logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

25. ANCAMAN FREDDY

Dering ponsel Jimmy berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk.
Panggilan dari Theo, atasannya yang bertugas mengawal Boss besar mereka, Freddy.
"Ya, Hallo? Ada apa Pak?" tanya Jimmy mengangkat teleponnya.
"Lo ada di mana sekarang?" tanya Theo di seberang sana.
Ditanya begitu Jimmy langsung salah tingkah. Rasanya sangat tidak mungkin jika dia mengatakan bahwa kini dirinya berada di apartemen sebelah sedang membantu seorang wanita pindahan.
"Sa-saya lagi jaga di depan apartemen Non Ella, emang kenapa Bos?" jawab Jimmy terbata.
"Gue sama Bos Besar lagi di perjalanan ke sana. Sebentar lagi kita sampai," beritahu Theo yang langsung memutus sambungan teleponnya.
Mampuskan!
Pekik Jimmy terkaget-kaget dalam hati.
Lelaki berkepala pelontos itu menyimpan cepat ponselnya ke dalam saku celana lalu menghampiri Alan yang sedang sibuk menata buku-buku ke dalam lemari.
"Lan, kita harus cepet balik, Bos Freddy mau ke sini," beritahunya pada sang rekan seprofesinya itu.
Alan langsung terkejut. Dia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya menata buku-buku di lemari yang kemudian dibantu oleh Jimmy sesekali. Setelah itu mereka meminta izin untuk kembali melanjutkan tugas mereka pada Gaby.
Tapi sayang, Gaby tidak membiarkan kedua orang itu pergi begitu saja.
Dia masih sempat menahan sebentar lagi Jimmy dan Alan, berharap Gibran lekas menyelesaikan masalahnya dengan Mirella.
"Aku baru saja memesan Pizza, kalian bisa makan dulu baru pergi," ucap Gaby saat itu.
"Ng-ma-maaf Non, Bos kami sedang dalam perjalanan ke sini. Kami harus kembali menjaga Nona Ella, sebab Bos kami itu kalau marah serem, Non," cerita Alan pada Gaby.
"Nanti Pizzanya anterin aja ke sebelah kalau sudah datang, Non," tambah Jimmy yang perkataannya memancing senyuman lebar di wajah cantik Gaby.
"Oke-oke, baik. Aku akan antarkan Pizzanya untuk kalian nanti," kata Gaby yang sukses dilanda cemas berlebih begitu tahu bahwa Freddy hendak berkunjung ke apartemen Mirella, sementara Gaby tau Gibran masih ada di dalam sana.
Aduh, gue harus ngapain nih? Gibran dalam bahaya!
Serunya membatin. Gaby benar-benar bingung.
Sepeninggal Jimmy dan Alan, Gaby langsung meraih ponselnya untuk menghubungi Gibran dan memberitahukan perihal kedatangan Freddy. Gaby meminta Gibran untuk segera pergi dari apartemen Mirella.
Sayangnya, setelah berulang kali Gaby menghubungi Gibran, panggilannya sama sekali tidak ditanggapi.
Hingga akhirnya, Gaby pun memutuskan untuk mendatangi Gibran langsung ke apartemen Mirella. Gaby harus memastikan bahwa suami palsunya itu mampu keluar dari apartemen tanpa disentuh oleh Freddy.
Begitu pizza yang dipesannya tiba, Gaby pun bergegas menuju apartemen Mirella dengan dalih ingin memberikan pizza seperti yang dia janjikan tadi kepada Jimmy dan Alan.
Kedatangan Gaby disambut baik oleh kedua bodyguard itu.
Selain memberikan pizza, Gaby juga bilang kalau dia ingin memberikan sesuatu pada Mirella sebagai tanda mata bahwa dirinya dan Mirella akan menjadi tetanggaan di apartemen elit tersebut. Gaby hanya ingin mengenal tetangganya itu lebih dekat.
Alan baru saja mempersilahkan Gaby masuk tanpa perlu mengecek apa Mirella setuju untuk bertemu Gaby atau tidak. Alan dan Jimmy tak mampu melarang Gaby, karena mereka tahu sepenting apa sosok Gaby bagi Freddy.
Gaby hendak memasuki apartemen Mirella ketika suara lelaki terdengar menyapanya.
"Hai, kamu Gabykan?"
Gaby terkejut. Dia berbalik di ambang pintu apartemen Mirella dan langsung tercekat melihat wajah Freddy yang berada cukup dekat dengannya.
"Eh, Om?" ucap Gaby salah tingkah. Dia gugup setengah mati.
Gaby menelan salivanya sendiri. Otaknya tak bisa berpikir jernih. Entah kenapa dia merasa sangat takut.
Gibran dalam bahaya sekarang!
"Kamu mau bertamukan? Ayo mari masuk," Freddy tersenyum lebar. Dia merangkul Gaby dan membawa Gaby masuk ke dalam apartemen Mirella.
Sementara Gaby tidak bisa berkutik.
Di dalam apartemen, Gaby dipersilahkan duduk di sofa panjang sementara Freddy mencari keberadaan Mirella.
Lelaki itu berjalan ke arah kamar mandi dan hendak membukanya tapi tidak bisa.
Kening renta Freddy berkerut heran. Sebab biasanya Mirella tak pernah mengunci pintu kamar mandi.
"Hon... Honey? Kamu di dalam?" Freddy setengah berteriak sambil mengetuk pelan pintu kamar mandi itu.
"I-iya sebentar," sahut suara dari dalam. Suara Mirella. "Pintunya rusak, sedang di perbaiki, sebentar lagi selesai sayang,"
"Oh begitu, baiklah. Aku tunggu di luar. Kita kedatangan tamu," beritahu Freddy sambil berlalu, dia kembali menghampiri Gaby.
Tak lama setelah itu, Mirella keluar dari kamar mandi disusul dengan seorang lelaki berseragam engineering di belakangnya.
Mirella masih mengenakan handuk, dia tersenyum ke arah Freddy. Sementara si engineering tadi sudah pergi keluar.
Freddy sempat menangkap sekilas sosok lelaki berseragam engineering tadi. Mata elangnya menangkap sebuah nama yang tertera di seragam sang engineering yang wajahnya tertutup masker itu sebelum akhirnya dia membalas senyuman Mirella.
Mirella duduk di pangkuan Freddy tanpa rasa risih, padahal di sana ada Gaby dan beberapa bodyguard Freddy.
Kedua tangan wanita itu berkalung di leher sang kekasih.
"Aku kangen sekali, sejak kamu di penjara, kita jadi jarang bertemu," ucap Mirella manja.
Freddy mengelus paha mulus Mirella. Lagi-lagi Freddy melihat sesuatu yang membuat amarahnya kian terpancing di dada, meski tidak dia tunjukkan pada orang lain.
Tepat ketika mata elangnya menangkap beberapa tanda merah di leher Mirella.
Freddy tersenyum miring. "Aku juga kangen kamu, sayang..." bisiknya dengan suara menggoda. Freddy menghirup aroma harum semerbak tubuh Mirella yang segar.
Syahwatnya mulai terpancing meski dia sadar kalau dia harus menahannya karena keberadaan Gaby.
Freddy memperkenalkan Gaby pada Mirella.
Ke dua wanita itu pun saling berjabat tangan sejenak.
Bukankah dia itu istrinya Gibran? Kenapa dia bisa ada di sini?
Mirella hanya bisa bertanya-tanya sendiri.
"Gaby nanti akan menjadi tetanggamu Ella. Kalian bisa berteman baik," kata Freddy.
Mirella terkejut. Kalau benar Gaby nanti akan tinggal di apartemen sebelah, itu artinya, Gibran juga akan tinggal di sana?
Mirella menggeleng pelan.
Ini tidak boleh terjadi! Bisiknya dalam hati.
"Semoga kita bisa menjadi teman yang baik ya, Ella," ucap Gaby.
Ella membalasnya dengan senyuman tipis. Pikirannya benar-benar kacau.
"By the way, apa benar kamu mengundurkan diri menjadi pengacara Gaby?" tanya Freddy saat itu ketika Ella pamit untuk berpakaian.
Kening Gaby berkerut samar. "Loh, kok Om tahu tentang itu?" tanya Gaby yang cukup kaget dengan pertanyaan Freddy. Darimana Freddy bisa tau kalau dirinya mengundurkan diri sementara Gaby belum memberitahukan hal itu pada siapa-siapa termasuk Gibran?
Freddy tertawa renyah. Dia meneguk winenya yang baru saja dituangkan oleh sang asisten pribadinya yang bernama Theo.
"Semua tentang dirimu, aku tahu Gaby..." ucap Freddy dengan senyuman miring membuat Gaby merinding.
Kalimat Freddy menurutnya sangat horror.
Kenapa dia bicara begitu?
Tanya Gaby dalam hati.
Semakin lama terlibat percakapan dengan Freddy, Gaby semakin takut. Hingga dia memilih untuk pamit dengan alasan bahwa dia harus kembali membenahi apartemennya yang masih berantakan.
Sepeninggal Gaby, Freddy menghampiri Mirella di kamar.
Mirella yang sedang mematut dirinya di depan meja rias.
Freddy menarik tangan Mirella dan mengajak kekasihnya itu berdiri.
Dia memeluk pinggang Mirella begitu erat dan menatap wajah Mirella yang tampak cantik dengan pulasan make up tipis.
"Dulu wajahmu tidak secantik ini, Ella," bisik Freddy dengan suara berat. Telunjuknya berjalan menyusuri seputar wajah Mirella dari kening turun hingga berhenti di dagu.
"Aku sudah bilangkan, jangan macam-macam denganku?" Freddy menggeram, dia menekan ke dua rahang Mirella dan menatap tajam wajah Mirella yang terlihat ketakutan.
"A-aku tidak berbuat apa-apa," ucap Mirella terbata, dia kesulitan bicara karena kedua rahangnya yang ditekan begitu kencang oleh Freddy.
Freddy tersenyum sinis. "Jika aku mau, aku bisa saja membuat wajah cantikmu ini berubah seperti dulu lagi, bahkan lebih buruk dari sebelumnya!" ancam Freddy dengan wajah mengerikan. "Kamu pikir aku bodoh bisa kamu bohongi? Aku tahu siapa lelaki itu. Apa aku harus membunuhnya sekarang?"
Mirella menggeleng. "Ja-jangan... Jangan aku mohon... Dia tidak bersalah," wanita itu mulai menangis.
"Oke baiklah!" Freddy mengangguk beberapa kali.
"Hapus tanda merah di lehermu! Dua jam lagi aku kembali, jika aku masih melihatnya, kamu tentu tahu apa yang akan terjadi? Mengerti sayang..." Freddy melepas pelukannya. Dia membelai pipi Mirella sekilas sebelum pergi.
Akhirnya, Mirella bisa bernafas lega ketika lelaki tua bernama Freddy itu sudah menghilang dari hadapannya.
Meski setelahnya, ingatan Mirella kembali tertuju pada Gibran.
Ya Tuhan, lindungi Gibran...
Bisik Mirella lirih dalam hati.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (151)

  • avatar
    Nouna Noviie

    lanjutt dooongg...... jadi penasaran apa bayi yg akan d adopsi itu setelah dwasa nanati akan membalaskan dendam sang ibu kandung... apa bila mngetahuin cerita semasa hidup ibu y dan mengetahuin bahwa ayah angkat'y lah Gibran yg sudh membunuh ibu y...!!??? ini Novel baguss menurutku berhasil membawa pembaca masuk ke dalam suasana isi novel ini😍

    22/12/2021

      2
  • avatar
    Mela Agustina

    seruu bgt demi apapun😭🤍🤍

    20d

      0
  • avatar
    WaniSyaz

    Seru banget

    14/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด