logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

24. PENGAKUAN MIRELLA

"Jim, nanti kalau ada bagian engineering datang, langsung disuruh masuk aja ya, soalnya saya udah telepon tadi pagi ke bagian office, kalau air wastafel mampet," perintah Mirella pada salah satu bodyguardnya saat dirinya hendak masuk ke dalam apartemen.
"Siap, Non," jawab sang bodyguard yang bernama Jimmy, lelaki berkepala pelontos itu mengangguk patuh.
Di dalam apartemen, Mirella melepas jaket kulitnya, sepatu high heelsnya dan berjalan ke arah pojok ruangan, menghadap kamera Cctv di atas kepalanya yang menempel di dinding apartemen.
Mirella menyalakan musik. Sebuah music house dengan tempo cepat.
Dia tersenyum menggoda ke arah Cctv itu. Lalu mulai membuka satu persatu pakaiannya. Dari mulai tank top putih, lalu rok mini berbahan jeans yang super ketat di ikuti stoking berwarna kulit kecoklatan. Menyisakan sebuah bra hitam dan G-string senada yang membungkus ke dua area tubuh paling sensitif miliknya. Payudaranya yang ranum berukuran 36 B itu kini terpampang di kamera. Ukuran yang cukup besar jika dibandingkan dengan postur tubuhnya yang mungil tapi padat.
Masih menatap ke arah CCTV, sambil berbikini ria, Mirella berlenggak lenggok dengan gerakannya yang sangat sensual. Dia menari.
Setelah merasa cukup berkeringat, kini dia berjalan ke arah kamar mandi.
Tubuhnya yang hanya terbalut setelan bikini itu kini mulai menari lagi di kamar mandi.
Aksi Mirella di lanjutkan di atas bath tub.
Lagi-lagi dia tersenyum sendiri, menghadap Cctv yang terpasang di dalam kamar mandi dan mulai melucuti satu persatu pakaian dalamnya hingga dia benar-benar bugil.
Mirella menarik nafas dalam-dalam, menahan rasa sesak di dalam dadanya yang kian membuatnya ingin menjerit meminta pertolongan, tapi sayangnya, dia tidak bisa. Hingga setelahnya, Mirella merendam tubuhnya yang polos di dalam bath tub berisi air hangat, tepat satu detik setelah musik yang dia setel berhenti.
Dalam keheningan, dia memejamkan matanya sesaat. Mencoba relaks dalam aktifitas yang sudah biasa dia lakukan setiap hari. Walau sebenarnya, kegiatan apapun yang dia lakukan di dalam apartemen ini tak pernah membuatnya bisa benar-benar merasa santai. Apalagi jika dia sudah tidak di izinkan memakai busana di apartemennya sendiri.
Itu salah satu hukuman jika Mirella melakukan kesalahan.
Mirella tak memiliki privasi apapun dalam hidupnya. Semua dipantau dan direkam selama 24 jam bahkan di saat dia mandi dan buang air.
Semua tak luput dari rekaman Cctv sialan yang terpasang di setiap sudut apartemennya.
*****
Satu minggu berlalu, perlahan tapi pasti hubungan Gaby dan Gibran pun membaik.
Dan hari ini, mereka berniat melancarkan rencana yang telah mereka sepakati sebelumnya dengan langkah awal menyewa apartemen persis di sebelah apartemen yang dihuni oleh Mirella.
Malam itu, Gaby masih bebenah di apartemen baru yang akan dia tempati bersama Gibran setelah sebelumnya dia meminta bantuan dua orang bodyguard yang berjaga di depan apartemen sebelah.
Yaitu Jimmy dan Alan.
Gaby yang sengaja meminta pertolongan dua orang lelaki bertubuh kekar itu demi membantu Gibran memuluskan rencana yang telah mereka susun sebelumnya agar Gibran bisa menemui Mirella dengan leluasa di dalam apartemen wanita itu tanpa harus terganggu oleh dua orang bodyguard berkepala pelontos itu.
Jimmy dan Alan yang memang sudah tahu mengenai siapa Gaby sebenarnya, jelas tak bisa menolak permintaan Gaby saat itu.
Seperti seorang kerbau yang di cucuk hidungnya, mereka menuruti segala perintah Gaby di dalam apartemen sehingga melupakan tugas utama mereka untuk menjaga kediaman Mirella.
Gaby masih pura-pura sibuk menata barang-barang ketika sebuah pesan masuk dia terima di ponselnya.
Pesan dari Gibran.
Gue udah masuk ke dalam apartemen Mirella, Gab. Thank, atas bantuannya.
Gaby menelan salivanya yang mendadak pahit.
Dalam hati bertanya, apakah yang dia lakukan saat ini benar?
*****
Mirella masih diam merasakan hawa sejuk air hangat yang merendam tubuhnya, hingga tak menyadari bahwa ada seorang laki-laki bertubuh tegap berseragam engineering yang kini tengah berdiri di ambang pintu kamar mandi yang dibiarkan terbuka.
Laki-laki itu terus menatap Mirella bahkan tanpa berkedip.
Tubuh bugil Mirella yang membayang di dalam riak air membuat laki-laki itu tak ingin mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Pemandangan itu sangat indah dan sangat sayang untuk dilewatkan.
Wajah Mirella begitu cantik dengan rambutnya yang tergerai dan setengah basah. Bulir-bulir air di wajahnya membuatnya terlihat semakin seksi. Belum lagi bentuk payudaranya yang sangat menggiurkan. Membuat laki-laki itu kian dibakar gairahnya sendiri.
Meski perasaan itu tak lebih besar dibanding dengan perasaan lain di dalam hatinya saat ini. Perasaan yang entah sejak kapan mulai tumbuh dan bersarang kuat di dada. Hingga perasaan itulah yang mampu meruntuhkan kewarasannya. Mematahkan logika dan akal sehatnya. Serta menarik raganya untuk terus melanjutkan penyelidikan tentang siapa sebenarnya wanita bernama Mirella Hanami itu.
Lelaki dengan wajah yang tertutup masker itu masih di sana, di ambang pintu kamar mandi di dalam apartemen Mirella.
Hingga Mirella selesai dengan kegiatannya.
Wanita itu tampak terkejut hingga dia menyilangkan ke dua tangannya menutupi belahan dadanya yang terekspos jelas, terpampang sempurna.
Niatnya untuk bangkit dari bath tub pun urung dia lakukan. Mirella kembali merendam tubuhnya ke dalam air.
"Eh, Mas engineering ya? Sebentar Mas, aku handukan dulu. Bisa tolong ambilkan handukku?" ucap Mirella dengan santainya.
Lelaki itu menuruti perintah sang dara, dengan wajah sedikit berpaling dia menyodorkan handuk untuk Mirella.
Mirella tersenyum simpul.
"Kalau mau liat, liat aja. Gratis nggak bayar," katanya disertai senyuman menggoda.
Dengan handuk yang terlilit di tubuhnya, Mirella keluar dari bath tub dan berjalan ke arah wastafel di dalam kamar mandi.
"Sini Mas," panggilnya pada lelaki berseragam engineering itu.
Lelaki itu menutup pintu kamar mandi, menguncinya dan berjalan menghampiri Mirella yang berdiri dekat wastafel.
Kening Mirella berkerut samar ketika dilihatnya lelaki itu menutup pintu kamar mandi bahkan menguncinya juga. Perasaannya mengatakan bahwa ada yang tidak beres.
Hingga tatapannya terus tertuju pada wajah si engineering yang tertutup masker itu.
Sepasang netra milik Mirella membola tatkala dia akhirnya menyadari, bahwa lelaki yang kini berada bersamanya di dalam kamar mandi itu bukanlah engineering asli yang bekerja di apartemen ini, melainkan...
"Gibran?" pekik Mirella tak percaya.
Wajah lelaki di balik masker itu tersenyum.
"Bagus deh kalo lo tau," ucapnya pada Mirella, dia hendak membuka maskernya.
Mirella langsung melirik ke arah CCTV yang berada tepat di atas kepalanya, dengan cepat dia menahan aksi Gibran.
"Eh, jangan di buka Mas, banyak debu," ucap Mirella pelan dengan bola matanya yang bergerak ke atas, seolah memberitahu Gibran akan keberadaan CCTV itu.
Gibran yang peka langsung menoleh ke atas dan jadi begitu terkejut saat melihat sebuah CCTV terpasang di sana.
Keningnya berkerut heran.
Dia menatap Mirella penuh tanda tanya.
"Gue udah bilang jangan macem-macem! Berani-beraninya lo dateng ke sini!" bisik Mirella dengan gertakan ke dua rahangnya. Dia bicara sambil menunduk.
Ekspresi santainya sirna menjadi ekspresi marah atau mungkin malu, entahlah Gibran tak sempat menebaknya.
"Kita perlu bicara," kata Gibran tak ingin membuang waktu.
"Gue mohon sekarang juga lo keluar! Kalo Freddy sampai tau, dia bakal bunuh lo, Gibran!" Mirella berbicara dengan sorot mata yang menyiratkan ketakutan yang teramat sangat.
"Oh, jadi Freddy yang udah pasang CCTV itu? Dia ngintipin lo mandi setiap hari?" tanya Gibran dengan senyuman miring.
Percakapan ini tak boleh berlanjut, Mirella tak ingin Gibran dalam bahaya, hingga akhirnya dia mendongakkan kepalanya. Lalu berbicara setengah berteriak.
"Ya udah ya Mas, silahkan dibenerin wastafelnya, saya mau ganti baju dulu,"
Mirella langsung melangkah hendak keluar, dia melewati Gibran dan berharap Gibran mengerti untuk tidak berbuat aneh-aneh.
Sayangnya, apa yang diharapkan Mirella tidak sesuai keinginannya.
Begitu tubuhnya melewati Gibran, dengan gerakan yang begitu cepat, Gibran menarik lengan Mirella. Mendesak tubuh wanita berbalut handuk itu ke dinding kamar mandi.
Menguncinya dengan ke dua tangan.
Posisi Gibran aman karena dia membelakangi kamera, itulah sebabnya dia bisa melepas masker wajahnya.
"LO APA-APAAN SIH?" teriak Mirella berusaha melepaskan diri tapi Gibran tak memberinya akses untuk pergi.
"Jawab dulu pertanyaan gue, lo Mimikan?"
"Lo belum nyerah juga ya! Kenapa sih lo keras kepala banget!" ucap Mirella dengan wajah cemas, resah, gelisah, takut, dan gugup. Semua bercampur menjadi satu dalam benak wanita itu.
"Gue nggak akan pergi sebelum lo jawab pertanyaan gue. Lo Mimi kan?" tanya Gibran lagi dengan tatapan lurus dan tajam. Dada lelaki itu naik turun. Sekuat tenaga menahan diri untuk tidak lepas kendali akibat keintiman mereka saat ini.
"Harus berapa kali lagi gue bilang, gue bukan Mimi! Gue bukan cewek yang lo cari!" desis Mirella sambil melotot. Sesekali dia melirik ke arah CCTV itu. Mirella yakin Freddy akan menghukumnya setelah ini.
"Gue akan terus di sini, sampai lo ngaku!" tegas Gibran menantang. Dia menarik pinggul Mirella, memeluknya dengan sangat erat.
"Lo harusnya malu sama apa yang udah lo lakuin sekarang! Lo itu lelaki beristri! Nggak seharusnya lo seperti ini!" bisik Mirella lagi. Pelukan Gibran yang kuat memancing getaran lain di dalam tubuh Mirella. Terlebih dengan busananya yang super minim itu.
"Pernikahan gue sama Gaby cuma sandiwara! Selepas satu tahun nanti, gue dan Gaby akan bercerai sesuai perjanjian yang udah dibuat sama Gaby sendiri!" jelas Gibran.
"Terus? Apa hubungannya sama gue?" tanya wanita itu dengan kening yang berkerut. Bola mata Mirella terus bergerak menatap bola mata Gibran. Wajah mereka benar-benar dekat bahkan Mirella bisa merasakan hempasan kasar nafas Gibran di wajahnya saat itu.
"Setelah gue bercerai sama Gaby, gue akan menikahi lo, MIMI!"
Kedua bola mata Mirella mendelik lalu berputar, kepalanya menggeleng. "Lo gila!"
"Ya, gue emang udah gila! Gara-gara lo!" jawab Gibran cepat. Sebelah tangannya merayap di punggung Mirella berusaha melepas satu-satunya bahan yang menutup tubuh wanita dalam pelukannya itu.
Mirella tersentak saat jemari Gibran sudah berhasil menarik handuk bagian belakangnya. Menurunkannya ke bawah dengan gerakan super pelan.
"Lepasin gue!" desisnya yang kembali meronta. "Jangan sentuh gue lebih dari ini! Dan nggak seharusnya lo mendekat, karena lo akan menyesal!" tambahnya dengan wajah hampir menangis.
Gibran malah menyeringai.
Tatapannya lurus tertuju ke bibir Mirella yang sukses membuatnya mati penasaran.
Gibran mencium bibir itu tanpa permisi.
Mirella melotot kaget.
Jantungnya seolah mau copot.
Karena tak mendapat sambutan, Gibran melepas ciumannya.
"Gue akan terus melakukannya, bahkan bisa lebih dari sekedar ciuman, kalau lo tetap bersihkeras untuk nggak mengakui yang sebenarnya! Gue yakin lo Mimi! Lo nggak bisa mengelak terus dari gue! Bunga tulip yang lo taruh di atas makam nyokap gue cukup menjadi bukti paling akurat kalau lo itu emang Mimi!"
Mirella terdiam. Keterkejutannya bertambah tatkala Gibran membahas mengenai hal itu.
Gibran semakin menurunkan handuk Mirella tapi Mirella berusaha menahan meski gundukan payudaranya hampir terpampang setengah di hadapan Gibran dan menempel di dada lelaki itu.
Mirella kembali menggeleng. "Gibran, gue mohon..." katanya lirih. Air matanya sudah menggenangi pelupuk mata.
Sayangnya Gibran tidak perduli.
Lelaki itu kembali mencium bibir Mirella. Bahkan tidak hanya sekedar mencium tapi juga menyesap leher Mirella di beberapa titik hingga menyisakan noda merah di kulit leher Mirella.
Pelukannya dia perkuat saat Mirella berusaha untuk melepaskan diri.
Gibran terus mencumbu Mirella.
Sampai akhirnya, Mirella pun menyerah juga.
"Oke, gue emang Mimi! Berhenti Ib! Gue Mimi! PUAS LO?"
Gibran menjauhkan wajahnya dari leher Mirella dan kembali menatap wajah Mirella yang sudah menangis.
Lelaki itu tersenyum.
"Sesulit itukah untuk mengakuinya, Mimi?" ucap Gibran yang langsung mendekap kuat-kuat tubuh Mirella dan membenamkan kepalanya di balik bahu Mirella yang masih menangis.
"Gue kangen sama lo, Mi..." bisik Gibran saat itu.
"Jangan pergi lagi..."
Mereka masih di sana.
Di dalam kamar mandi itu.
Ketika tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamar mandi dari luar.
"Hon... Honey? Kamu di dalam?"
Dia Freddy.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (151)

  • avatar
    Nouna Noviie

    lanjutt dooongg...... jadi penasaran apa bayi yg akan d adopsi itu setelah dwasa nanati akan membalaskan dendam sang ibu kandung... apa bila mngetahuin cerita semasa hidup ibu y dan mengetahuin bahwa ayah angkat'y lah Gibran yg sudh membunuh ibu y...!!??? ini Novel baguss menurutku berhasil membawa pembaca masuk ke dalam suasana isi novel ini😍

    22/12/2021

      2
  • avatar
    Mela Agustina

    seruu bgt demi apapun😭🤍🤍

    20d

      0
  • avatar
    WaniSyaz

    Seru banget

    14/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด