logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 29

Sepulang sekolah Argatha mengajak Ayana untuk kerumahnya, namun Argatha tidak bilang pada gadis itu kalau ia ingin mengenali Ayana pada ibunya.
Sebelum masuk ke dalam rumah, mata Argatha tertuju pada mini cooper yang berwarna biru yang terparkir di garasi.
Argatha mendesis pelan. "Yaelah! Ada tuh anak!" decak Argatha.
"Siapa?" tanya Ayana.
"Kakak gue," jawab Argatha.
"Oh, yang cantik itu ya?" tanya Ayana lagi.
"Ayo masuk," Argatha menggandeng tangan Ayana, mengajak Ayana masuk ke dalam rumahnya.
"Assalamualaikum," ucap Argatha.
"Walaikumsalam," sahut Bu Mona dan Echa yang tengah berada di ruang makan.
"Wih, lagi pada makan nih," ucap Argatha sembari menyalami ibunya.
Ayana tersenyum pada Bu Mona, lalu menyalami wanita paruh baya itu.
"Ini pacarnya Argatha ya?" tanya Bu Mona dengan lembut.
Ayana tersenyum malu-malu.
"Cantik ya, pantas Argatha sampai jatuh cinta," ucap Bu Mona.
"Argatha sampai jadi bucin!" celetuk Echa.
"Berisik lo!" sahut Argatha.
"Ayo langsung pada makan aja," ucap Bu Mona sembari memberikan piring pada Ayana.
Ayana menoleh ke Argatha. "Makan Ay, anggap aja rumah lo sendiri," ucap Argatha.
Bu Mona mengambilkan nasi serta lauk untuk Ayana. Bu Mona memperlakukan Ayana bukan seperti tamu, melainkan seperti anaknya.
Kedua mata Ayana berkaca-kaca. Baru kali ini ia merasakan kehangatan sebuah keluarga.
Argatha melihat Ayana yang nampak sedih.
"Lo kenapa?" tanya Argatha.
Ayana segera menghapus air matanya yang terjatuh.
"Kamu kenapa?" tanya Bu Mona.
"Ayana baru pertama kali ngerasain disambut saat pulang sekolah, dan Ayana baru pertama kali disiapin makan, apalagi dengan seorang ibu. Ayana merasa senang banget," ucap Ayana.
"Maaf nih sebelumnya, emangnya mama lo kemana?" tanya Echa.
Argatha menoleh, lalu mencolek Echa seraya memberikan kode pada gadis itu.
"Mama Ayana meninggal saat ngelahirin Ayana," jawab Ayana sembari menahan air matanya yang ingin terjatuh lagi.
"Maaf Ay, gue nggak bermaksud bikin lo sedih."
"Nggak apa-apa kak."
Bu Mona memegang tangan Ayana. Bu Mona ikut merasakan kesedihan yang sedang dirasakan oleh Ayana.
Air mata Ayana pun akhirnya terjatuh. Tetesan air mata gadis itu membasahi wajah cantiknya.
"Makasih Tante, masakannya enak banget," ucap Ayana sedikit gemetar.
"Mulai sekarang, kamu bisa anggap Tante sebagai mama kamu, dan kamu juga bisa panggil Tante sebagai mama," ucap Bu Mona sembari menghapus air mata Ayana.
"Ternyata kayak gini rasanya punya mama," ucap Ayana.
"Ayana nggak pernah ngerasain disayang mama, dan baru pertama kali ini Ayana ngerasain sentuhan seorang ibu," tambah Ayana.
Tanpa disadari, air mata Echa ikut menetes. Ia segera menghampiri Ayana. "Mama lo pasti bangga banget punya anak hebat kayak lo."
Bu Mona kembali menyeka air mata Ayana. " Jangan nangis lagi ya, nanti cantiknya hilang," ucap Bu Mona seraya tersenyum.
Argatha menggenggam tangan Ayana, perlahan senyumnya terlukis.
"Anggap mama gue sebagai mama lo ya Ay, karena kan nanti juga akan jadi mama lo," ucap Argatha mencairkan suasana.
*****
Seusai makan, Argatha mengganti pakaiannya dan mengajak Ayana ke halaman belakang.
Ayana sedikit terkejut dengan pemandangan halaman belakang Argatha yang begitu indah untuk dipandang.
"Argatha kalau lagi gabut pasti disini ya?" tanya Ayana.
"Iya."
"Kalau di rumah Ayana kayak gini juga, pasti Ayana kalau gabut juga kesini," ucap Ayana.
"Emang kenapa?"
"Senang aja lihat daun sama bunga joget-joget kena tiupan angin," jelas Ayana.
Ayana terkekeh pelan. Pemikiran gadis ini benar-benar tidak bisa diprediksi.
Kedua sorot mata Argatha menatap Ayana dalam.
"Ay, mundur deh."
"Kenapa?"
"Cantiknya kelewatan."
Ayana tersipu malu, ia berusaha menahan senyumnya. "Ih, apaan sih Argatha!"
Sorot mata Argatha yang tadinya menatap Ayana dengan hangat, kini berubah menjadi serius.
"Ay, setelah lulus nanti, lo mau kuliah dimana?" tanya Argatha.
"Nggak tau. Kalau Argatha?"
"Papa nawarin gue kuliah di Seoul National University."
Raut wajah Ayana sedikit berubah. "Argatha mau kuliah di Korea?" tanya Ayana memperjelas.
"Gue pengin. Tapi gue juga nggak bisa ninggalin lo," jawab Argatha.
"Ayana nggak apa-apa kok."
"Dibalik kata nggak apa-apa pasti ada rasa kecewa yang lo sembunyiin, Ay."
"Argatha mau ambil mata kuliah apa emangnya?" tanya Ayana berusaha mengendalikan dirinya.
"Patient-Doctor-Society."
"Ayana beneran nggak apa-apa kok. Argatha harus pilih yang jadi keinginan Argatha."
"Pilihan gue berat, Ay. Gue dihadapin sama dua pilihan yang gue nggak tau harus pilih yang mana."
"Argatha harus ikutin kata hati, pilih apa yang Argatha ingin."
Argatha menggenggam tangan Ayana. Ia dapat merasakan bahwa kekasihnya saat ini sedang berusaha menyembunyikan rasa sedihnya.
"Gue mau kuliah bareng lo," ucap Argatha.
"Pasti papa nggak akan ngizinin Ayana kuliah di Korea."
"Kita nggak kuliah di Korea. Kita kuliah di Jakarta aja," jelas Argatha.
"Tapi, papanya Argatha kan nawarin kuliah di Korea?"
"Papa cuma nawarin, bukan mengharuskan."
Kedua sudut bibir Ayana terangkat. Ia merasa sedikit lega, walaupun ia juga berpikir sedikit egois.
"Siap masuk kedokteran bareng Ayana?" tanya Ayana.
"Seratus persen siap." jawab Argatha.
Keduanya tersenyum. Bahkan kesedihan yang tadinya terlukis, perlahan memudar.
Beberapa menit kemudian Argatha bangkit, tak lupa ia untuk mengajak Ayana. "Ikut yuk."
"Kemana?"
"Main play station."
Ayana menganggukkan kepalanya bersemangat.
Argatha dan Ayana segera berjalan menuju ruang tengah, tempat dimana Argatha sering bermain play station sendirian.
"Nih." Argatha memberikan satu stik play station pada Ayana.
"Lo mau main apa?"
"Adanya apa?"
"GTA, Gitar Hero, Smackdown, Downhill Domination, banyak deh pokoknya," jelas Argatha.
"Main balapan sepeda aja yuk," ucap Ayana.
"Oke."
Argatha memilih Downhill Domination untuk dimainkan bersama Ayana.
"Kalau menang ada hadiahnya nggak nih? Biar lebih semangat mainnya," ucap Argatha.
"Ada dong."
"Apa?"
"Nanti Ayana kasih tau kalau udah selesai mainnya."
"Oke."
Argatha dan Ayana nampak senang bermain play station. Mereka berdua tertawa dengan sangat puas, walaupun tidak jelas apa yang sedang mereka tertawa kan.
Ayana terkekeh. "Yah! nyusruk orangnya."
"Yeay! Gue menang."
"Argatha curang! Ayana jatuh nggak ditungguin," gerutu Ayana.
"Lo kecepatan itu."
"Ayana mau ngerem malah nyusruk."
Argatha tertawa puas seraya mengacak-acak pucuk rambut Ayana. Entah kenapa Argatha sangat suka melakukan itu.
Tanpa disadari Echa dan Bu Mona mengintip Argatha dan Ayana dari balik tembok.
"Echa nggak nyangka kalau Argatha bisa sweet banget gitu," ucap Echa.
"Mungkin adik kamu itu sudah merasa nyaman sama Ayana," sahut Bu Mona.
"Kira-kira Ayana pakai pelet merk apa ya? Argatha bisa berubah gitu?"
"Ngawur kamu kalau ngomong!"
"Tapi kalau dilihat-lihat iya sih Ma, Argatha kelihatan nyaman banget sama Ayana, soalnya tuh cewek kelihatan positif vibe banget," jelas Echa.
"Udah yuk ah, jangan ngintipin adik kamu terus."
"Lah, kan tadi mama yang ngajakin."
Bu Mona terkekeh pelan. Lalu memukul Echa dengan pelan. "Oh iya ya."
*****
Argatha memarkir motornya di depan rumah Ayana. Ia melepaskan helm Ayana.
"Makasih," ucap Ayana.
"Bilang makasih terus," sahut Argatha.
Ayana sedikit mendekatkan wajahnya, perlahan melepaskan helm Argatha, lalu menaruhnya di atas tangki bensin.
"Kenapa dilepas?"
Ayana tersenyum, perlahan Ayana menutup mata Argatha dengan telapak tangannya.
"Ngapain ditutup sih?" gerutu Argatha.
Sesuatu yang hangat dan lembut mendarat di pipi kiri Argatha. Gadis itu mencium pipinya.
Argatha sedikit terkejut, namun Argatha tetap diam saja tidak bergerak sedikitpun.
Beberapa detik kemudian, Ayana melepaskan bibirnya dari pipi Argatha, dan menjauhkan telapak tangannya dari mata Argatha.
"Itu hadiahnya," ucap Ayana salah tingkah.
Argatha memandang Ayana dengan lekat. Walaupun  jantungnya berdegup tidak beraturan, Argatha berusaha mengontrol dirinya agar tetap tenang.
"Itu hadiahnya?"
Ayana menganggukkan kepalanya.
Argatha kembali memandang Ayana dengan sangat dalam.
"Argatha kenapa sih ngelihatin kayak gitu? Ayana jadi gugup," ucap Ayana.
Kedua sudut bibir Argatha mengembang. Argatha mendekatkan wajahnya dengan Ayana.
Ayana dapat merasakan hembusan napas Argatha, yang membuat jantungnya berdegup tidak karuan.
Tanpa basa-basi Argatha mendaratkan bibirnya di kening Ayana.
Kedua mata Ayana membulat sempurna. Ia merasakan bibir Argatha yang menyentuh keningnya. Pria itu benar-benar melakukannya.
Argatha melepaskan bibirnya dari kening Ayana. Lalu melihat gadis itu.
Argatha tertawa puas karena melihat Ayana yang nampak gugup. "Gimana, jantung aman?"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    9d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    15d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด