logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 SALAH PAHAM

Seminggu setelah Deniz membentak Eva. Eva menjadi pendiam dan gampang marah. Orang-orang di rumahnya pun bingung terlebih sang kakak Indi. Dua sahabatnya juga bingung, lantaran Eva tidak mau bermain lagi dengan mereka dan lebih memilih menyendiri. ponselnya juga tidak pernah aktif, bagaimana aktif ponselnya saja masih bersama Deniz.
“Harita, Kamu merasa aneh gak sih, sama sikapnya Eva setelah dia diantar dokter Deniz pulang dari rumah sakit, jadi pendiam dan Gampang marah gak jelas.'' Ujar Adisty yang kini sedang berada di tempat pangkalan mereka di gardu di samping lapangan basket..
''Iya, Eva jadi aneh, jangan-jangan dokter Deniz–” mereka saling pandang lalu berteriak. Mereka mengira Denis melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Harita bangkit dari duduknya lalu naik ke atas motornya. Adisty bingung melihat Harita tiba-tiba duduk diatas motor.
“Ayo, Dis. Naik!” Adis menurut walau kebingungan kenapa Harita membawa Adisty pergi bukanya memecahkan masalah Eva.
“Mau kemana?” tanya Adisty setelah Harita menarik tuas gas motornya.
“Sudah, ikut aja.” Harita fokus mengendarai motornya sampai di kawasan perumahan rumah Deniz
“Loh, inikan komplek perumahan rumah dokter Deniz,” batin Adisty saat memasuki komplek perumahan Deniz.
“Selamat siang, Neng, mau kemana?'' tanya satpam perumahan mencegat mereka di pintu gerbang masuk.
“Mau ke rumah dokter Deniz, Pak. Mau berobat,” jawabnya lalu tersenyum sopan.
“Oh, ya sudah. Hati-hati,” jawab pak satpam mempersilahkan Harita masuk perumahan bersama Adisty m
“Terima kasih, pak.”
Sesampainya di rumah Deniz. Harita memarkirkan sepeda motornya di depan gerbang rumah. Mereka turun dan sejenak melihat rumah Deniz yang begitu besar.
''Assalamu'alaikum!'' salam Adisty dan Harita bersamaan. Mereka menunggu cukup lama dan tidak ada jawaban dari dalam.
“Kenapa gak ada yang keluar ya?” gumam Harita.
"Bego, pencet belnya Oneng,” cicit Adisty sambil mendorong punggung Harita.
“Kan aku gak tahu, Dis.” Harita kemudian menekan belnya. 
Tidak begitu lama Via, adik Deniz keluar dan melihat mereka seperti gelisah.
''kalian? Ada perlu apa?'' tanya Via di balik pagar.
“Cari dokter Deniz, Kak. dokter Deniz ada?'' tanya Adisty
“Ada, tapi ada perlu apa ya?” tanya via melihat mereka satu persatu.
''Buka dulu deh kak, kami datang kemari mau menuntut dokter Deniz agar bertanggung jawab sama Eva.'' Jelas Harita membuat Via salah sangka kakaknya sudah berbuat yang tidak-tidak pada Eva.
''Hah!? maksud kalian? Ok, aku mengerti maksud kalian. Kalian masuk ya.” Via membuka gerbangnya. 
“Punya kakak kelakuan kayak hantu blau! Astagfirullah!" Via berjalan masuk setelah menutup pintu gerbangnya diikuti Adisty dan Harita.
“Kalian nanti jelaskan sama mama dan babaku ya, '' ucap Via sebelum membuka pintu depan.
“Deniz, mama, baba!” teriak Via saat masuk kedalam rumahnya diikuti Adisty dan Harita.
''Ada apa sih, Via kenapa teriak-teriak?'' tanya Maer yang baru turun dari tangga.
''Itu, Ma, anak laki-laki Mama kelakuannya kayak hantu blau. Ada yang datang kemari minta tanggung jawab!'' jelas Via.
“Siapa gadis beruntung itu?” saut sang papa, Daniel.
''Baba, ini masalah serius.” Maer melihat suaminya. Maer juga memiliki pemikiran yang sama seperti Via saat ada dua gadis meminta pertanggung jawaban putranya.
''Deniz yağmur bin Daniel yağmur...!” teriak Maer, seketika Deniz terkejut karena jika sang mama sudah memanggil nama lengkapnya sudah pasti sang mama sedang marah.
''Gawat! Aku salah apa, perasaan tadi handuk sudah aku jemur,” pekik Deniz lalu menutup laptopnya dan langsung turun kelantai bawah.
''Ada apa, Ma ?'' tanya Deniz santai sambil menghampiri sang mama yang berdiri di bawah anak tangga.
“Sini!” Maer sedikit menarik lengan Deniz karena masih di satu anak tangga. 
‘PLAKK’ Maer menampar Deniz.
Deniz terkejut saat melihat mamanya marah terlebih sang mama sudah menamparnya, itu artinya ia sudah melakukan kesalahan besar. Namun ia tidak tahu kesalahan apa yang sudah ia perbuat.
''Gadis mana yang kamu tiduri? Siapa diantara mereka yang kamu hamili? katakan!” ucap Maer sambil menjewer telinga Deniz, Deniz bingung apa yang dimaksud mamanya.
''Maksudnya apa, Ma, Deniz tidak tahu maksud Mama,'' jawab Deniz memegangi telinganya, sedangkan Via terlihat senang terlebih sang papa.
“Tante, bukan kami, tapi Eva,” seru Harita.
“Eva?” tanya Maer.
“Iya, Tante,'' jawab Harita dan Adisty mengiyakan
“Ambil kunci mobilmu, ayo ke rumahnya Eva, tapi ganti bajumu.'' Perintah Maer pada Deniz. Deniz yang masih bingung hanya menuruti saja tanpa menanyakan pangkal masalahnya pada Adisty dan Harita dan itu kelemahan Deniz tidak bisa berfikir jernih jika sang mama sudah memarahinya.
''Via, Papa. Ayo ikut! Ganti baju kalian semuanya.” Mereka semua mengganti bajunya sedangkan Harita dan Adisty yang awalnya hanya ingin bertanya menjadi ikut bingung.
''Adist, aku jadi bingung, kenapa tante Erna bilang meniduri dan menghamili? Apa aku salah ngomong ya?” tanya Harita pada Adisty.
''Nah Loh, jangan-jangan tante Erna ngira dokter Deniz hamili Eva. Mampus!'' Adisty menepuk keningnya sendiri.
''Tapi ada benarnya juga, seminggu ini Eva benar-benar berubah, ponselnya gak aktif, di kampus yang biasanya paling ramai tiba-tiba jadi diam dan itu berawal dari dokter Deniz mengantar dia pulang dari rumah sakit!'' jelas Harita mengira-ngira.
“Jangan-jangan Eva di ajak mampir ke suatu tempat, waduh…, gawat!” Adisty sedikit panik.
“Ya sudah, kita lihat saja nanti. Ayo kita pulang,” ajak Harita. 
“Tante, kami duluan ya.'' pamit Adisty saat Maer keluar dari kamarnya.
“Iya, nanti bilang sama ibu Erni, kami mau datang,” jawab Maer lalu keduanya bersalaman kemudian pulang lebih dulu.
''Ma, ini sebenarnya ada apa?'' tanya Deniz yang baru saja turun saat Harita dan Adisty pulang. Deniz masih tampak bingung.
“Tidak usah belagak bodoh, Kak dan kamu itu harus tanggung jawab atas perbuatan kakak!'' sela Via berjalan mengikuti langkah sang mama dan juga papanya keluar rumah.  
''Perbuatan apa?” tanya Denis melihat Via.
''Sudah diam!'' saut Maer seketika Deniz diam dan langsung membuka pintu mobil. 
“Aku salah apa sih?'' batin Deniz yang pikirannya masih bingung sambil mengendarai mobilnya.
Setelah beberapa menit mereka sampai di rumah Eva. Maer, Via dan pak Daniel turun lebih dulu sedangkan Deniz masih di mobil bingung, kesalahan apa yang sudah ia perbuat. 
“Kak, ayo turun! Malah ngelamun,” ucap Via mengagetkan Deniz. 
"Iya,” jawabnya lesu. Mereka semua berjalan berjalan masuk ke teras rumah. 
''Assalamualaikum!'' Salam Maer saat di depan pintu rumah Eva. 
Bu Erni dan Pak Nico menyambutnya dengan seadanya, entah bagaimana Harita membawa motornya hingga keluarga emak sudah menyambut mereka dengan santun.
''Waalaikumsalam, mari Bu, Pak. Silahkan masuk,” jawab Emak mempersilahkan masuk. Semuanya masuk dan duduk di sofa. 
Sekilas Deniz melihat sekeliling ruangan tamu, tampak besar dan luas, rupanya Eva termasuk dari keluarga berada, pikir Deniz. 
''Maaf, Bu Erni, Pak Nico Kalau kedatangan kami mendadak, mungkin malah sudah mengganggu jam istirahatnya," ujar Maer pada emak.
“Tidak apa-apa. Kami malah senang, Bu. Memang tadi kami sedang duduk santai di belakang tiba-tiba Harita sama Adisty memberi tahu, kalau ibu dan keluarga akan datang kemari, ya tidak apa apa, silaturahmi,” jawab emak lalu tersenyum.
''Iya, Bu, jadi begini, langsung saja saya terus terang. Kedatangan kami untuk melamar Eva untuk Deniz,” jelas Maer pada pak Nico dan Bu Erna.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (78)

  • avatar
    melonmitra

    mantapp

    2d

      0
  • avatar
    KaramokeyauYohanes

    2222

    20/08

      0
  • avatar
    Ivan Witami

    bagus

    19/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด