logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 19

Argatha dan Ayana sudah sampai di salah satu mall di Jakarta. Mereka berdua sengaja tidak langsung menonton film, melainkan menyambangi toko buku terlebih dahulu.
"Lo mau beli buku?" tanya Argatha.
Ayana mengangguk.
"Buku yang bagus apa? Argatha ada buku recommended nggak?" tanya Ayana.
"Buku nikah," jawab Argatha santai.
Kedua mata Ayana membulat. Mulutnya hampir terbuka sempurna. "Yang warnanya merah sama hijau?" tanya Ayana polos.
"Iya, nanti tinggal masukin foto kita," jawab Argatha sembari tertawa kecil.
Ayana menahan senyumnya, jika ia melihat cermin sekarang, pasti pipinya berubah kemerahan.
"Bukannya cewek suka baca novel ya?" tanya Argatha.
Tanpa menjawab pertanyaan Argatha, Ayana langsung menarik tangan pria itu untuk mengikutinya ke rak khusus novel.
Argatha melihat novel-novel di sekelilingnya seolah tak berkedip. Pria itu mengambil salah satu novel yang ada disana, "Kenapa sih cewek suka banget baca novel?" tanya Argatha.
"Menurut Ayana, baca novel adalah cara terbaik untuk mendapatkan sesuatu yang nggak bisa Ayana dapatin di dunia nyata. Lebih tepatnya sih Ayana jadi bisa berimajinasi," jelas Ayana.
Argatha menatap Ayana lekat, langkahnya perlahan maju beberapa sentimeter. Membuat Ayana tersudut di ujung rak.
"Kamu adalah keindahan," ucap Argatha seraya berbisik.
Ayana terdiam, oksigen di sekelilingnya seolah menghilang. Ia tidak tahu apa yang Argatha ingin lakukan saat ini.
Kedua mata mereka terus saling mantap, seolah tidak ingin berpaling sedikitpun.
"A.. ap.. apa sih, kata-kata Argatha udah kayak di film aja," ucapku Ayana gugup.
Kedua sudut bibir Argatha mengembang, perlahan tangannya mengambil sebuah novel dari belakang kepala Ayana. "Judul novelnya bagus. Kamu adalah keindahan," ucap Argatha sembari menunjukkan novel itu.
Astaga! Ayana hampir saja ingin terbang saat kata-kata itu keluar dari mulut Argatha, tapi ternyata itu hanya sebuah judul novel yang Argatha baca. Ya ampun halusinasi Ayana terlalu tinggi.
Ayana menundukkan kepalanya, rasa malu hinggap di dalam dirinya, secara tidak langsung ia sudah kepedean dengan ucapan Argatha.
"U.. udah yuk, kita langsung nonton aja," Ayana menarik tangan Argatha untuk keluar dari toko buku tanpa melihat ke arah pria itu.
°°°°°
Argatha dan Ayana duduk di kursi yang berada di sebelah pintu theater, menunggu film yang mereka akan tonton. Di tangan kanan Argatha memegang dua tiket film, sedangkan tangan kirinya memegang satu bungkus popcorn berukuran besar.
"Nonton film horor berani kan?" tanya Argatha dingin.
"Meremehkan. Ya berani lah," jawab Ayana.
Sebenarnya Ayana tidak terlalu berani, tapi Ayana berusaha terlihat berani di depan Argatha. Dalam hati Ayana cemas, ia berharap tidak ada scene kejar-kejaran antara hantu dan si tokoh utama dalam film.
Pintu theater satu telah dibuka, para penonton yang telah memiliki karcis, dipersilahkan memasuki ruangan theater.
Argatha memilih tempat duduk yang strategis, tidak terlalu dekat dengan layar, dan tidak terlalu jauh juga, tempat ini benar-benar pas untuk mereka berdua.
"Argatha, di filmnya ada adegan si tokoh utama dikejar-kejar sama hantu nggak? Atau banyak adegan darah gitu?" tanya Ayana cemas.
Argatha mendekatkan wajahnya dengan wajah Ayana,"Kita nonton film horor Ay, bukan Tom & Jerry. Dan satu lagi, latar film ini di hutan, bukan di acara donor darah," jawab Argatha sedikit tertawa.
Tuk! Tanpa sadar Ayana memukul Argatha pelan. "Nggak lucu!"
"Katanya berani," goda Argatha.
"Be.. berani kok."
Ayana menguatkan jiwa dan raganya, karena saat ini film sudah dimulai. Ayana sesekali melirik Argatha yang nampak tenang. Yaps, Argatha sama sekali bukan penakut.
Lima belas menit film ini berlangsung, semua masih terlihat aman untuk ditonton. Tidak ada adegan kejar-kejaran, dan tidak ada juga adegan dengan banyak darah seperti yang Ayana takutkan. Selama itu pula Ayana menonton tanpa menutup mata sedikit pun.
"Filmnya nggak serem," ucap Ayana berbisik pada Argatha.
Argatha hanya tersenyum.
Beberapa menit kemudian, adegan-adegan yang paling Ayana benci muncul sampai akhir film. Tidak berani sedikit pun Ayana membuka telapak tangan yang menutup matanya.
"Filmnya nggak serem," ucap Argatha menirukan ucapan Ayana beberapa menit lalu.
"Berisik!" decak Ayana.
"Ay lihat, itu orangnya di kejar-kejar," ucap Argatha berbisik.
"Wah gila Ay, keren orangnya di bantai habis-habisan," ucap Argatha lagi.
Ayana tetap diam, ia tahu bahwa Argatha saat ini sedang menggodanya.
Ayana ingin sekali film ini segera berakhir. Film dengan durasi sembilan puluh menit, terasa seperti dua puluh empat jam baginya.
°°°°
Pukul lima sore, Argatha dan Ayana keluar dari bioskop.
Argatha tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Ayana ikut terhenti.
"Kenapa berhenti?" tanya Ayana.
"Mau langsung pulang?" tanya Argatha balik.
"Emang Argatha mau nginap disini?"
Kedua mata Argatha menatap Ayana dengan lekat. "Bisa nggak sih kali ini aja otak lo bisa selaras sama muka?"
"Maksudnya?" bingung Ayana.
"Udah lupain."
Sesekali Ayana memperhatikan Argatha, senyum di bibirnya terus terlukis saat Argatha menggandeng tangannya.
Ayana merasakan sentuhan tangan Argatha yang hangat dan nyaman.
"Ayana senang banget hari ini, makasih ya Argatha."
"Sama-sama."
"Argatha," bisik Ayana.
"Hm."
"Ayana boleh bilang sesuatu nggak ke Argatha?"
"Apa?" tanya Argatha lembut.
"Argatha ganteng," ucap Ayana.
"Ganteng doang?"
"Eh nggak, ganteng banget," Ayana tertawa kecil.
Tanpa disadari, Argatha tersenyum saat melihat tawa kecil Ayana. Ia merasa hatinya sangat tenang saat melihat gadis itu senang.
"Argatha nggak mau ngomong sesuatu ke Ayana?" pancing Ayana.
"Nggak."
"Nggak ada niat bilang i love you gitu?"
"I love you too."
°°°°
"Assalamualaikum," ucap Argatha sembari membuka knop pintu.
"Walaikumsalam," sahut Echa dan ibu Mona yang berada di ruang tamu.
"Dari mana lo?" tanya Echa yang sudah melihat jam menunjukkan pukul tujuh malam.
"Sekarang sekolah sampai jam segini?" tanya Echa lagi.
"Echa, nanyanya harus baik-baik dong," tegur Bu Mona.
"Kamu dari mana jam segini baru pulang?" tanya bu Mona lembut.
"Ada urusan Ma," jawab Argatha.
"Alah! Paling pacaran Ma," celetuk Echa.
"Ma, Echa lupa bilang, beberapa hari lalu, Argatha bawa cewek ke rumah, katanya sih teman, tapi Echa nggak percaya," ucap Echa tak berdosa.
"Kamu bawa cewek ke rumah?" tanya ibu Mona.
"Iya Ma, Argatha sama Ayana ada tugas kelompok, jadi ngerjainnya disini," jawab Argatha jujur.
"Namanya cantik, pasti orangnya cantik ya?" tanya Bu Mona lagi.
"Cantik Ma, pantas sih kalau Argatha tuh suka sama dia," celetuk Echa.
Argatha mendesis pelan, kalau saja saat ini tidak ada sang Mama, mungkin Echa sudah ia lempar dengan sepatunya.
"Argatha capek, mau ke kamar dulu ya," ucap Argatha berjalan menuju kamarnya.
Argatha merasa hari ini benar-benar melelahkan. Ia langsung melepas seragam sekolahnya ketika berada di kamar.
Tiba-tiba Argatha kembali mengingat ucapannya pada Ayana tadi.
I love you too.
"Ahh! Gue bego banget, kenapa gue harus bilang gitu ke Ayana!"
"Argatha lo bodoh banget!" kesalnya sendiri.
"Nanti kalau Ayana mikir gue suka sama dia gimana?"
"Dasar bego!"

หนังสือแสดงความคิดเห็น (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    10d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    16d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด