logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Insiden di Café Vara

Aku membuka pesan masuk yang baru saja sampai ke ponselku. Pesan dari Kahfi. Isinya sama seperti biasa, mengajakku makan siang bersama. Hari memang sudah siang, juga sudah masuk jam istirahat makan siang, tapi perutku belum merasa lapar. Pikiranku masih tersita seluruhnya kepada Arash.
Aku mengetikkan balasan pesan pada Kahfi, lalu segera mengirimnya. Aku tidak menerima ajakannya. Pikiranku sedang sangat kacau, jika aku menerima ajakan Kahfi, sudah pasti Kahfi akan mati kebosanan karena melihat wajahku yang begitu mengenaskan.
Aku melihat kertas-kertas yang berserakan di meja. Tidak ada satu pun desain yang aku kerjakan. Hanya ada kertas-kertas yang berserakan tidak beraturan. Kalau baru dua kali bertemu dengan Arash saja sudah sangat berdampak buruk padaku, khususnya hatiku, apalagi pertemuan-pertemuan selanjutnya. Sudah bisa dipastikan hidupku tidak akan jelas arah tujuannya. Mood yang naik turun seperti roller coaster akan sering datang menghampiriku. Kalau sudah begini, aku hanya butuh pendengar yang baik untuk mendengarkan segala keluhanku, mendengarkan segala isi hatiku.
Vara.
Benar. Seharian ini, aku akan memilih menghabiskan waktuku bersama Vara di café nya. Urusan butik, biar Saras saja yang mengurusnya. Nanti, gaji Saras bulan ini akan kuberi bonus. Saat ini aku hanya ingin menenangkan hatiku, juga pikiranku.
“Ras, saya mau ke café nya Vara. Saya titip butik, ya, sama kamu. Nanti kuncinya kamu aja yang bawa.” Ucapku lalu berlalu pergi setelah memberikan kunci butik kepada Saras.
***
“Udah, nggak usah dipikirin terus. Dia juga nggak mikirin perasaan elo, kan, waktu ngomong begitu.”
“Tapi rasanya masih aja sakit.”
“Gue tau caranya biar lo ngerasa lega.” Aku menatap Vara tepat di manik mata sambil salah satu alisku terangkat tinggi, seolah sedang menanyakan ‘apa?’ kepada Vara lewat isyarat gerakan alis. “Nyanyi. Mumpung panggung lagi kosong tuh, itung-itung hiburan gratis buat para pelanggan gue.” Aku melotot mendengar ucapan Vara.
“Lo gila. Gue nggak bisa nyanyi.”
“Nggak usah sok merendah gitu. Bukan lo banget kalo sok jaim begitu.” Ucapnya dengan tampang tak bersalah. Kadang, omongan Vara memang suka nyelekit.
“Lo sahabat gue bukan, sih? Sahabat kok senang banget malu-maluin sahabatnya.” Aku mengerucutkan bibirku dan menatapnya sebal.
“Justru karena gue sahabat elo, makanya gue nyaranin elo nyanyi. Gue nggak mau lihat sahabat gue galau-galau begini. Udah sana, buruan naik ke panggung.” Vara mempraktekkan gaya mengusir dengan kedua tangannya. Aku pasrah dan mulai berjalan menuju panggung. Kalau nanti para pelanggan Vara langsung menutup kedua telinga mereka dan langsung berlarian keluar café karena mendengar suaraku, itu bukan salahku. Salahkan saja Vara yang sudah memaksaku bernyanyi.
Aku menaiki panggung dengan jantung yang berdegup kencang. Ini pertama kalinya aku menyanyi di depan umum. Biasanya aku hanya akan menyanyi di kamarku atau di kamar Vara saat sedang bermain bersamanya.
Aku mengambil sebuah gitar yang terletak di dekat drum. Aku memang terbiasa menyanyi diiringi dengan gitar. Setelah semua siap, aku duduk di kursi yang berada di tengah-tengah panggung. Mataku menyapu keseluruh penjuru café, jantungku berdegup kencang. Aku benar-benar grogi.
Oke.
Tarik nafas.
Hembuskan.
Tarik nafas.
Hembuskan lagi.
Tanganku mulai memetik gitar dengan sedikit gemetar.
Ingatkah kamu saat pertama kita bertemu..
Senyummu yang memikatku..
Menarikku hingga tak bisa berpaling..
Saat itu aku sadar bahwa aku..
Telah jatuh cinta padamu..
Aku menutup mataku menikmati lagu yang sedang aku nyanyikan. Lagu ini memang lagu ciptaanku sendiri. Jantungku sudah tidak berdegup sekencang tadi, aku sudah bisa mengontrol diriku agar tidak grogi lagi.
Kau..
Buatku jatuh..
Tak bisa berpaling...
Tapi kini kau..
Pergi tinggalkanku, dengan lukaa..
Lupa semua janji yang kau ucapkan..
Ketika kita masih bersama..
Kini hanya tinggal kenangan..
Semua cerita kita..
Kututup kisah ini..
Semoga engkau bahagia..
Meski kini tak lagi bersama..
Aku membuka kedua mataku begitu bait terakhir selesai kunyanyikan. Suara tepuk tangan terdengar meriah di seluruh penjuru café. Aku tersenyum bahagia menatap para pengunjung café. Vara menatapku sambil mengacungkan kedua jempolnya. Aku turun dari panggung dengan perasaan senang. Sedih yang sempat kurasakan sudah hilang, walaupun tidak sepenuhnya hilang. Aku berjalan menghampiri Vara dengan senyum yang menghiasi wajahku.
“Nah, kan, suara lo ke bukti emang bagus. Para pelanggan café aja sampe nggak bisa ngalihin perhatian mereka dari elo. Lo bawain lagunya seolah lo lagi nyampaiin isi hati lo lewat lagu itu.” Aku hanya tersenyum mendengar ucapan Vara.
“Nara? Tadi yang nyanyi itu kamu, kan?” aku menolehkan kepalaku ke samping begitu mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar untukku.
Seketika wajahku berubah pucat. Senyum yang tadi menghiasi wajahku pun hilang tak berbekas. Bahkan jantungku pun rasanya seperti tidak berdetak lagi. Seluruh tubuhku mati rasa begitu melihat dua orang yang saat ini berada di hadapanku. Lagi-lagi, Arash dan Melodi.
“I-iya.” Jawabku gugup.
“Suara kamu bagus banget, Arash aja sampai nggak bisa ngalihin perhatiannya dari kamu. Aku juga sama. Ya, kan, Ar?” Melodi menatap Arash dengan senyum manisnya. Arash balas tersenyum kepadanya lalu menganggukkan kepala. Lagi. Pemandangan seperti ini yang membuatku sakit.
“O-oh, gitu. Terimakasih. Oh, ya, kenalin, ini Vara, teman saya yang punya café ini.” Vara mengulurkan tangannya pada Melodi.
“Vara.”
“Melodi.” Melodi menjabat tangan Vara seraya terus menampilkan senyum manisnya.
“Oh ya Nar, tadi aku sama Arash ke butik kamu. Tapi kata pegawai butik kamu, kamu lagi keluar, terus kita dikasih alamat café ini kalau mau ketemu kamu.”
“Oh, begitu ya. Ada apa memangnya ya?” Ucapku berusaha sambal tersenyum.
“Gimana kalau ngobrolnya sambil duduk aja?” Vara mempersilahkan Melodi dan Arash untuk duduk. Aku memprotes Vara lewat tatapan. Vara tahu jelas arti dari tatapanku, tapi dia malah memberiku isyarat agar aku juga ikut duduk. Dengan malas aku duduk di samping Vara. Tepat di depan Arash.
Vara dan Melodi mulai terlibat obrolan-obrolan kecil. Vara terlihat sangat antusias mengobrol dengan Melodi. Sedangkan aku memilih diam dan mendengarkan. Sesekali aku hanya menanggapi obrolan mereka dengan kata ya, tidak, oh begitu, oke.
Arash yang berada di depanku pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam sambil menatap lurus ke arahku. Sebenarnya jengah juga diperhatikan terang-terangan seperti itu oleh Arash. Aku seakan menjadi narapidana tindak kejahatan yang setiap gerak-geriknya harus diawasi.
“Sorrryy, menyela. Tapi permisi, saya harus ke toilet dulu sebentar.” Aku menundukkan kepalaku lalu berjalan cepat menuju toilet.
Aku mencuci mukaku sambil menatap bayangan diriku di cermin. Aku memang tidak secantik Melodi, pantas saja kalau Arash lebih memilih Melodi dari pada aku. Bahkan Vara yang baru pertama kali bertemu dengan Melodi terlihat sangat antusias mendengar setiap ucapan yang keluar dari mulut Melodi.
“Mau sampe kapan ngaca terus begitu? Muka lo gitu-gitu aja mau lo ngaca sampe sepuluh jam juga.” Aku tersentak kaget dan langsung membalikkan badanku menghadap lelaki yang kini berdiri dengan angkuhnya dihadapanku. Masih dengan tatapan datar dan mata tajamnya yang terus memperhatikanku.
“Lo ngapain di sini? Ini, kan, toilet wanita. Lo ke sini mau ngintipin cewek?” Ucapku gugup. aku grogi jika harus berduaan saja dengan dia, apalagi di toilet wanita. Dan sialnya, tidak ada seorangpun yang berada di toilet ini selain aku dan dia.
“Iya, ngintipin elo.” Ucapnya dengan nada yang kelewat datar, tapi sialnya wajahku malah memerah mendengar ucapannya.
“Apaan sih, lo? Basi banget.” Aku memasang tampang angkuh, seolah menunjukkan bahwa aku tidak terpengaruh oleh ucapannya.
“Maksud gue, ngintipin elo yang dari tadi cuma diam sambil ngelamun di depan kaca.”
“To the point aja. Lo ke sini mau ngapain? Kalau cuma mau bahas masalah harga gaun pengantin lagi, mending lo simpen aja. Gue lagi nggak mood bahas begituan.” Ucapku ketus. Sungguh, aku benar-benar berharap kali ini dia mengerti dengan keinginanku yang tak ingin membahas gaun pengantin lagi.
“Terus lo maunya bahas apaan? Bahas kita berdua?”
“Lo kenapa, sih? Dari tadi omongan lo ngaco terus.” Aku berusaha bersikap biasa meski hatiku sudah berdegup kencang, apalagi ketika mendengar perkataannya barusan.
Dia diam sambil menatapku. Aku jengah juga diperhatikan seintens itu oleh dia tanpa ada percakapan diantara kami. Karena kesal menunggu dia yang tidak mengatakan apapun, aku berjalan melewatinya tapi lagi-lagi kesialan menghampiriku, heels yang aku pakai hampir saja membuatku terjatuh tepat saat aku berada di hadapannya, dengan sigap dia segera menarik tubuhku ke dalam rengkuhannya. Membuatku menatapnya kaget.
“Lo ceroboh. Masih belum berubah. Selalu buat gue khawatir.” Aku tertegun mendengar ucapannya tapi tidak berniat untuk membalasnya. Aku menatapnya tepat di manik mata, mencoba menyelam ke dalamnya, dia menatapku teduh, tatapan yang selalu kurindukan. Tatapan yang sama saat dia menatap Melodi di butikku kemarin.
Astaga! Melodi!
Aku tersentak dan langsung melepaskan diri dari rengkuhannya. Bodoh, bodoh, bodoh. Harusnya aku ingat bahwa saat ini Arash sudah ada yang memiliki. Tapi dengan kurang ajarnya, perasaanku menghangat saat berada didalam rengkuhannya dan saat menatap matanya yang menatapku teduh.
Aku berjalan tergesa meninggalkan Arash di toilet. Insiden tadi.. aku tidak akan melupakannya. Aku akan mengenang tatapan teduh Arash untukku, dan aku akan mengingat ucapannya yang menghangatkan hatiku.
*****
.
"Meski aku tahu, harapan baru akan bermunculan jika aku mengenang itu.
Lewat matamu, aku kembali menemukan harapan baru. Hanya saja, aku tahu bahwa itu hanya harapan semu. Segalanya seolah masih menjadi abu-abu. Antara kamu dan perasaanmu, juga antara kamu dan pasanganmu."
.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (81)

  • avatar
    Ha KyoLee

    Dilanjut dong kak. Sayang banget kalau digantung. Padahal ceritanya seru, menarik banget dan sangat berbeda sama cerita lainnya😍😍😍. Tetap semangat ya kak buat ngelanjutin ceritanya💪💪💪.

    14/04/2022

      2
  • avatar
    syakirapro

    comel

    18h

      0
  • avatar
    KotongSas

    bagus banget ceritanya

    22d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด