logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Rendra

Afi membuka matanya perlahan. Ia merasa badannya sedikit lelah akibat kurang tidur semalam. Aldo menyuruhnya ke rumah sakit membawakan baju ganti tanpa mengerti kondisinya yang juga lelah setelah pergi seharian kemarin di tambah melayani Aldo tadi malam.
Afi membayangkan kejadian itu dengan memejamkan matanya berharap itu semua hanya mimpi. Setelah suami mendapatkan kepuasan dengannya, ia bahkan tampak seperti pria bodoh yang tak mengingat bagaimana ia mengucapkan rayuan jika sedang menginginkan haknya terpenuhi. Kadang mengingat hal itu membuat Afi kembali terluka.
Alin masuk rumah sakit bukan karena dirinya, tapi karena memang ia yang nekat keluar malam-malam dan mengganggu ketenangan tidurnya.
Afi yakin, sebentar lagi mertuanya pasti akan memarahinya habis-habisan karena kejadian ini. Pasti Alin akan bilang pada mertua nya kalau semua ini adalah ulahnya.
Alin menarik nafas perlahan dan mengeluarkanya dengan relax. Ia membuka ponselnya dan melihat jam pukul setengah enam. Ia bergegas bangkit karena waktu subuh sudah hampir habis.
Setelah mandi dan sholat Afi berencana pergi ke tempat kerja untuk mendiskusikan pekerjaan apa yang akan dikerjakan hari ini. Ia ditugaskan di bagian editor naskah yang akan di gunakan untuk penerbitan macam iklan dan percetakan sebuah karya yang akan dijadikan film.
Walau dulu ia mengambil jurusan lain saat kuliah, tapi ia juga tak kalah pandainya menyesuaikan pekerjaanya. Kepintarannya dalam hal bisnis dan seni akan ia tuangkan dalam kerjanya. Ia harus bekerja keras membangun pondasi yang kokoh agar bisa kuat melawan kerasnya kehidupan.
Bagi wanita, materi adalah hal yang sama pentingnya selain cinta. Wanita akan merasa dihormati jika ia berhasil dalam hal pemenuhan materi hidupnya. Bagi Afi hal itu bisa iya, bisa juga tidak. Iya, untuk materi yang memang ia dapatkan karena usaha dan kerja keras dalam memperolehnya. Dan tidak, jika untuk materi yang didapat dengan cara merampas kebahagiaan orang lain. Macam Alin, misalnya.
Afi sangat menyayangkan sikap Alin yang menganggapnya akan lemah jika tanpa Aldo. Afi hanyalah wanita yang menghormati sebuah hubungan, ia akan menjaga sesuatu yang ia miliki sampai ia bosan dan melepaskannya.
Bukan Afi lemah, Afi hanya mencoba bersabar dan menunggu berubahnya sifat sang suami.
Afi bersiap pergi bekerja dengan baju casual yang sepadan dengan profesinya. Di kantor itu, pekerjaan editor merupakan pekerjaan yang sangat di gandrungi para karyawan. Karena jika mampu menghasilkan pekerjaan yang bagus, maka ia akan mendapatkan bonus yang besar.
Afi mengendarai mobil miliknya dan melaju dengan kecepatan sedang. Jam kerjanya masuk pukul 7.30 menit, dan sekarang pukul tujuh. Masih ada waktu 30 menit untuk sampai di tempat kerja.
Saat mengemudi telpon Afi berdering, tertera nama Aldo di sana. Afi mengacuhkan panggilan suaminya dan memacu mobilnya sedikit cepat agar tidak terlambat ke tempat kerja.
Afi memarkirkan mobilnya yang telah sampai di garasi kantor. Ia mengucap bismillah dan berdoa semoga Allah mempermudah pekerjaannya di tempat ini.
Afi tersenyum ramah kepada seluruh karyawan yang berpapasan dengannya dan melangkah menuju ruang kerja bosnya. Kemarin pihak HRD belum memberikan arahan di mana ia harus melakukan aktifitas kerjanya di kantor karena bos belum datang karena ada rapat di Medan.
Afi hanya diberitahu ruang yang harus ia kunjungi saat pertama memasuki hari kerjanya. Ia memandang ruang di depannya dan mengetuk pintu itu perlahan.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk."
Afi membuka daun pintu perlahan dan melihat seorang lelaki yang sedang sibuk dengan kertas yang sepertinya sedang ia tanda tangani.
"Maaf, Pak. Saya Nafisha, biasa dipanggil Afi. Saya karyawan baru di bagian Auditor. Kemarin saya diminta menemui Bapak sebelum saya memulai pekerjaanku ini." Afi mencoba memecahkan kegugupannya dengan memperkenalkan diri dan tersenyum ramah.
Lelaki itu menghentikan aktivitasnya dan melirik ke arah Afi.
Afi terkejut saat ia mengenal orang yang sepertinya sangat familiar di otaknya. Namun ia memilih berpura-pura tak tahu dan menganggapnya bos perusahaan ini.
"Duduk!"
Afi menuruti perintahnya untuk duduk di depannya. Perasaannya campur aduk antara gugup dan malu.
"Nafisha? Pernah SMA di mana?" Afi tercengang dengan pertanyaan itu. Sekolah dimana? Apa pentingnya pertanyaan itu, menurut Afi itu pertanyaan tak berbobot sama sekali.
"Di SMK Tunas Baru, Pak. Kenapa? Apa Bapak sekolah di sana?" tanya Afi malas.
"Afi? Bukankah kau sudah menikah? Apa suami tidak bekerja sehingga kau melamar pekerjaan di sini?"
"Bapak tidak usah membicarakan masalah pribadi saya di sini. Saya di sini hanya untuk bekerja dan menyalurkan kepandaian saya, bukan soal materi saja. Lebih tepatnya, mencari kepuasan diri saya sendiri."
"Oh … oh ... oh! Nafisha, cewek yang menjadi angel di sekolah tiba-tiba datang melamar pekerjaan ke sini karena merasa dirinya tak puas di rumah. Sungguh mencengangkan." Afi melongo mendengar ucapan menyebalkan lelaki di depannya ini. Jika bukan atasannya, sudah pasti ia akan Afi pukul dengan sepatunya.
"Maksud Bapak apa bicara seperti itu pada saya? Saya berhak menentukan keputusan saya sendiri untuk bagaimana menjalani kehidupan ini. Apa Bapak keberatan saya bekerja di kantor ini?" ucap Afi menatap dingin Bosnya ini. Sepertinya ia akan gagal bekerja di perusahaan miliknya ini.
Rendra, lelaki yang selalu mengikutinya kemana ia pergi. Lelaki ini sangat suka membuat Afi naik darah. Sifatnya yang suka usil dan bikin gaduh seluruh sekolah karena tingkah konyolnya. Namun, ia terkenal pria yang menjadi idaman para wanita.
"Tidak, cuma_" ucap Rendra sengaja memotong perkataannya pada Afi.
"Cuma kamu nggak cocok jadi auditor, kamu cocoknya jadi asisten saya," imbuh Rendra.
Afi geram pada sosok di depannya ini. Bagaimana mungkin ia harus menjadi asistennya yang harus bekerja penuh dan mengikutinya kemanapun ia pergi.
"Maaf, Pak. Saya nggak bisa. Saya mempunyai suami yang juga harus aku urus. Kalau bapak tak mengizinkan saya. Bekerja di sini, saya pamit. Sia-sia saja interview kemarin kalau begini. Dasar, lelaki beo." Afi ingin beranjak dari tempatnya duduk, tapi tangan Rendra mencegatnya.
"Tunggu! Kau sangat tak sopan sekali, Nafisha. Pikirkan tawaranku, aku akan menggajimu tiga kali lipat dari gaji seorang editor. Aku akan menunggu keputusanmu kapanpun itu. Jika kau berubah pikiran, hubungi saja nomorku." Rendra memberikan kartu namanya pada Afi dan Afi segera beranjak dari sana dengan perasaan dongkol.
"Awas kau Rendra! Tak dulu, tak sekarang, kamu selalu buat aku naik darah," gerutu Afi.
Afi keluar dari kantor Rendra dan berjalan menuju mobilnya. Rencana untuknya bekerja bersama Rendra sepertinya harus kembali ia pikirkan matang-matang. Afi memilih kembali kerumah dan mengemudikan mobilnya pelan untuk pulang.
Afi memasuki garasi rumahnya, saat hendak masuk rumah ponselnya kembali berdering. Kini nama mertuanya yang terpampang di sana.
[Hallo, Assalamualaikum.]
[ Wa'alaikum salam, Afi! Kamu dimana, hah? Alin lagi sakit bukannya bantu temenin, ini malah nggak jenguk sama sekali. Istri macam apa kau ini? Cepet ke rumah sakit, Mami tunggu.]
Sudah Afi duga, pasti mertuanya ini akan marah setelah tahu Alin di rumah sakit.
Afi memilih masuk ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di kasur.
Hidup berumah tangga memang tak semudah yang dibayangkan. Banyak rintangan yang harus dilalui agar menciptakan akhir yang membahagiakan.
Akhir yang bahagia? Entahlah, Afi kadang merasa ia ingin mengakhiri semua drama dalam rumah tangganya ini. Manusia biasa seperti dirinya yang mudah mengeluh ini terkadang membuat ia tak pantas jika banyak menangisi kebodohan dirinya sendiri dan menyalahkan orang lain atas takdir yang menimpanya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (248)

  • avatar
    Ayu MaisaraSiti Rohayu

    terbaik sangat cerita ni,mulanya sedih akhirnya berakhir dengan kebahagiaan....sy sgt menghayati dan baca sampai habis

    03/02/2022

      3
  • avatar
    Thelny Jayaria

    bagus...

    15d

      0
  • avatar
    SolderKang

    sangat bagus

    16d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด