logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 40

BAB 40
MELAMAR NAYLA
ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU (S2)
"Gimana, Nay? Kapan aku bisa menemui orang tuamu?" tanya Hendra membuatku terperangah. Rupanya dia serius dengan niatannya. Aku pun tampak berpikir, tak ada salahnya untuk mencoba. Lagian, bukankah ini memang tujuan awalku untuk memberikan balasan pada Rosa? Aku tersenyum menyeringai.
"Kalau kamu serius, bisa temui orang tuaku besok. Di sana aku akan memberimu keputusan," kataku dengan senyum mengembang.
Hendra terlihat antusias, dia melirik ke arah Papanya yang diangguki dengan senyuman merekah. Sorot bahagia sangat terpancar dari netranya.
"Oke, besok aku akan menemui kedua orang tuamu untuk meminta restu. Aku serius ini, Nay. Jangan pernah anggap niat baik ku sekedar main-main," kata Hendra terdengar mengintimidasi. Aku hanya merespon dengan anggukan. Aku juga serius, meskipun niat sampingan juga karena iseng untuk balas dendam kepada Rosa. Setelah mengobrol banyak hal, aku memutuskan untuk mengajak Hendra pulang. Sebelum ke rumah, aku ingin mampir ke butik terlebih dahulu setelahnya menemui Mas Frengky di penjara, barulah pulang ke rumah. Hendra pun menyanggupi permintaanku. Mengawali perjalanan pergi ke butik, aku menemui Keysa dan berbincang dengannya. Sedangkan Hendra hanya menunggu di ruang tunggu khusus pelanggan seraya memainkan ponselnya. Alhamdulillah, butik ku berjalan dengan lancar, meskipun sempat mengalami naik-turun, namun masih tergolong wajar. Namanya juga usaha, tak mungkin pasang terus, pasti akan menemui waktu surut juga.
"Lama nggak kelihatan, Mbak. Alhamdulillah sehat, ya?" tanya Keysa sembari memelukku. Kami cipika-cipiki karena lama tak bertemu.
"Alhamdulillah, iya. Kamu gimana kabarnya?" Aku balas bertanya.
"Baik kok, Mbak. Ya begini aja sebenarnya," sahut Keysa sembari memamerkan giginya yang rapi, tampak terawat.
"Alhamdulillah, tapi kok Mbak lihat, kamu makin kurusan, ya? Kenapa?" tanyaku seraya memperhatikan tubuhnya dari atas ke bawah, begitu sebaliknya.
"Biasalah, Mbak. Ada urusan keluarga, sedikit kok!" jawab Keysa diiringi senyuman.
"Ya sudah, kalau ada masalah, cerita aja sama aku, nggak papa. Aku akan setia mendengarkan kok, meskipun aku nggak bisa kasih solusi, setidaknya aku bisa jadi tempat untukmu berbagi. Biar nggak terlalu berat gitu bebannya, aku bantu pikul, hehe," ujarku seraya tersenyum.
Keysa malah tertawa. "Ngapain Mbak beban kok dipikul? Mending dibuang dong, dihempaskan aja gitu!"
"Iya juga, ya. Pinter kamu!" pujiku kepada Keysa, membuat gadis dengan pipi chubby itu tersenyum merekah.
"Eh, Mbak. Maaf nih, ya, kepo. Itu siapa? Gebetan baru?" tanya Keysa penasaran. Dia melirik ke arah Hendra yang masih sibuk memainkan ponsel.
"Masih temen, sih, sekarang. Nanti kalau statusnya udah berubah, aku pasti kabarin kamu kok. Tenang aja, doakan saja yang terbaik!" Aku mengulum senyum, Keysa mengacungkan kedua jempolnya.
"Sip, aku pengen lihat Mbak Nayla bahagia, jangan larut dalam kesedihan terus. Nggak musim!" ujarnya menepuk pundak ku pelan. Begini lah aku dengan Keysa. Kami tampak akrab meskipun dalam pekerjaan status kami berbeda. Aku menganggapnya sudah seperti saudara perempuanku sendiri. Dia baik dan cekatan serta mudah dipercaya, itulah yang membuatku suka dan akrab dengannya. Tak jarang juga Keysa berani menegurku jika perbuatanku salah atau kurang sesuai. Aku suka dengan sifatnya yang mandiri dan ulet. Dia pekerja yang royal dan juga berjiwa besar. Sering kali mendapat predikat sebagai karyawan teladan dulu, karena jujur dan bijak dalam menyikapi berbagai hal. Tak menyangka kami bisa berteman selama bertahun-tahun. Cepat akrab dan saling mengisi.
"Ya sudah, aku udah lega kalau semuanya aman terkendali. Kamu memang andalan, suka deh!" pujiku pada Keysa.
"Alhamdulillah, makasih atas kepercayaannya, Mbak. Butik ini sudah aku anggap sebagai rumah keduaku. Jadi, ya, akan aku perlakukan selayaknya milikku. Berusaha memberikan yang terbaik selama aku bisa. Mbak Nayla tenang aja, ya. Serahin semua sama Keysa, insya Allah aku nggak akan mengecewakan Mbak kok," kata Keysa membuatku semakin tenang.
"Sip, ya sudah, aku pergi dulu, ya. Kanu jangan terlalu capek bekerja. Semoga promilnya berhasil. Jangan lupa istirahat dan makan makanan yang bergizi!" ujarku mengingatkan. Aku tahu Keysa sudah beberapa tahun ini menunggu kehadiran buah hati. Berbagai upaya dia lakukan, demi hadirnya malaikat kecil dalam rahimnya. Namun, semuanya bukankah sudah ditakdirkan atas kehendak Sang Pencipta? Kita hanya mampu berdoa dan berusaha, untuk hasil akhir biarkan Allah SWT yang memutuskan. Ya, semoga saja Keysa segera diberikan momongan dalam waktu dekat ini, kasihan jika mendengarnya dia bercerita karena kesepian, aku jadi tak tega.
"Woy, Mbak. Katanya pulang. Kok malah ngelihatin aku gitu, sih? Apa ada yang salah denganku?" tanya Keysa menatap lekat ke arahku.
"Nggak kok, nggak papa. Ya sudah, aku pulang, ya. Assalamualaikum!" pamitku bergegas memeluknya sebelum beranjak pergi.
"Waalaikumsalam, hati-hati. Aku tunggu undangannya!" kata Keysa sembari berbisik di telingaku.
"Eh, apaan, sih?" ucapku salah tingkah.
"Ciye blushing. Haha. Ya sudah, pergilah, pangeran sudah menunggu!" usir Keysa membuatku melotot karena takut didengar oleh karyawan lain yang sedang berlalu-lalang.
"Bye!" Aku melangkah ke arah Hendra dan mengajaknya ke tujuanku selanjutnya.
Setelah masuk ke dalam mobil, Hendra melajukan mobilnya untuk mengantarku ke tempat Mas Frengky. Aku ingin memastikan, sampai di mana proses kelanjutan laporan yang aku buat tempo lalu. Kenapa belum ada yang mengabariku hingga saat ini? Apa belum juga diproses?
Setelah Hendra memarkirkan mobilnya, aku segera turun. Hendra taj mau ikut ke dalam, dia memilih menungguku di parkiran. Aku pun tak mempermasalahkannya. Lagian aku juga datang ke tempat ini hanya sebentar, tak ingin berlama-lama.
Saat masuk ke dalam, meninggalkan kartu identitas dan mengisi buku hadir para tamu. Seorang petugas menghampiri untuk menanyakan keperluanku. Aku pun menjelaskan tujuanku datang ke sini. Sembari menyerahkan bukti laporan yang dicetak dalam kertas, petugas itu membacanya lalu menyamakan dengan laporan yang tersusun di dalam komputer. Dia mengangguk dan mengembalikan surat bukti laporan milikku. Petugas berkata bahwa laporanku sedang diproses, harap ditunggu selama tujuh hari kerja dari sekarang, tidak termasuk weekend dan hari besar lainnya. Aku pun mengangguk karena mendapatkan titik terang bahwa laporan ku masih diproses. Setelah merasa lega, aku berpamitan dan mengucapkan terima kasih. Sesampainya di mobil, kulihat dari jendela, Hendra menelungkupkan wajahnya di atas setir. Mungkin dia lelah atau mengantuk, aku mencoba membangunkannya dengan cara mengetukkan jariku ke jendela.
Hendra berjingkat kaget, dia buru-buru membuka kunci pintu sehingga aku bisa masuk ke dalam mobil.
"Kalau kamu ngantuk, kita gantian aja, ya. Biar aku aja yang nyetir. Boleh?" tanyaku meminta izin untuk menyopiri, kasihan jika melihat Hendra kusut dan lesu seperti ini. Aku khawatir atas keselamatan nyawa kami berdua, karena tak baik menyopir dalam keadaan mengantuk.
"Nggak usah, biar aku aja. Bisa kok, tenang aja, nggak usah khawatir," tolak Hendra dengan halus. Aku pun mengiyakan, tak mau berdebat panjang kali lebar.
"Langsung pulang ini? Nggak mampir ke mana lagi gitu?" tanya Hendra melirik ke arahku.
"Nggak usah, kita pulang saja. Aku juga capek, rindu dengan bantal dan kasur," jawabku terlihat yakin.
"Okay!" Hendra menancap gas dan mengendarai mobilnya membelah jalan raya. Karena rasa capek dan letih, membuat kami berdua lebih banyak diam di dalam mobil. Hanya suara hembusan mesin dan klakson yang mengiringi perjalanan kami. Hingga beberapa menit kemudian, kami sampai juga rumah.
"Nggak mampir dulu?" tawarku basa-basi saat hendak turun dari mobil Hendra.
"Nggak usah, aku langsung pulang saja. Jangan lupa mandi, bersih diri, makan dan istirahat, ya, Nay!" ucap Hendra terdengar perhatian.
"Okay!" Aku mengacungkan jempol ku pertanda setuju.
"Jangan lupa besok, siapkan tenaga ekstra!" kata Hendra mengingatkan.
"Besok? Ngapain emang?" tanyaku seraya mengernyitkan kening.
"Loh, besok kan kita mau pergi ke rumah orang tua kamu, aku serius ingin melamarmu, Nay. Jangan dianggap main-main!" ujar Hendra serius.
"Oh, iya-iya, maaf. Oke, deh, aku tunggu besok," ujarku mengiyakan. Aku tak ingin membuatnya kecewa karena terlalu banyak menaruh harapan lebih.
"Sip, bye! Assalamualaikum," pamit Hendra saat aku sudah turun dari mobilnya.
"Bye, waalaikumsalam. Hati-hati di jalan. Nggak pakai ngebut loh, ya!" ujarku memberi nasehat. Aku takut Hendra kebut-kebutan yang bisa membahayakan dirinya sendiri, apalagi tadi kulihat dia sempat menguap beberapa kali. Entah apa yang dia lakukan sehingga membuatnya seperti orang yang kurang tidur dan beristirahat.
Dia mengangguk dan tersenyum, lalu menghilang dari bayanganku. Aku pun masuk ke rumah, tak lupa mengucapkan salam. Bu Wak dan Vano menyambut dengan tatapan hangat. Seperti biasa, aku bergegas mandi, berganti pakaian dan makan terlebih dahulu, barulah pergi tidur. Agar tidurku nyaman dan nyenyak. Tak enak jika tidur dalam keadaan perut yang kosong, membuat resah dan mudah terbangun sehingga waktu istirahat pun menjadi berkurang.
Saat hendak merebahkan tubuhku ke atas kasur, satu notifikasi dari ponsel berhasil membuatku mengurungkan niat. Kuambil ponsel dari atas nakas dan bergegas melihat siapa yang menghubungi ku.
Hendra sent a message ....
Hendra? Ngapain?
Mungkin saja dia pulang ke rumah usahanya, jika kembali ke rumah orang tua pun rasanya tidak mungkin. Karena belum ada waktu satu jam dia sudah menghubungi ku secepat ini.
Aku bergegas membuka pesannya. Wajahku tersipu malu, hatiku menjadi berbunga-bunga layaknya remaja yang pertama kali jatuh cinta. Pesan dari Hendra mampu membuatku melayang hingga langit ke tujuh. Dia mampu membuatku merasa sebagai perempuan yang paling beruntung di muka bumi ini, meskipun terkadang sikap labilnya membuatku ragu dan penuh tanda tanya.
Begini isi pesan yang dia kirimkan padaku.
[Selamat beristirahat, ya. Jangan lupa besok aku jemput. Aku akan memintamu dengan cara baik-baik kepada orang tuamu. Jangan permalukan aku, ya! 😁 Insya Allah aku siap menggantikan tanggung jawab Ayahmu untuk melindungi dan membimbing dirimu ke jalan yang lebih baik. Sleep tight ... bidadari surga ku]
Indah bukan?
Jadi melambung tinggi aku dibuatnya. Rasanya, tak sabar menunggu waktu berganti menjadi esok. Apa kira-kira yang akan dia sampaikan kepada orang tuaku esok? Terutama pada Ayah? Aku jadi penasaran. Bagaimana juga nantinya respon Ayahku melihat putrinya dilamar oleh lelaki yang pernah menjadi masa lalunya. Apa Ayah akan dengan mudah menerima lelaki lagi, setelah tahu putri sulungnya pernah disakiti dan dihancurkan lelaki sebelumnya?
Begitu banyak berbagai pertanyaan dan prasangka yang menari-nari di kepalaku.
Sudahlah, mendingan aku tidur terlebih dahulu. Besok biar saja menjadi misteri ....
Misteri akan kehidupan yang membawa langkahku ke masa depan. Akankah lebih baik, biasa saja, atau bahkan bisa jadi lebih buruk? Hanya Allah SWT lah yang tahu dan berkehendak. Semoga saja semua bisa berjalan sesuai dengan keinginanku. Aamiin ya Robbal alaamiin.
*****
Next di bab selanjutnya, Kak. Insya Allah tengah malam. Yuk, maraton, Kakak-kakak kesayangan Mamak. Mamak tunggu, ya, Mwah😍😍😍😍😍😍😍😍😍

หนังสือแสดงความคิดเห็น (137)

  • avatar
    NuorthetaAnnissa

    bagus ceritanya ditunggu kelanjutannya ceritanya 🤗

    17/12/2021

      0
  • avatar
    AnaDesy

    baik sekali

    31/07

      0
  • avatar
    ryapantunpakpahan

    baguss bgtttt

    22/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด