logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 4 Bukan Fisik, Tapi Hati yang Terluka

Jadi seperti ini rasanya menunggu sesuatu yang tidak pasti. Sakit campur nyesek-nyesek gitu. Aku memoleskan bedak disekitar bawah mataku. Itu semua kulakukan dengan harapan polesan bedak tipis ini mampu menyamarkan kantung mataku yang terlihat sangat jelas. Semalaman aku tidak tidur, setiap kali memejamkan mata, yang terlihat hanyalah bayangan wajah Arash yang menatap Melodi teduh, bayangan wajah Arash saat mengucapkan kata-kata yang begitu menghujam hatiku. Bahkan efek dari perkataan Arash kemarin sampai menyebabkan mataku sembab. Benar, aku menangis semalaman hanya karena memikirkan perkataannya.
Aku mengerti sekarang. Bahwa terkadang setiap penantian cinta, tak selalu berakhir bahagia. Jika sudah begitu, hanya perlu keikhlasan menerima. Dan aku masih berada dalam tahap mengikhlaskan, meski belum sepenuhnya ikhlas. Ikhlas memang butuh proses. Aku hanya harus bersabar dan menunggu dalam guliran waktu.
“Bunda, Aya berangkat dulu, ya.” Aku mengecup punggung tangan Bunda, lalu mencium kedua pipinya.
“Nggak sarapan dulu, sayang?”
Aku menggeleng. “Udah kesiangan, Bun. Aya mau mampir ke café nya Vara dulu soalnya. Nanti Aya sarapan di sana. Ayah udah berangkat, ya, bun?” Tanyaku. Di rumah, aku lebih suka memanggil diriku dengan Aya ketimbang Nara. Aya itu panggilan kecilku.
“Udahlah. Ayah, kan, rajin berangkat ke kantornya, nggak suka telat walaupun kantornya punya sendiri.” Itu suara Dimas, adikku yang hobby nya hanya mencari masalah denganku.
“Terus kenapa? Nggak terima banget sih kalo gue berangkat siang ke butik.” Aku menatap sebal Dimas yang sedang duduk sambil memakan sarapannya.
“Sebagai seorang atasan, lo wajib memberi contoh yang baik. Datang tepat waktu kek, atau naikin gaji karyawan yang kerjanya bagus.” Aku menghembuskan nafas kesal. Cih, Dimas sok tahu banget sih tentang contoh yang baik seorang atasan.
“Sok dewasa.” Balasku.
“Gue udah dewasa kok. Udah punya pacar juga.” Dimas menunjukkan sikap berbangga dirinya, membuatku merasa ilfeel sendiri.
“Tingkat kedewasaan seseorang itu nggak diukur dari punya pacar atau nggaknya. Lo harusnya belajar yang bener biar bisa cepat lulus.”
“Bilang aja sirik.”
Saat aku akan membalas ucapan Dimas, Bunda langsung menyela “Udah jangan dibalas lagi. Ini udah siang, kamu mau sampai ke butik jam berapa?” aku mengalah lalu mengambil kunci mobil di atas meja dan melangkahkan kaki keluar setelah pamit pada Bunda. Tangan kananku menggapai knop pintu. Namun gerakanku terhenti saat mendengar teriakan Dimas.
“Mbak, mata lo kok sembab, ya?”
***
“Jadiiiiiiiii……???” Aku menghembuskan nafas kasar mendengar pertanyaan Vara. Entah apa yang sedang Vara pikirkan, tapi sedari tadi dia terus menanyaiku dengan pertanyaan sama berulang kali. ‘Jadi?’ ‘Terus terus?’ ‘Serius lo?’.
“Vara, lo niat nggak sih dengarin curhatan gue? Kenapa dari tadi respons lo cuma ‘jadiii’ ‘oh. Teruss teruss?’ ‘Serius lo?’ nggak ada lagi apa pertanyaan yang lebih bermutu dari itu?” Aku menatap Vara sebal.
Vara membenarkan posisi duduknya. “Oke-oke. Sorry. Abisnya lo cerita sepotong-sepotong. Gue kan jadi gemeeess.”
“Tapi gue masih nggak percaya Arash ngomong gitu ke elo.” Sambungnya.
“Gue juga nggak percaya. Padahal dia tau history nya gaun itu. Tapi, gimanapun, Melodi itu calon istrinya, jadi pasti dia nempatin Melodi lebih penting dari gue yang sekedar masa lalunya. Termasuk, apapun keinginan Melodi, pasti dia turutin.” Kataku pelan, lebih terdengar seperti aduan yang menyedihkan, sih.
“Tapi rasanya aneh aja gitu.”
“Apanya yang aneh? Lima tahun lalu, Arash nyuruh gue ngelupain dia, dia ninggalin gue gitu aja dengan alasan nggak bisa ngejalanin hubungan jarak jauh. Padahal, kalo dia mau, kita pasti bisa LDR-an. Gue nangis, gue bahkan sampai mohon-mohon supaya dia mau LDR-an, supaya kita nggak jadi putus. Tapi dia tetap sama keinginannya dia buat akhirin semuanya.” Aku menatap Vara sendu. Ah, rasanya masih menyesakkan jika mengingat kembali semua momen-momen itu. Memang sekeras kepala itu Arash.
“Buat ngelupain dia, gue sampai harus menghapus segala hal yang berhubungan sama dia. Tapi hasilnya tetap sama, gue nggak bisa ngelupain dia. Jadi, nggak ada yang aneh disini, yang ada gue yang bego karena nggak bisa ngeluapain dia.” Sambungku. Kualihkan pandanganku menatap sendu pada secangkir kopi hitam yang berada di depanku.
“Lo lupa. Masih ada bagian yang belum lo hapus.” Vara menatapku, aku menatapnya balik dengan kening mengernyit, “Hati lo. Di hati lo masih tersimpan nama Arash. Mulut lo emang bilang pengin ngelupain Arash, tapi sebenarnya hati lo masih belum mau berpaling dari Arash. Hati lo masih berharap kalau suatu hari nanti, Arash bakal balik lagi sama lo. Dengan kata lain, hati lo masih setia nunggu Arash.” Lanjutnya.
Aku tidak menyangkal hal itu. Yang dikatakan Vara memang benar, dan aku tahu jelas bahwa hatiku memang masih berharap padanya. Masih setia menunggu dengan harapan dia datang kembali padaku dan memintaku bersama kembali.
“Lo kenapa nggak buka hati aja, sih, sama yang lain? Lo ingat nggak? Dulu kakak senior kita di kampus, banyak banget yang naksir lo. Bahkan ada yang gencar banget ngedekatin elo. Tapi lo nya cuek-cuek aja.” Tanyanya sambil menatapku gemas.
“Gue nggak bisa buka hati sama yang lain.” Jawaban klise. Tapi itu memang faktanya. Hatiku masih belum mau menerima cinta yang lain.
“Itu karena lo belum nyoba. Lo seolah ngebekuin hati lo buat siapapun dan cuma Arash yang bisa mencairkannya.” Vara masih tetap menatapku gemas, “Gue tahu, lo terluka Ra.”
“I’m fine,” Meski itu hanya sekedar ucapan kosong tanpa makna. Karena yang sebenarnya, aku memang terluka. Hanya saja, aku tidak ingin terlalu menunjukkannya.
“Bukan fisik, tapi hati lo yang terluka. Lo ngerasa yang lo lakuin benar, lo nggak salah langkah, padahal lo cuma diam dikubangan luka itu tanpa mau berusaha keluar.” Vara menarik nafasnya dalam-dalam “Gue nggak mau nge-judge lo salah di sini. Tapi lo harus berusaha keluar dari kubangan luka itu kalo nggak mau terluka semakin dalam.” Aku tidak membalas ucapan Vara, karena tidak tahu harus berkata apa. Aku tidak akan menyangkal bahwa semua yang dikatakan Vara memang tepat, dia tahu jelas tentang diriku.
“Udah siang, mending sekarang lo ke butik. Oh iya, kopinya gratis. Gue tahu lo lagi dilema banget, makanya gue kasih gratisan, itung-itung ngeringanin beban pikiran elo.”
“Jadi gue harus dilema tiap hari biar dikasih gratisan?” Vara terkekeh mendengar pertanyaanku.
***
Aku memarkirkan mobilku di basement lalu berjalan memasuki butik melalui pintu belakang. Saat akan menaiki anak tangga menuju ruanganku, Saras berjalan tergesa menghampiriku.
“Mbak, itu, mas mas yang kemarin pesan baju pengantin, sekarang ada di depan, dia ke sini mau bertemu mbak. Udah dari setengah jam yang lalu dia datang mbak.” Mas mas? Apa maksudnya Arash? Tapi untuk apa lagi Arash datang ke sini? Bukankah kemarin dia sepakat bahwa baju pengantin yang dia pesan akan diantarkan ke rumahnya seminggu sebelum acara pernikahan dilaksanakan?
“Dia datang sama calon istrinya, Ras?” Bukannya menanyakan maksud kedatangan Arash, mulutku malah menanyakan apakah Arash datang ke sini bersama Melodi atau tidak. Bodoh.
“Nggak, mbak. Mas nya datang sendiri.” Dan dengan kurang ajarnya, hatiku malah merasa lega mendengar jawaban Saras bahwa Arash datang ke sini sendiri, dengan kata lain, tidak ada Melodi yang menemani Arash.
“Oke, Ras. Makasih ya. Kamu boleh kembali lagi kerja.” Saras mengangguk lalu meninggalkanku. Sedangkan aku langsung berjalan menuju lobby.
Aku berdeham ketika sudah berada di depan Arash yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Saat menyadari kehadiranku, Arash mendongakkan wajahnya menatapku lalu segera berdiri, “Bisa bicara sebentar? Tapi tidak disini, di ruanganmu saja.” Aku mengangguk lalu membalikkan badan dan berjalan menuju tangga.
Aku duduk di sofa yang hanya untuk satu orang, sedangkan Arash di sofa panjang yang berada di sampingku.
“Jadi ada keperluan apa?” Tanyaku, Arash menatapku tepat di manik mata.
“Gue datang ke sini cuma mau bicarain masalah gaun pengantin yang dipilih Melodi.” Dan Arash yang dingin sudah kembali. Bahkan tata bahasanya tidak sebaku tadi saat di lobby.
“Bicarain apa lagi? Bukannya masalahnya udah clear, ya, dari kemarin?” Ucapku dengan nada tenang, sebenarnya aku ingin sekali memaki Arash, tapi sama seperti dulu, aku tidak pernah bisa memaki atau bahkan menunjukkan kemarahanku di depannya saat dia bertingkah seenaknya saja padaku.
“Berapa harga gaunnya? Gue nggak mau barang yang Melodi pakai itu barang yang dikasih secara nggak ikhlas sama pemiliknya.” Lagi. Perkataannya melukai hatiku. Tidakkah dengan membawa kabar pernikahannya padaku membuatnya cukup untuk melukai hatiku? Tidakkah dengan perkataannya kemarin membuatnya sadar bahwa aku sudah sangat terluka? Lalu apa lagi sekarang?
“Sebenarnya mau lo apa, sih? Bukannya lo senang karena permintaan calon istri lo terpenuhi? Gue udah kasih gaunnya sebagai hadiah pernikahan kalian. Terus apa lagi sekarang?”
“Lo tinggal sebutin harganya, setelah itu masalah kita selesai.” Cukup sudah. Aku tidak ingin lagi mendengar perkataannya yang melukai hatiku.
“Masih banyak desain yang harus gue kerjain. Jadi sekarang lo boleh keluar dari ruangan gue. Lo tau, kan, pintu keluarnya dimana? Atau perlu gue antar sampai luar?”
“Masalah kita belum selesai. Gue ngerti lo sibuk. Ini kartu nama gue, di situ ada nomor telepon gue. Lo tinggal sms gue dan sebutin harga yang harus gue bayar buat gaun yang udah dipilih Melodi.” Ucapnya lalu menaruh kartu namanya di atas meja. Arash berjalan menuju pintu keluar ruanganku dan menutupnya kembali. Masih sangat keras kepala ya, kamu.
Aku terduduk lemas di sofa seraya menyenderkan kepalaku di punggung sofa. Perkataan Vara memang benar, bukan fisikku yang terluka, tapi hatiku. Rasanya lebih sakit berkali-kali lipat dari pada terluka fisik.
*****
.
"Aku tidak tahu siapa yang lebih bodoh. Kamu yang tidak bisa membaca jelas sikapku yang menghindar karena masih mencintaimu, atau aku yang masih mencintaimu meski kamu selalu melukaiku."
.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (81)

  • avatar
    Ha KyoLee

    Dilanjut dong kak. Sayang banget kalau digantung. Padahal ceritanya seru, menarik banget dan sangat berbeda sama cerita lainnya😍😍😍. Tetap semangat ya kak buat ngelanjutin ceritanya💪💪💪.

    14/04/2022

      2
  • avatar
    syakirapro

    comel

    16h

      0
  • avatar
    KotongSas

    bagus banget ceritanya

    22d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด