logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 23 PERNYATAAN II

Andreas terkejut mendengar pernyataan cinta dari Lira. Bukan karena ia tidak pernah mendapat pernyataan cinta, karena percayalah Andreas sampai bosan mendengar wanita-wanita menyebut kata cinta hanya untuk sekedar bisa memcicipi hartanya.
Tapi Lira, dia adalah putri dari Keluarga Prawira yang merupakan rekan bisnis Ayahnya dan pasti nya tidak kalah kaya dari nya. Dan lebih utama lagi, itu karena dia Adik Perempuan Johan. Seorang yang menurut Andreas munafik dengan topeng senyum dan segala prestasi nya.
"Aku suka Kakak..." Ulang Lira dengan wajah memerah. "Sejak pertama melihat, aku sudah suka..." ia menunduk.
Andreas garuk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia memang tahu jika Lira suka dengannya, tapi tidak menyangka akan secepat ini gadis itu menyatakan.
Namun wajah bingung nya segera terganti kan oleh segaris senyum tipis. "Johan sialan yang merasa dirinya sempurna itu sekali-kali memang harus di beri pelajaran." ia terkekeh dalam hati.
Andreas memang jahil, dan dia sedikit iri dengan Johan yang selalu di banding-banding kan dengan diri nya oleh Ayahnya, yang merupakan rekan bisnis Ayah Johan. Dan ia makin kesal karena kesombongannya menantang Johan Tae kwon do tempo hari harus di bayar dengan rasa malu karena ia yang kalah, bahkan harus berakhir di rumah sakit.
"A, apa aku ada harapan untuk..."
"Tentu saja !" Andreas menjawab cepat, bahkan sebelum Lira menyelesaikan kalimatnya.
Mata Lira membulat, ia menatap wajah Andreas dalam-dalam.
"Maksud ku..."
"Kau mau bertanya apa ada harapan untuk jadi Pacarku kan ?" Lelaki bermata sipit itu tersenyum, membuat Lira terkejut dan menutup mulutnya yang membuka dengan kedua tangan.
Lira yakin wajahnya sekarang sudah memerah, karena ia merasa begitu panas pada bagian wajahnya dan dadanya yang berdebar tak karuan.
"Apa tebakanku salah ?" Andreas kembali berkata karena Lira yang masih diam tak berkata.
Lira langsung gugup, ia semakin panik dengan kedua tangannya yang bergerak-gerak tak tentu arah.
Andreas terkekeh, ia merasa lucu dengan wajah Lira yang memerah dan tingkah polosnya yang tidak seperti wanita-wanita kebanyakan yang ia temui.
"Eng, enggak salah Kak..." akhirnya Lira bisa berkata. Ia benar-benar tidak menyangka jika keberaniannya akan bersambut manis.
"Jadi ?" lagi-lagi Andreas tersenyum ke arah nya. Senyum yang bagi Lira sangat mematikan marena bisa membuat jantungnya berpacu lebih cepat.
Lira kembali menunduk. "Apa...Apa Kakak mau menerima ku ?" tanya pelan, sangat pelan.
"Aku gila kalau sampai nggak menerima wanita secantik dirimu." Andreas berkata pasti. Walaupun ia sebenarnya dalam hati tertawa geli dengan gombalannya sendiri.
Lagi-lagi ekspresi Lira yang tersipu dengan mata berbinar menatap dirinya, dapat ia baca. Dan Andreas semakin seneng karena nya.
"Maksud Kakak..??" Lira masih tak percaya.
"Sudah deh jangan buat aku kesal." Andreas berkata dengan nada bercanda,  meskipun ia agak kesal juga karena Lira yang menurutnya sedang pura-pura tak mengerti.
Lira tersipu sambil menunduk, ia senang.
Tiba-tiba Andreas sudah mencondongkan tubuhnya dan mencium keningnya, membuat Lira mengangkat wajahnya terkejut menatap Andreas yang tengah tersenyum melihatnya.
Lira hampir sesak nafas karena nya walaupun kini mereka di dalam mobil yang masih menyala dengan AC yang menambah nyaman untuk mereka duduk. Tapi saat ini Lira serasa sangat sulit bernafas karena jantungnya yang berbebar-debar dengan wajah memerah dan telapak tangannya yang berkeringat dingin sangking gugup dan terkejutnya.
"Aku boleh kan mencium Pacarku ?" tanya Andreas dengan wajah tanpa dosa.
"...A..ii..iyaa..." Lira menunduk malu. ia merasa wajahnya seperti terbakar karena begitu panas. Cinta pertamanya bersambut, dan bahkan Lelaki itu mengatakn bahwa dia adalah pacarnya dan mencium keningnya. Hati Lira serasa melambung tinggi.
"Berarti mulai hari ini kau Pacarku." Andreas tersenyum lebar.
Lira menutupi sebagian wajahnya sangking senangnya. Ia teringat Anya yang dengan blak-blakan menyatakan cinta pada Kakaknya. "Ternyta jadi agresif nggak selamaya memalukan." ia berkata dalam hati.
Andreas terkekeh melihat sikap Pacar baru nya yang pemalu. "Nggak sabar lihat reaksi si Sial itu kalau tahu aku pacaran sama Adik nya." ia tertawa dalam hati.
Andreas memang jahil, ia menjadikan Lira pacarnya lantaran masih sakit hati karen kalah tae kwon do dari Johan tempo hari. Ia juga selalu kesal dengan Lelaki yang selalu di ributkan oleh wanita-wanita di kampusnya lantaran wajahnya yang tampan dan lebih maskulin dari pada dia yang menurutnya seperti perempuan.
Lebih sebal lagi karena Johan yang kerap menyindirnya soal peraturan yang memang tidak di jalaninya dengan baik tapi tidak ada yang berani menegur lantaran dia yang anak Pemilik Universitas.
Sama sekali Andreas tidak menyangka, keputusannya yang hanya ingin main-main dan sedikit membuat Lelaki itu kesal akan berujung nyawa melayang dan dendam tak berkesudahan.
Sementara itu di Apartemen pusat kota, mobil yang di kendarai Johan sudah terparkir di parkir basement. Ia sudah rapi dengan rambut yang masih sedikit basah dan bau harum segar maskulin yang samar tercampur aroma sabun dan sampo yang menjadi satu. Tentu saja sebelum sampai di sini ia telah mengantarkan Pacar kecil nya yang hampir menghabiskan tenaganya itu pulang ke rumah nya.
Johan melangkah kan kaki dan langsung menuju lift menuju lantai lantai 28. Saat ia sudah sampai di lantai yang di tuju, dan berjalan keluar dari lift getar ponsel dari saku celananya terasa.
"Aku hampir sampai." ia berkata setelah mengeser layar bertanda hijau dan meletakkan ponsel ny di telingan kanan. Tanpa menunggu orang yang menelponnya berkata, Johan langsung mematikan ponselnya dan memasukan kembali ke dalam saku celanya.
Ia sampai di depan salah satu pintu kamar Apartemen yang berjajar rapi di ruangan yang mirip lorong tersebut. Dan tanpa menunggu ia langsung memencet beberapa tombol pengaman yang terpasang di samping pintu kemudian membuka handle nya.
"Kenapa lama sekali ?" Sonia langsung berkata marah begitu Johan masuk ke ruangan.
Tapi tampaknya lelaki itu tak begitu peduli jika wanita berambut panjang itu kini sedang marah.
"Aku berkali-kali menelpon mu tapi kau nggak angkat." kembali Sonia berkata, kali ini nada bicaranya lebih tinggi karena Johan mengacuhkannya dan malah berputar mengelilingi meja ruang tamu, kemudian duduk di sofa dengan tenang.
"Kau pasti tadi sedang bersama gadis nggak tahu malu itu kan ?" tuduh Sonia dengan wajah yang di liputi kecemburuan
"Kau kan tahu aku dan dia sekarang berpacaran." Johan berkata santai.
Gigi Sonia bergemeluk menahan amarah. "Kenapa kau menerima nya ? Dia nggak berguna !" teriaknya.
Johan menghela nafas panjang tanpa melihat ke arah nya. Suasana hatinya makin tidak baik.
"Karena Adik mu yang meminta ?" Sonia berdiri di depannya.
Johan masih duduk diam dengan raut wajah tenang nya yang seperti biasa.
Sonia makin kesal. "Apa kalau Adik mu meminta mu terjun dari lantai atas kau juga akan menurutimya ?!" umpat nya.
Johan mendengus lagi. "Aku sedang kesal Sonia Sayang..." ia sengaja melembutkan nada bicaranya. "Lebih baik kau langsung berikan obat nya pada ku, ya..?" ia tersenyum lebar namun dengan mata yang menatap bengis ke arah nya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (186)

  • avatar
    hisammudindamia batrisyia

    nice

    25/06

      0
  • avatar
    leynselly

    bagus banget,,,

    19/01

      0
  • avatar
    TopJunak

    hai yg seru ya ceritanya

    09/01

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด