logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 1

'Banyak orang bertanya, mau sampai kapan kau hidup menderita seperti saat ini?
Aku hanya menjawab skeptis
Sampai aku bertemu dengannya yang sudah mati atau
Aku memilih mati dan mencarinya dengan cara lain'

“Ini sudah yang ke berapa kali?” Seorang pimpinan perusahaan high class, duduk bersandar di belakang meja kerja, tidak benar–benar menatap pria paruh baya yang berseragam security di hadapannya.
“Maafkan saya, pak. Saya tidak akan…”
“Sudah yang ke berapa kali?” ia tidak memberi kesempatan pegawainya memberi penjelasan, ia tidak punya waktu untuk hal seperti ini.
Pegawai itu terlihat sangat gugup. Sorot matanya tidak fokus, tubuhnya agak bergetar dan jemari tangannya berkeringat. Pimpinan yang usianya terpaut jauh lebih muda dari bawahannya itu mengambil secarik kertas dari atas meja.
“Bapak Sudiyono, anda tahu kesalahan apa saja yang telah anda buat? Ketiduran saat jam kerja, meminta cuti yang terlalu lama, sering terlambat masuk.”
“Tolong beri satu kesempatan lagi, pak. Saya janji akan berubah.”
“Segera kemasi barang-barangmu Pak Sudiyono, perusahaan tidak memerlukan kinerja seperti anda.” Laki-laki itu memutar kursinya, tidak ingin melihat wajah memelas penuh penderitaan yang akhirnya melangkah gontai keluar ruangannya.
Bersamaan dengan keluarnya pegawai, seorang wanita muda berusia dua puluh tahun melangkah masuk dengan sikap cerianya. “Pagi, pak!” ini adalah hari pertamanya menjadi asisten magang sekretaris pimpinan. Harus penuh semangat walau banyak kejadian mengejutkan di hari pertama kerjanya.
Liona, mahasiswi semester 5 yang memilih magang di perusahaan relasi ayahnya untuk menyelesaikan studi. Ia telah tumbuh menjadi gadis dewasa anggun yang diinginkan kedua orangtuanya. Sejak insiden tiga tahun silam, Liona bertekad untuk menjadi anak yang bisa dibanggakan, sebaik mungkin agar bisa menggantikan posisi kakaknya, walau menurut mamanya itu adalah hal yang mustahil.
Ia melangkah mendekat sambil memperhatikan sekeliling dengan perasaan takjub. Ruangan pimpinannya ini lebih besar dibanding pimpinan dari divisi lain. Semua interior terkesan berkelas dan minimalis, di tata begitu kaku hingga mencerminkan kepribadian si pemilik ruangan.
“Kau sudah mengatur jadwal rapatku?”
“Sudah pak, dan saya juga telah menyelesaikan berkas-berkas yang bapak minta.” Liona memberikan beberapa map ke tangan pimpinannya.
“Bagus, pertahankan kinerjamu. Setelah kau wisuda, aku bisa merekomendasikanmu di perusahaan ini.” ucapnya, datar. Selalu datar. Kapan sih pemuda satu ini bisa terlihat rileks? Gerutunya dalam hati.
“Pak, boleh tidak saya bicara sebagai…. adik?”
Laki-laki itu menghela nafas, tidak suka. “Liona, sudah kubilang jangan bicara masalah pribadi di kantor. Lebih baik kita bicara saat jam makan siang di luar. Belajar profesional, Li."
“Liona hanya mencemaskan sikap kakak yang semakin hari semakin arogan. Apa kakak tidak merasa bersalah banyak pegawai yang kakak pecat pagi ini? satpam, office boy, sampai manajer senior kakak pecat secara tidak hormat. Liona takut, kakak banyak dibenci orang.” Liona tidak peduli dengan sikap profesional, ia harus menyadarkan seseorang yang telah ia anggap sebagai kakaknya untuk berubah.
“Aku tidak takut dibenci, karena aku benci semua orang. Kembali pada pekerjaanmu, nona Liona.” Perintahnya lalu kembali larut dalam kesibukan memeriksa berkas, merasa Liona sudah tidak ada lagi dihadapannya.
“Apa semua ini karena Kak Sarah?”
Mendengar nama keramat itu membuat napasnya tercekat. Ia berusaha untuk tetap tak acuh. “Back to your job, Now.” Pertanyaan Liona begitu tajam, seperti mengiris luka lama yang telah susah payah dijahit sedemikian rupa, berusaha menutup luka namun tidak pernah bisa.
Kak Charisma…
***
Cuaca hari ini tidak bersahabat, masih berawan gelap namun belum hujan. Aku mendongak menatap langit, Kurentangkan kedua tangan menikmati angin yang berhembus menerpa wajahku. Sangat damai. Posisi berdiri di tengah taman sambil merentangkan kedua tangan, kulakukan selama hampir tiga menit. Sampai suara seseorang meneriakiku, menyadarkanku pada kenyataan bahwa aku berada di tengah keramaian taman kampus.
“Ara!!”
Hei, Titan! Siang yang cerah!!” aku tersenyum lebar melihatnya tergesa-gesa menghampiriku. Titan adalah sahabat terbaikku sepanjang masa. Kami menikmati masa kecil bersama, tinggal di tempat yang sama, bekerja paruh waktu bersama, dan dibesarkan dengan ibu yang sama. Ibu Miah, ibu kandungku sekaligus ibu angkat Titan. Senyumku semakin lebar melihatnya membawa sekotak besar makanan.
“Ara, malu-maluin aja deh!” Titan menarikku, menyuruhku menepi di bawah pohon mangga dekat kami berdiri.
“Lagi menikmati angin tau!” protesku seraya memaksa melepas pegangan tangannya.
“Tapi posisinya jangan kayak gitu dong, merasa di film titanic apa?” dengan gaya lucunya titan merentangkan kedua tanggannya lalu pinggulnya mulai bergoyang tak jelas. Aku langsung mual melihatnya. “Gila.”
“Tadi kamu bilang apa? Siang yang cerah? Hello…ini mendung say.” Ia bergegas duduk di gundukan tanah yang kering, membuka kotak makanannya seperti seorang ibu yang menyiapkan bekal anaknya.
Aku memutar bola mata, dalam hati tertawa melihat tingkah sahabatku yang tidak pernah tidak lucu.
“Mau dong!” kulirik bekal Titan, hanya telur dadar kecap dengan nasi putih yang terlalu banyak namun mampu membuat perutku berteriak minta diisi.
“Ini juga buat berdua, ibumu yang nitipin ke aku.” Setelah membuka kotak dan mengambil sendok, Titan menyerahkan kotak makan itu ke tanganku. “Makasih.” Gumamku sambil melahap telur dadar itu tanpa ampun.
“Ya ampun, cantiknya…” pandangan terpesona Titan membuatku ikut menoleh, memperhatikan seseorang yang sedang memarkirkan mobilnya tidak jauh dari tempat kami duduk.
Cantik. Tidak, maksudku sangat cantik. Memang ada banyak model yang sering kami temui di kampus ini, namun kurasa dia yang paling cantik. Tubuhnya ideal, tinggi semampai dengan kulit putih orang kaya, wajahnya dari mata, hidung hingga bibir semuanya seperti terukir dan simetris, rambutnya tergerai sepinggang berwarna hitam dan banyak semburat merahnya, melihat gadis itu membuatku membayangkan sosok Isabela Swan di film Twilight. Hampir sama persis, pakaiannya pun tidak membuat orang yang melihat sakit mata, hanya jeans, sweater biru muda dan brown sneaker, itu saja.
Aku tahu orang seperti dirinya pasti bagus memakai pakaian apapun, tapi tetap saja aku merasa tersisihkan melihatnya sangat cantik hanya dengan sweater sedangkan aku tidak akan bisa.
“Tan, dia anak kelas mandiri ya? Siapa sih namanya?” tanyaku melihat Titan yang terus memandangi sosok gadis itu tanpa berkedip.
“Kenapa? Suka juga? sorry, nggak ada lowongan buat cewek setengah jadi kayak kamu.” Tegas Titan, merasa memiliki.
“Apa?” keningku berkerut, pura-pura tersinggung. “Kalau aku cewek setengah jadi kamu apa? Cowok setengah jadi?” ledekku, seakan mengajaknya bertengkar. Tapi benar, sedetik kemudian Titan sudah mengacak-acak rambut pendekku dan aku membalasnya dengan mengigit lengan kurusnya dan menarik-narik rambutnya, sukses membuat Titan berteriak kesakitan.
Aku tertawa melihat tingkah kami seperti pertengkaran dua perempuan labil yang saling menarik rambut untuk memperebutkan cowok idaman. Mengaku kalah, Titan mendorongku menjauh dan dengan cepat merapikan rambut klimisnya kembali seperti sedia kala.
“Aku seperti bertengkar dengan simpanse.” Gerutunya, tapi tidak bisa menutupi senyumnya melihatku yang dari dulu sudah acak-acakan menjadi bertambah parah.
“Aku tahu.” Aku berdiri, merapikan T-shirt hijau longgarku dan menaikan poni depanku membuat jambul. “Yang penting tetap keren.”
Titan tidak dapat menahan tawanya lagi, “Ha..ha….kau ini.” dalam sekejap tangannya merusak jambul buatanku dan mengacaknya kembali. “Ayo masuk kelas! Ada kelas manajemen bisnis setelah ini.”
“Namanya siapa?” tanyaku, masih penasaran.
“Liona Amalia, dia satu kelas denganku di mata kuliah Ekonomi Internasional. Tidak terlalu cerdas, tapi sangat menarik.” Titan berjalan mendahuluiku. Aku menganguk paham, lalu menoleh sekali lagi ke tempat parkiran mobil dan melihat model itu tengah melihat ke arahku.
Tepatnya, kami saling bertatapan untuk sekian detik. Ia kini bersama dua teman yang lain, melihatku sekilas lalu kembali dengan aktivitasnya.
Liona Amalia…

หนังสือแสดงความคิดเห็น (75)

  • avatar
    BotOrang

    bagus

    21/08

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus endingnya👍

    21/03

      0
  • avatar
    NoepRoslin

    Kalau dah jodoh tak kan ke mana. Walaupun terpisah pasti akan berdatu kembali..🥰🥰

    22/07/2023

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด