logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 11 BERHAK MEMILIH

Kini mereka berenam berada di salah satu pasar mingguan. Pasar yang hanya ada di setiap hari minggu, letaknya tidak jauh dari rumah Eva. Indi dan Harita serta Adisty berangkat satu mobil dengan dokter Kevin, sedangkan Eva berboncengan dengan Deniz. Mereka sarapan bubur ayam di tempat langganan Eva dan 2 sahabatnya. Eva sengaja mengajak Deniz dan yang lainnya sarapan di sana sekaligus mengisi hari libur mereka.
“Deniz Kamu cobain ini, ini enak banget.” Eva menyuapi Deniz sate telur puyuh yang memang pelengkap bubur ayam, Deniz dengan senang hati menerima suapan dari tangan Eva. dan yang lainya hanya tersenyum melihatnya.
“Hum...,iya enak.” Deniz tersenyum dan menikmati telur puyuhnya. 
Adisty dan Harita tersenyum melihat Eva begitu perhatian pada Deniz begitu sebaliknya.''Dunia ini milik berdua yang lain ngontrak!” seru Harita Melihat Eva dan Deniz yang begitu romantis menurut mereka.
“Lo jomblo kayak gue dilarang iri,” saut Adisty mendorong pipi Harita membuat Eva, Deniz dan Indi serta Kevin tertawa.
“Iya lah masak gak? Lo juga iri, kan?" Balas Harita tidak terima namun Adisty hanya tertawa.
Dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan Deniz dan Eva yang sedang bermesraan. Orang tersebut melihat Eva sedang tertawa dan bercanda sesekali Deniz mengusap pipi Eva, sementara Eva sesekali menyandarkan kepalanya di pundak Deniz. Betapa emosinya orang tersebut melihat kemesraan Eva dan Deniz, lalu dengan rasa marah orang tersebut berjalan menghampiri Eva.
Saat berjalan orang tersebut menyambar segelas teh panas milik pengunjung lain, dengan emosi ia menguyur kepala Eva dengan minuman tersebut seketika Eva menjerit dan Deniz terkejut dan sigap mencekal tangan orang yang menyiram Eva sehingga tidak terlalu banyak teh yang tersiram di kepalanya.
“Panas!” Jerit Eva dengan sigap berdiri, Indi dan Kevin dengan cekatan membuka botol air mineral dan menyiram kepala Eva dengan air dingin untuk menetralkan rasa panasnya, semua panik dan terkejut melihatnya insiden Eva diguyur teh panas oleh seseorang.
“Mampus, lo!”ucap orang tersebut.
“Keterlaluan kamu Nuri!” ucap Deniz emosi.
“Oh…, jadi perempuan ini yang membuat kamu cuek sama aku?” jawabnya yang tak kalah emosi.
“Yeter! Kamu sudah keterlaluan, Nuri!” Dengan wajah merah padam Deniz bernada tinggi dan menatap tajam Nuri Seraya menghempaskan tangannya.
“Sayang, mana yang sakit?” tanya Deniz khawatir melihat Eva kesakitan.
“Panas, muka ku panas.” Eva mengipasi wajahnya dengan tangannya sambil menangis. sedangkan Kevin menuju mobilnya untuk mengambil obat pertolongan pertama.
Indi tidak tinggal diam, ia berdiri dan menghampiri Nuri. “Lo ada masalah apa sana adik gue, hah! Lo siapa?” tanya Indi lantang dan mendorong Nur sampai Nuri terhuyung-huyung dan terhenti di meja pengunjung lainnya, namun dengan rasa tidak bersalahnya Nuri tersenyum sinis.
“Gue pacarnya Deniz, dan adik lo itu pelakor!” jawab Nuri. Seketika Indi tertawa dan tidak percaya dengan ucapan Nuri.
“Ok, gue percaya sama lo! Terserah lo juga mau bilang adik gue apa, tapi di sini gue gak terima lo nyiram adik gue dengan teh panas!” balas Indi menyiram Nuri dengan air es yang sedari tadi ia sambar dari meja pengunjung lain. 
Nuri gelagapan Karena merasa kedinginan. Kevin dan Deniz berusaha memberikan salep pertolongan pertama untuk luka di wajah Eva, sedangkan kedua sahabatnya mencoba menenangkan Eva yang menangis. Para pengunjung lainnya menjadi sinis melihat Eva Karena belum tahu kebenarannya.
“Berani lo sama gue!” geram Nuri hendak memukul Indi, namun tangan Nuri dicekal Deniz.
“Ini yang tidak aku suka darimu, Nuri! Kasar, main tangan dan. Selalu memaksa keinginan dan aku tidak nyaman. Asal kamu tahu ya, aku sudah resmi melamar Eva, kami sudah tunangan. Jadi disini tidak ada yang namanya pelakor. Kamu tidak berhak melebeli calon istri ku sebagai pelakor, karena aku bukan suamimu, paham!” Jelas Deniz emosi lalu menghempaskan tangan Nuri.
“Tapi kamu masih pacarku, dan kita belum putus, Deniz. Atau jangan-jangan selama ini kamu selingkuh sama dia? Iya?” 
''Dengar Nuri Hendrawan! Sebulan lalu gue udah minta putus sama kamu, tapi kamu malah tidak terima. Ok, itu urusanmu. Yang jelas aku sudah tidak ada hubungan apapun denganmu. Satu lagi di kamus hidupku tidak ada kata selingkuh saat masih pacaran, tapi seleksi! Alu laki-laki dan aku berhak untuk memilih siapa calon istri. Jadi kamu tidak berhak mengaturku,” jelas Deniz panjang lebar, ia yang sudah muak dengan sifat Nuri yang selalu mengatur ini dan itu.
“Dasar brengsek!” teriaknya lalu pergi begitu saja.
“Hei! Jangan pergi lo, tanggung jawab!” teriak Harita.
''Harita sudah biarkan saja, nanti ada yang mengurusnya,” saut Deniz yang duduk di dekat Eva.
“Sakit, Deniz,” lirih Eva, wakanya terlihat memerah.
“kita ke rumah sakit.”Deniz memeluk Eva sambil mengecup keningnya.
“Deniz, hari minggu dokter kulit Lina libur,” saut Kevin memberitahu.
“Aku tahu, Om, tapi aku punya kuasa untuk memintanya datang sebentar,” jawab Deniz yang masih memeluk Eva.
“Harita kamu bisa bawa motor besar?” tanya Deniz pada Harita.
“Bisa, Dok.” 
“Bagus, dan jangan bilang kondisi Eva ke Emak, bilang saja Eva ke rumahku sama Indi, jangan bilang ke rumah sakit. Ini kunci motornya nanti bawa ke rumah emak. Aku mau bawa Eva ke rumah sakit.” Deniz memberikan kunci motor pada Harita lalu membopong Eva membawanya ke mobil Kevin diikuti Kevin dan Indi.
Sementara itu Harita sejenak melihat Eva dan Deniz serta Indi dan Kevin pergi lebih dulu. Ia merasa hati libur mereka tidak mengasyikkan lagi Namun, ia bahagia melihat Eva sudah mendapatkan pasangan. Sejenak harita dan Adisty saling pandang lalu tersenyum penuh arti saat melihat motor Deniz.
“Dis, motor gede!'' ucap Harita kegirangan
“Lo bisa beneran gak?” tanya Adisty ragu.
“Bisa dong! Gue sering pakai motor Abang gue, Doni,” jawab Harita percaya diri, kemudian mereka berdua pulang ke rumah dengan mengendarai motor besar milik Deniz.
Diperjalanan Harita begitu senang bisa mengendarai motor besar. “Dis, enak juga motor dokter Deniz,” ujar Harita.
“Gue gak tau, gue gak bisa bawa motor gede!'' jawab asal Adisty sambil matanya melihat jalanan dan tiba-tiba melihat jajanan kesukaannya.
''Ta, berhenti di depan!" Adisty menepuk pundak Harita. 
“Mau ngapain?” 
“Itu ada kang cilok. Gue mau beli”
Harita menepikan motornya di dekat gerobak tukang cilok.
“Bang beli ciloknya” ucap Adisty yang belum turun dari motor.
''Berapa, Neng?” 
“Sepuluh ribu, tapi bungkus jadi dua ya, Bang.” Adisty mengeluarkan dompet dari dalam tas kecilnya sedangkan Harita memainkan ponselnya di atas motor.
“Bang, ganteng-ganteng kok jualan cilok sih?” tanya Adisty Sambil mengambil tusuk cilok dan menusuk satu biji cilok dan memakannya tanpa rasa berdosa.
''Tidak apa-apa, Neng. Yang penting kan halal,” jawab tukang cilok tersenyum sambil membungkus ciloknya.
''Iya bener itu, yang penting halal.” Adisty mengambil cilok lagi dan memakannya.
''Namanya siap,Bang?” tanya Adisty sedikit menggoda. 
''Nama saya Jojo, Neng.” 
“Umur?'”
“Dua lima.”
“Sudah menikah?” tanya Adisty lagi dan Jojo hanya tertawa kecil.
''Belum, Neng,” jawab Jojo diiringi tawa.
“Eh, Markonah. Mau beli cilok atau sensus penduduk, tanya-tanya Abangnya udah nikah apa belum,” saut Harita yang kesal menunggunya.
“Apa sih, ganggu aja. Ini uangnya bang, yang dua tadi gratis ya,” ucap Adisty memberikan uang. dan mengambil ciloknya. Tukang cilok tersebut hanya tersenyum dan mengangguk.
Adisty naik motor di belakang Harita. Tidak menunggu lama Harita langsung menarik tuas gas motornya. Tanpa Adisty sadari dompetnya terjatuh di dekat gerobak cilok.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (78)

  • avatar
    melonmitra

    mantapp

    1d

      0
  • avatar
    KaramokeyauYohanes

    2222

    20/08

      0
  • avatar
    Ivan Witami

    bagus

    19/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด