logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 9 Mutiara yang Berbeda

Bulan madu bagi pasangan suami istri memang manis rasanya. Bagi Bima, berdekatan sepanjang hari, menikmati ekspresi lepas Tiara membuat hatinya hangat. Tiara sendiri sepertinya menikmati kebersamaan mereka, dia banyak tertawa dan malu-malu kalau digandeng dan difoto mesra berdua Bima.
"Besok kita jalan-jalan ke pantai, ya. Pengen diving trus snorkeling nih, siapa tahu ketemu ikan duyung yang bisa kuajak pulang dan kujadikan istri kedua," seloroh Bima saat Tiara mencebikkan bibirnya. "Konon ikan duyung cantik dan seksi."
"Dugong? Seksi?" Tiara memutar bola mata. "Asal jangan kamu bawa pulang trus kamu sembelih."
"Apa aku sekejam itu?"
"Kamu kan raksasa yang sadis. Jengkol aja bisa kamu gepret dijadikan kerupuk. Apalagi ikan duyung seksi dan lemah lembut begitu."
"Apa kamu bilang? Raksasa? Coba bilang lagi ... coba kalau berani ... hey, Liliput!"
Senja yang jatuh jadi saksi saat Tiara cekikikan dan lari meninggalkan Bima. Laki-laki itu mengejarnya dan begitu terjangkau tangannya, Bima memiting Tiara lalu mengendongnya santai di bahu.
“Turunin akuuu!”
Mengabaikan Tiara yang menjerit-jerit dan memukul punggungnya, Bima terbahak-bahak menuju resort.
***
"Ini menu khas resort kami. Setiap pengunjung yang berbulan madu akan diberi gratis seporsi. Silakan dicoba."
Bima dan Tiara menatap piring di hadapan mereka. Sembari mengernyit Bima mengangkat piring itu, memperhatikan isinya, mengendus penasaran. Tiara mengunyah puding pencuci mulut dengan santai. Makan malam mereka harusnya sudah selesai, tapi chef resort sendiri mengantarkan menu yang katanya khusus ini.
"Kayak kentang goreng."
"Dicobain aja daripada penasaran," Tiara mengambil satu dan menggigitnya sedikit. "Mirip cumi. Bumbu rica-ricanya pas ini. Pedas dan gurih."
Bima mencomot dan menikmatinya dengan khusyuk," Enak, ya. Jangan lupa tanyain pelayan apa nama menu ini biar besok bisa dipesan lagi."
Tiara mengangguk. Setelah hidangan tandas semua, mereka memanggil pelayan yang datang membawa bill.
“Yang ini, namanya apa?” tanya Tiara bersamaan Bima yang antusias.
"Oh, ini namanya insonem Mas, Mbak." Pelayan tersenyum sambil menyodorkan kartu milik Bima setelah transaksi pembayaran selesai. "Ini cacing laut. Cacing ini kaya protein sehingga pas sekali untuk yang sedang berbulan madu seperti Mas dan Mbak."
"Kenapa begitu?" Tiara mulai cemas. Diliriknya Bima yang juga menatap pelayan menunggu jawaban.
"Karena bisa meningkatkan stamina dan keperkasaan pria. Jadi bisa bertahan lama dan berkali-kali, Mbak."
"What!"
***
Ranjang yang cuma satu itu kembali jadi perdebatan berikutnya. Tiara menyusun guling dan bantal, menempatkannya sebagai pembatas antara mereka. Lalu Bima wajib tidur membelakangi Tiara. Meski begitu dia tak juga bisa tertidur padahal badan berasa remuk, lelah setelah berjalan.
Suara ngorok Bima terdengar tiba-tiba. Tiara mengeram kesal. Dia bangkit dan duduk di ranjang, menatap punggung Bima dengan cemberut.
Perlahan isengnya kambuh. Tiara turun dari ranjang, berjalan berjingkrat ke hadapan Bima lalu memencet hidung Bima keras-keras. Bukannya gelagapan, Bima tiba-tiba membuka mata dan tersenyum lebar. Pura-pura tidur ternyata dia.
Kesal, Tiara menoyor kepala Bima yang langsung mengeluarkan ancaman," mau coba khasiat cacing laut, Tiara?"
Tiara mati kutu, diam tak berkutik.
***
"Wuuuhuuuuuu ...."
Bima mengepalkan kedua tangan lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Gembira melihat pantai cantik dengan ombak yang belum terlalu tinggi. Langit biru melatarbelakangi pantai berpasir putih ini. Cantik sekali.
Suasana lumayan ramai. Tiara mengangkat kameranya lalu menjepret Bima yang sedang berpose di samping papan nama "Welcome To Saleo Beach Raja Ampat". Tahu-tahu dua perempuan asing datang mendekat, mengajak Bima foto bersama. Dengan kamera mereka tentu saja.
Tiara berusaha tersenyum, membalas lambaian tangan perempuan-perempuan itu pada Bima. Meski ada gemuruh di dadanya yang sama sekali tidak ingin dia akui.
"Aku kepengen berenang." Bima menggandeng tangan Tiara, mengajaknya mendekat ke bibir pantai. "Bareng ya."
"Kamu aja. Aku tunggu disini." jawab Tiara malas-malasan. Dia mencari posisi untuk duduk di atas pasir beralas sandalnya. "Panas. Nanti aku hitam."
"Halah sudah sold out masih gaya," ledek Bima lucu. "Tunggu disini ya, jangan pecicilan."
Mendadak Bima mengangkat baju kaus yang dikenakannya, meloloskan dari atas kepala. Tiara terkesima, antara kaget dan takjub.
Badan Bima bagus, dengan perut tanpa lemak. Ada beberapa bagian yang menonjol tapi padat pada dada dan lengannya seperti atlit fitnes. Dada bidangnya begitu menggoda. Tiara mendesis, mengalihkan pandangan dari tubuh kekar Bima. Pipi Tiara memanas begitu saja.
Sekarang Bima hanya mengenakan celana surfing ketatnya. Tiara sampai tidak berani mengangkat wajah, pura-pura sibuk mengutak-atik telepon genggamnya. Setelah berpesan sekali lagi agar Tiara jangan kemana-mana, Bima mengayunkan langkahnya mantap ke pantai.
"Hai, are you available?"
Astaga! Tiara mendengar ujaran itu dengan jelas. Lima wanita muda, sepertinya orang asing sedang mendekat pada Bima. Mereka menyapa, berkenalan, lalu mengajak Bima berfoto.
Lalu seorang perempuan lagi. Cantik. Badannya bagus dengan balutan bikini yang pas, datang menghampiri Bima. Menggoda, menitip nomor handphone, lalu melambai pada Bima.
Kemudian beberapa orang lagi datang mengerumuni Bima, menyangka laki-laki itu artis yang sedang liburan. Perempuan-perempun dalam rombongan itu jelas-jelas menunjukan ketertarikan mereka pada Bima.
Laki-laki itu tertawa. Suami Tiara tampak bahagia. Bahkan ia tidak menepis ketika seorang perempuan cantik mengulurkan tangan dan dengan satu jari telunjuk kanannya menggores dada hingga ke perut Bima. Bima malah membalas tatapannya intens.
Tiara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia merasa tak tahan lagi. Dadanya sesak, siap meledak. Hatinya mendadak sakit. Tiara merasa diabaikan.
Perempuan-perempuan itu cantik dan seksi. Mirip Dara. Tidak seperti Tiara. Mereka semua menarik. Mereka pandai menggoda. Tiara kaku dan membosankan. Mereka tahu apa yang mereka inginkan. Tiara bodoh dan memalukan.
Dada Tiara naik turun dengan cepat. Emosinya terbakar. Sekali sentak dia berdiri dan berjalan menjauhi tempat Bima yang masih tertawa-tawa dengan para kenalan barunya.
Bima terlalu menarik. Parasnya tampan dan badannya bagus. Seharusnya dia didampingi perempuan yang sepadan dengannya. Bukan seperti Tiara. Bima berhak mendapat istri yang membuatnya bangga, bukan sosok seperti Tiara.
Tiara mendongak, mencegah air mengalir dari kelopak matanya. Rasanya dia ingin meraung, memarahi dunia. Mengapa seorang Tiara harus selalu mengalah bahkan pada perempuan-perempuan yang tidak dikenalnya. Setelah Dara, pada siapa lagi Tiara harus memberikan kemenangan? Siapa?
Jejak kaki Tiara menyusuri pantai dan membawanya makin jauh dari Bima. Tanpa disadari, Tiara melangkah makin ke tengah pantai.
Tiba-tiba Tiara terkesiap. Kakinya menginjak sesuatu yang licin dan membuat dia terpeleset. Tiara mengap-mengap setelah menyadari dia berada di kedalaman air yang lumayan tinggi. Rasa panik yang menyerbu membuat Tiara semakin memberontak.
Saat Tiara mulai kehabisan napas dan lemas, dia menyadari kalau Bima sedang jauh dari dirinya dan tak mungkin tergapai. Sangat jauh.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (129)

  • avatar
    FahrizaBayu

    👍🆗

    24/02/2023

      0
  • avatar
    Alfatan

    bagus

    05/08/2022

      0
  • avatar
    JksHendy

    mtap cerita y

    02/08/2022

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด