logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Malam Minggu Jones

Aku berjalan cepat menuju tempat duduk Vara dan Melodi. Sesampainya disana, aku segera mengambil sling bag milikku yang berada di kursi tepat di sebelah Vara. Vara mengernyitkan alisnya melihatku. Tatapannya seolah menanyakan ‘Ada apa?’ padaku, tapi aku mengabaikan tatapannya itu. Aku tidak perduli dengan tatapan protes dari Vara. Aku akan menjelaskan semuanya nanti. Ya, nanti, saat hanya ada aku berdua saja dengan Vara.
“Maaf, saya harus pulang duluan, ada keperluan mendadak.” Ucapku sambil memasang senyum manis pada Melodi dan Vara.
Melodi menatapku sambil tersenyum. “Oh. Nggak apa-apa kok. Kayaknya keperluannya emang mendadak banget kalau dilihat dari cara berjalan kamu yang tergesa-gesa banget tadi.” Aku tersenyum sopan menimpali ucapannya.
“Oke, lo hati-hati, ya.” Aku mengangguk mengiyakan ucapan Vara lalu segera berjalan keluar dari café.
Aku menghembuskan nafas kasar saat sudah berada di dalam mobil. Arash.. bayangan lelaki itu dan tatapan teduhnya memenuhi pikiranku. Sepertinya aku memang harus benar-benar menjaga jarak dengan Arash. Aku menyalakan mesin mobil dan segera melesat pergi dari cafe Vara.
***
Tidak ada yang bisa kulakuan di rumah selain menonton tv, pergi ke kamar, makan, dan tidur. Setelah pulang dari cafe Vara, aku tidak kembali lagi ke butik, karena memang butik juga sudah aku titipkan pada Saras. Di rumah pun, tidak ada siapa-siapa selain aku dan adikku. Si cunguk Dimas. Bunda sedang pergi ke rumah temannya yang sedang mengadakan acara syukuran untuk cucunya yang baru lahir. Ayah pun sedang pergi keluar untuk menghadiri jamuan makan malam yang diadakan partner bisnisnya.
“Mbak, lo nggak mandi?” Dimas duduk di sofa, tepat disampingku. Tangannya langsung saja menyambar kentang goreng yang sedang aku makan.
“Nggak.”
“Lo tau ini jam berapa?”
“Tengah 7.”
“Lo tau ini malam apa?”
“Malamnya jomblo diam di rumah.”
“Pantes jomblo mulu, nggak taken-taken. Prinsipnya gitu, sih.”
“Terus?”
“Mbak, umur lo tuh udah masuk dalam kategori harus berumah tangga. Keluar kek sana, cari cowok, jangan diam mulu nunggu jodoh datang.”
“Gue masih muda, ya. Belum wajib banget berumah tangga.”
“Tapi Ayah Bunda pengin banget gendong cucu. Makanya buruan nikah. Lo kan protes kalo gue nikah duluan. Katanya gue harus sukses dulu, mapan dulu, baru lamar anak orang.”
“Berisik lo. Udah sana pergi. Lo mau nerong kan? Pulangnya bawain gue martabak.”
“Beli sendiri sana.” Dimas langsung pergi setelah mengambil kunci motornya. Sedangkan aku kembali memakan kentang goreng sambil menikmati siaran tv yang tidak kumengerti. Aku mulai bosan. Tangan kananku meraih ponselku yang tergeletak di atas meja depan sofa. Aku membuka aplikasi WhatsApp lalu mengetik sebuah pesan untuk Vara. Dari pada hanya berdiam diri di rumah sendirian, lebih baik aku meminta Vara untuk menemaniku menikmati malam kejombloan.
Naraya: Lo dimana?
Varastika: Dihatimuuu..
Naraya: Gue serius, bego.
Varastika: Nara jahat bilang Vara bego
Naraya: Lo jones banget sih, kasiaan.
Varastika: Nggak usah memutar balikkan fakta.
Naraya: Serah deh. Lo dimana? Rumah gue sepi, gue alone. Lo cepat kesini.
Varastika: Nah, kan, terbukti elo yang lebih jones. Malam minggu aja sendirian dirumah, minta ditemenin lagi haha.
Naraya: Sesama jones jangan saling menghina ya, nanti Tuhan marah.
Varastika: Serah deh. Gue otw.
Aku menaruh kembali ponselku di atas meja, lalu kembali memakan kentang goreng yang berada di tanganku. Siaran tv di malam minggu benar-benar membosankan, ditambah ini sudah lebih dari 30 menit saat Vara mengatakan akan ke rumahku. Bahkan, kini kentang goreng setopless berukuran sedang sudah habis aku makan. Kemana, sih, Vara?
Layar ponselku berkedip nyala, aku langsung mengambilnya, tertera nama Vara’s Calling, aku menekan tombol hijau untuk mengangkatnya.
“Haloo... lo dimana? Kok lama banget, sih?” Ucapku dengan cepat.
“Woles, mba bro. Assalamu’alaikum dulu kek. Gue udah di luar nih, lo cepat bukain pintu.”
“Hehe, gue udah greget duluan soalnya. Lagian di luar, kan, ada bel, kenapa nggak mencet bel aja, sih? Kenapa harus repot-repot nelepon?” Aku berdecak, tapi tetap pergi menuju pintu depan.
“Gue kan mau yang anti-mainstream gitu.” Tepat setelah Vara mengatakan itu, pintu rumah terbuka, aku menatap sebal Vara yang hanya dibalas cengiran olehnya.
“Malam, jones.” Ucapnya dengan cengiran yang semakin lebar.
“Malam juga, jomblo abadi.” Ucapku lalu lalu segera berbalik meninggalkan Vara yang sedang menggerutu akibat panggilanku.
“Gue bukan jomblo abadi, tau.”
“Iya, lo jomblo nggak laku.”
“Sialan. Gue laku, cuma buat sekarang emang belum ada yang mau aja.”
“Iya, serah lo. Yang waras mah ngalah.” Aku mendudukkan diriku kembali di sofa lalu mulai memakan cemilan biskuit, yah, hanya cemilan biskuit yang tersisa. Kentang goreng dan yang lainnya sudah habis aku makan.
“Cuma biskuit doang?” Ujar Vara. Aku mengangguk. “Yang lain abis? Kentang goreng? Keripik?” lanjutnya. Aku kembali mengangguk.
Vara menghembuskan nafas miris “Tau gini gue bawa cemilan aja sekarung.”
“Terus kenapa nggak dibawa?”
“Karena nggak ada duit buat beli.” Aku diam tidak membalas ucapan Vara. “Lo nonton apaan, sih? Nggak jelas begini.” Lanjutnya. Aku hanya mengedikkan bahu. “Sekarang gue mengerti.”
Aku mengenyitkan alis saat mendengar ucapan Vara.
“Lo butuh nonton drama korea biar hidup lo lebih berwarna. Nggak miris-miris banget kayak gini.” Sambungnya, “Ohya, kaset drama korea gue masih ada di kamar lo, kan? Yuk, lah, nonton itu aja agar hatimu kembali berwarna.”
Aku langsung menggeleng cepat-cepat. “Ogah. Gue mending nonton film ini dari pada nonton drama korea bareng lo.”
“Loh, kenapa?” Ucapnya dengan wajah tanpa dosa yang justru membuatku ingin meleparinya dengan topless yang sudah kosong.
“Nggak usah pura-pura bego. Tiap nonton drama korea lo baper mulu. Apalagi kalo udah nangis, ribet. Elap ingus sana-sini. Ujung-ujungnya baju gue juga kan yang jadi korban.”
“Itu kan refleks.”
“Refleks tapi nggak sekali dua kali.” Sindirku. Vara hanya menunjukkan cengirannya.
“Nggak mau tahu, pokoknya malam ini kita harus nonton drama korea biar malam minggu jones lo lebih sedikit berwarna.” Sedetik setelah Vara mengucapkan itu, tanganku langsung ditarik olehnya dan diseret menuju kamar. Aku menghela nafas lelah. Percuma menolak Vara, ujung-ujungnya pasti selalu begini. Risiko memintanya datang ke rumah. Tapi setidaknya, malam minggu kali ini sedikit lebih berwarna karenanya.
*****
.
"Mungkin memang benar, disaat hati terpuruk, dan suasana menjadi badmood, kehadiran sahabat dapat membuat mood kembali membaik. Dengan segala tingkahnya, sahabat tidak akan kehabisan akal untuk menghiburmu, membuatmu kembali tertawa dan merasa hidup."
.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (81)

  • avatar
    Ha KyoLee

    Dilanjut dong kak. Sayang banget kalau digantung. Padahal ceritanya seru, menarik banget dan sangat berbeda sama cerita lainnya😍😍😍. Tetap semangat ya kak buat ngelanjutin ceritanya💪💪💪.

    14/04/2022

      2
  • avatar
    syakirapro

    comel

    16h

      0
  • avatar
    KotongSas

    bagus banget ceritanya

    22d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด