatuhkan talak tiga. Silahkan keluar malam ini juga," tegas Mas Rizwan.
Berusaha sekuat tenaga pun tak bisa menghentikan air mata ini jatuh.
"Baiklah, aku ikhlas dengan perlakuan kalian semua. Hanya saja suatu saat nanti jangan mencariku ataupun mengubungiku! Kita lihat saja siapa yang bakal menyesal nantinya," tegasku kepada mereka.
"Tak perlu banyak omong deh Lai, gak yang menyesal kali," seloroh dari Mbak Rina.
"Baiklah, aku akan mengambil barang - barangku dulu setelah itu pergi."
"Lai, kamu mau kemana?" pertanyaan konyol dari mulut mas Rizwan.
"Lho, kamu habis menalakku kenapa tanya seperti itu? Sudah talak tiga jangan main - main dengan talak yang kamu lontarkan."
"Tapi Lai."
"Segera kemasi barangmu, jangan bawa berharga yang diberikan Rizwan padamu," ucapan terlontar dari mulut mantan ibu mertua.
"Maaf, Bu. Coba tanyakan ke Mas Rizwan, apa sudah pernah memberiku barang berharga? Kalaupun ada pasti aku kembalikan. Haram bagiku menyimpan barang pemberian Mas Rizwan," seketika mata mantan ibu mertua dan mbak Rina melotot.
"Awas jangan melotot seperti itu, takut jatuh bola matanya. Kan serem nantinya."
Selesai ku kemasi barangku segera ku keluar.
"Aku pamit mas, jangan pernah mencariku. Urusan perceraian segera kamu urus."
"Kamu mau pergi kemana, Lai?" 
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Assalamu alaikum," salam terakhirku ku lontarkan kepada mantan suamiku.
Segera keluar dari kontrakan. Kususuri jalanan dengan menyeret koperku. Tak lupa sepatu pemberian Pak Doni juga kubawa.
Sedih tapi juga bahagia bisa keluar dari Rumah itu.
Setengah jam aku berjalan tanpa tujuan, ku hentikan langkahku saat berada di depan Masjid. 
'Sementara untuk malam ini aku akan istirahat di Masjid itu. Besok biarlan aku ijin absen untuk mencari kontrakan untukku'
Selesai salat isya' sejenak ku selonjorkan kaki sekedar mengobati kaki yang lelah.
"Lai," sapa seorang yang ku kenal.
"Pak Doni, Pak Doni sedang apa di sini?"
"Ya salat Lai, ngapain lagi kesini. Main kelereng?" senyum kecil nampak di bibir Pak Doni.
"Maaf Pak, jika pertanyaan saya terlalu konyol."
"Kamu mau kemana, Lai?"
"Emm mau emm."
"Segera kemasi dan naiklah ke mobil!" perintah Pak Doni.
"Maaf, Pak. Saya akan mencari kontrakan besok. Besok saya ijin absen dulu."
"Tidak bisa, saya sudah bilang jika besok ada pertemuan penting! Kamu tak bisa libur," tegas Pak Doni.
"Tapi Pak---."
"Ikut aku sekarang, besok baru kamu boleh pindah ke kontrakan," tukas Pak Doni.
"Saya akan berteduh di sini saja, Pak. Biar saya tak merepotkan Pak Doni," pungkasku pada Pak Doni. Tampak Pak Doni marah dengan keputusanku.
"Tak ada penolakan, segera masuk mobil!" Pak Doni membawa koperku masuk ke bagasi mobilnya.
'Nurut deh jadinya, semobil lagi dengan manusia robot'
Pak doni melajukan mobilnya memecah keramaian jalanan yang padat.
"Sementara tinggalah di Appartemenku," ucapan Pak Doni membuatku terkejut.
"Maaf, Pak. Saya tidak bisa, saya tidak ingin punya hutang budi dengan Pak Doni."
"Appartemen itu milikmu," terkejut mendengarnya.
"Maksudnya? Saya kurang paham."
'Pletak' Dahiku disentilnya.
"Aduh,"
"Aku lupa, sebelum kamu resign dulu aku akan memberikan hadiah ini padamu. Hadiah Appartmen ini kuberikan padamu karena kamu sanggup membawa perusahaan ini menjadi lebih besar dan bekerja sama dengan banyak vendor asing dan dalam negeri. Jadi Appartemen ini milikmu, sertifikat ku berikan besok."
"Terimakasih, Pak. Saya berhutang budi banyak pada Pak Doni," rasa terimakasih yang sangat besar.
"Sebaliknya Lai, aku berterimakasih denganmu karena sudah membantuku mengurus Perusahaan saat masih merintis sampai menjadi besar. Hanya saja saat mulai berjaya, kamu tiba - tiba mengundurkan diri."
"Sudah sampai Lai, segera masuk dan jangan lupa besok jangan telat! Ini kuncinya, perabot juga udah kulengkapi semua. Kamu tinggal menempati saja," ucapan Pak Doni membuatku menangis terharu, baru kali ini ada orang yang menghargai diriku.
"Ka kamu kenapa menangis, Lai? Maaf jika aku salah dan membuatmu menangis," Pak Doni nampak panik.
"Pak Doni tidak bersalah, saya terharu karena masih ada yang masih menghargai saya."
"Kamu keluar malam - malam sambil membawa koper, kamu diusir?"
Aku mengangguk
"Mas Rizwan sudah menjatuhkan talak dan mantan ibu mertua juga mengusirku," ucapku menunduk dan meneteskan air mata.
"Jangan menangis lagi, tetap tersenyumlah. Aku tak suka sekretarisku menangis," Pak Doni mengusap air mataku
'Deg deg an? Ya iya lah'
"Di luar jam kerja kita boleh jadi teman kah Lai?" Pertanyan dari Pak Doni.
"Baik Pak, saya akan jadi teman jika di luar jam kerja.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (432)

  • avatar
    umairahaida

    greget puas sama ceritanya wkwk

    20/05/2022

      3
  • avatar
    Elsa Cinmapa Ciebarani

    cerita yang sangat bagus dan sangat memotivasi, untuk bisa memilih pasangan yang bisa bertanggung jawab untuk keluarga.

    11/01/2022

      0
  • avatar
    MahdaviYusuf

    Menurut saya, novel ini sangat menarik dengan alur cerita yang begitu penuh dengan kehidupan yang tidak adil sang istri dengan perlakukan Mas Rizwan dan ibu mertua

    10/01/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด