logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

26. PEMBUNUHAN

"Emang lu taro tuh seragam dimana sih, Gi?" tanya Agus salah satu Engineering yang bekerja di Apartemen dimana Mirella berada.
"Ya gue taro di loker biasa, Gus," jawab Yogi, si engineering yang kehilangan seragamnya.
Ke dua lelaki itu sedang mencari seragam milik Yogi yang tiba-tiba hilang di ruangan khusus engineering.
"Coba lu periksa lagi di loker siapa tau keselip kali," saran Agus.
"Mana mungkin keselip! Loker kecil begitu, ada-ada aje lo," bantah Yogi.
Ketika mereka masih sibuk mencari, seorang cleaning service masuk ke dalam ruangan itu, dia membawa seragam milik Yogi.
"Bang, ini seragam lu bukan? Kok ada di toilet cowok tadi? Nih," ucap si cleaning service seraya memberikan seragam di tangannya kepada Yogi.
"Ah, tuh kan ape gue bilang, lu pasti lupa, Yogi!" Agus menoyor kepala Yogi.
Yogi menerima seragamnya dengan wajah bingung. Sebab seingatnya seragam itu memang dia taruh di loker setelah pergantian shift dengan Agus kemarin.
"Yaudah gue pulang dulu kalo gitu. Jangan lupa tuh datengin apartemennya Bu Mirella. Wastafelnya mampet kata dia," Agus pun pamit pulang karena waktu kerjanya sudah berakhir.
Yogi memakai seragamnya. Mengambil beberapa peralatan yang biasa dia gunakan untuk memuluskan pekerjaannya.
Hingga setelahnya dia berjalan menuju apartemen Mirella.
*****
Gaby dan Gibran baru kembali dari supermarket.
Mereka belanja banyak keperluan hari ini karena baru saja pindahan.
Gibran yang mengajak Gaby pindah apartemen, katanya supaya dia lebih mudah untuk menemui Mirella. Gaby sih menurut saja selama Gibran memfalisitasi semua kebutuhan hidupnya. Sebab, dengan status penganggurannya sekarang dan kondisi uang tabungan yang semakin menipis, Gaby tak punya pilihan lain selain mengikuti apa kemauan Gibran.
Gaya hidup Gaby yang kelewat glamour membuatnya banyak kehilangan aset berharga peninggalan almarhum Michael. Bahkan rumah mewah milik Michael di Amerika sudah Gaby jual demi membeli sebuah mobil sport impiannya.
Sebuah mobil mewah yang menjadi kendaraan wajib Gaby ketika bepergian.
"Bantuin kali, masa gue semua yang bawa, tangan gue cuma dua," ucap Gibran ketika Gaby turun dari mobil dan hendak pergi lebih dulu, sementara barang belanjaan mereka banyak di bagasi.
Gaby tertawa renyah. "Kirain bisa sendiri. Gue bawa ini aja," dengan santainya Gaby mengambil kantong belanjaan yang isinya paling sedikit dan langsung pergi begitu saja.
Gibran jadi geleng-geleng kepala.
Sesampainya di apartemen, Gibran langsung membenahi semua barang belanjaan mereka sementara Gaby tampak asik menonton televisi sambil menikmati buah apel di tangannya.
"Gib, buatin jus alpukat dong," teriak Gaby tanpa mengalihkan pandangannya dari TV.
"Bikin sendiri! Emang gue babu lo!" balas Gibran sewot.
"Oh gitu, oke, perjanjian kita batal ya, jangan harap gue mau bantuin lo lagi buat masuk ke apartemennya Mirella," ancam Gaby dengan senyuman penuh arti. Berkat Mirella, posisi Gaby bisa selangkah lebih maju di depan Gibran. Jadi, dia tidak terlihat seperti seorang pengemis jika menginginkan sesuatu, karena Gibran pasti akan memenuhi semua keinginannya dengan segera jika Gaby sudah mulai mengancam lelaki itu mengatasnamakan Mirella. Hal ini cukup membantunya mempertahankan harga diri, setidaknya sampai dirinya bisa memperoleh pekerjaan layak dengan penghasilan besar seperti yang dia inginkan.
Gibran terdiam di balik pintu lemari es, dia menggeram tertahan. Tak punya pilihan akhirnya Gibran terpaksa menuruti perintah sang tuan Putri menyebalkan itu. Dia mengambil satu buah alpukat dari dalam lemari es dan membuatkan jus seperti permintaan Gaby.
"Esnya jangan banyak-banyak, susunya juga, gue mau yang kental," teriak Gaby lagi.
"Sperma gue kental, lo mau?" goda Gibran di sertai senyuman miring.
Gaby meringis mendengar candaan mesum Gibran.
"Tapi bantuin keluarin dulu," Gibran tertawa dari arah dapur. Tawa yang terdengar sangat geli.
"Garing banget sih candaan lo!" balas Gaby setengah sewot. Wajahnya tampak memerah.
Kenapa juga gue harus merinding dengerin bercandaan Gibran?
Gaby mengeluh dalam hati saat mendapati bulu-bulu halus di tangannya berdiri.
"Cie, baru di godain begitu udah merinding," bisik Gibran tiba-tiba dengan bibir yang hampir menempel di tengkuk Gaby.
"Gibran!" bentak Gaby yang langsung menjauh dan menepis wajah Gibran dengan bantal.
Gibran terus tertawa melihat wajah Gaby bak kepiting rebus.
"Nih jusnya tuan puteri," Gibran duduk di sebelah Gaby sambil menaruh segelas jus alpukat di meja.
Gaby meneguk jusnya dengan senyuman manis yang terpulas di wajahnya yang super cantik.
Penampilan Gaby yang santai dengan balutan jeans dan kaus super ketat yang membungkus tubuhnya membuat Gaby terlihat semakin menawan.
"Udah berapa hari gue nggak liat lo ke kantor? Cuti lo panjang banget," kata Gibran memulai percakapan.
Gaby hanya diam. Dia belum siap menerima ocehan panjang lebar dari Gibran kalau sampai lelaki itu tahu kini Gaby sudah tidak bekerja lagi di firma hukum.
"Enakkan, gue bisa santai di rumah, bisa melayani suami," goda Gaby, dia menggigit bibir bawahnya dan menatap Gibran dengan gayanya yang sensual.
Gibran melirik disertai senyuman kecut dan mulai sibuk dengan ponselnya.
Gaby tertawa geli karena berhasil menggoda Gibran.
"Nggak usah mancing-mancing," balas Gibran dengan suara setengah jengkel.
"Cih, kayak lo berani aja," tantang Gaby dengan ke dua tangan yang merentang ke samping.
Gibran menoleh dan hendak maju, Gaby buru-buru berkata lagi, "Tapi perjanjian kita batal," bisik Gaby, dia kembali tertawa.
Gibran melempar bantal ke wajah Gaby sambil berdiri. "Pinter ya lo ngancem-ngancem gue, awas aja nanti,"
"Awas kenapa?"
"Kalo sampe Mirella jatuh cinta sama gue, jangan nyesel ya," kata Gibran sebelum dia beranjak pergi.
Tawa Gaby kembali pecah.
"Justru, gue seneng kalo lo bisa jadian sama Mirella. Kalian cocok tau, hidup kalian sama-sama memprihatinkan!"
Gibran hanya geleng-geleng kepala. Memaki dalam hati dan meyakini bahwa suatu hari nanti Gaby akan menyesali perkataannya sendiri.
Lelaki itu membuka pintu apartemen hendak keluar, tapi beberapa orang lelaki berseragam kepolisian yang berlari melewati lorong apartemennya dan masuk ke dalam apartemen Mirella membuat Gibran terkaget-kaget.
"Ada apaan sih rame banget?" tanya Gaby yang jadi kepo.
Gaby sudah berdiri dibelakang Gibran saat itu, di ambang pintu apartemen mereka.
Gibran hanya menggeleng karena dia pun tidak tahu. Gibran meminta Gaby untuk menanyakan hal itu kepada dua bodyguard Mirella yang saat itu baru selesai diintrogasi polisi. Gibran tidak ingin dua bodyguard itu tahu keberadaannya. Mendadak perasaan laki-laki itu kian dirundung cemas berlebih. Berharap tak terjadi hal buruk menimpa Mirella.
"Mas Alan, ada apaan sih? Kenapa banyak polisi di dalem?" tanya Gaby.
Alan pun menceritakan apa yang terjadi.
Gaby kembali ke apartemennya dengan wajah linglung.
Gibran menyambutnya di ambang pintu.
"Ada apa? Mirella nggak kenapa-napakan?" tanya Gibran dengan wajah panik.
Gaby menggeleng pelan. Dia menelan salivanya sambil menatap lurus wajah Gibran.
"Ada apa Gab?" tanya Gibran tidak sabaran. Dia mengguncang kedua bahu Gaby yang gemetaran.
"Engineering yang seragamnya lo curi semalam... meninggal Gib," beritahu Gaby, bibir wanita itu memucat dan matanya berair.
Gaby melanjutkan kalimatnya disertai lelehan air matanya yang mengalir keluar.
"Mayatnya ditemukan di dalam apartemen Mirella. Terpotong-potong di dalam kamar mandi,"
Ke dua bahu Gibran mencelos dengan kepala yang tertunduk.
Kejadian ini benar-benar di luar dugaannya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (151)

  • avatar
    Nouna Noviie

    lanjutt dooongg...... jadi penasaran apa bayi yg akan d adopsi itu setelah dwasa nanati akan membalaskan dendam sang ibu kandung... apa bila mngetahuin cerita semasa hidup ibu y dan mengetahuin bahwa ayah angkat'y lah Gibran yg sudh membunuh ibu y...!!??? ini Novel baguss menurutku berhasil membawa pembaca masuk ke dalam suasana isi novel ini😍

    22/12/2021

      2
  • avatar
    Mela Agustina

    seruu bgt demi apapun😭🤍🤍

    20d

      0
  • avatar
    WaniSyaz

    Seru banget

    14/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด