logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

7. Aku tidak menyangka

Selamat membaca!!
~~~
"Apa yang sedang dia lakukan?" Anggasta terus mengoceh karena Renata tak kunjung kembali.
Ini sudah 15 menit berlalu, acara seminar sebentar lagi sudah selesai. Anggasta merasa cemas karena takut terjadi sesuatu pada Renata.
Dia mengambil tas dirinya dan memutuskan untuk pergi menyusul Renata ke toilet.
1 menit berlalu, tapi Anggasta masih berdiri didepan toilet, dia tidak bisa masuk kedalam karena itu toilet wanita.
"Apa dia kabur? Eyy tidak mungkin."
Anggasta langsung menoleh saat melihat seseorang keluar dari dalam toilet.
"Maaf, apa didalam masih ada orang?" tanya Anggasta pelan.
Wanita itu menggeleng. "Didalam tidak ada orang, hanya saja ada satu bilik yang terkunci, tapi saat aku mengetuknya tidak ada orang sama sekali. Jadi aku pikir mungkin bilik itu rusak." jelasnya.
Anggasta mengangguk paham. "Baiklah, terimakasih."
Wanitu langsung pergi meninggalkan Anggasta yang masih berdiri didepan toilet dengan wajah bingung.
Apa mungkin dia benar-benar sudah pergi?
Anggasta sudah tidak bisa berfikir lagi, dia langsung masuk kedalam toilet untuk memastikan.
Dia kemudian mengetuk beberapa pintu, langkahnya terhenti di salah satu bilik yang terkunci seperti ucapan wanita itu. Dia mengetuk pelan.
"Apa ada orang didalam?" tanyanya pelan.
Tidak ada jawaban apapun didalam, sekali lagi Anggsata mencoba untuk mengetuk, jika memang tidak ada jawaban mungkin benar jika bilik ini rusak.
Pada ketukan kedua, dia tak kunjung mendapat jawaban dari dalam toilet. Jadi dia pikir untuk segera pergi meninggalkan toilet.
Langkahnya langsung terhenti saat sebuah bolpoin yang sudah terbelah menggelinding keluar dari dalam bilik.
Anggasta langsung mengambilnya, dia melihat dibopoin itu sudah ada bercak darah. Dia panik dan langsung menggedor pintu kencang.
"Siapa didalam? Apa kamu tidak apa-apa?" teriak Anggasta.
Namun nihil dia tidak mendapati jawaban apapun. Firasatnya mengatakan jika ada seseorang didalam, tak menunggu lama dia langsung membuka paksa pintu.
Brakk
Anggasta menatap kaget, dia benar-benar syok. Bagaimana bisa dia menjadi seperti ini.
"RENATA!!" teriak Anggasta panik.
"Apa yang terjadi denganmu? Bagaimana bisa menjadi seperti ini?" Anggasta mencari sesuatu untuk menutup darah yang terus saja mengalir dipergelangan gadis itu.
Dia lantas membuka dasi miliknya dan langsung melilitkannya dipergelangan tangan Renata.
Dia menatap Renata, gadis itu dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Dia masih sadar namun sama sekali tidak menjawab pertanyaan Anggasta.
"Aku harus membawamu ke rumah sakit." dengan sigap Anggasta langsung membopong Renata keluar dari dalam toilet. Dia sudah tidak peduli dengan acara seminar.
Tidak butuh waktu lama untuk dia sampai di Rumah sakit. Dia menatap Renata yang sudah tidak sadarkan diri.
"Aku menyesal sungguh." hanya kata itu mampu Anggasta keluarkan sebelum dia membawa Renata masuk kedalam rumah sakit.
Pihak rumah sakit langsung mengobati Renata dan Anggasta masih menunggu diluar ruangan.
Dia sungguh menyesal karena telah mengajaknya, dia tidak menyangka jika Renata akan senekat ini. Itu benar-benar diluar kendalinya.
"Bagaimana kondisnya?" Anggasta langsung menoleh pada Ibunya.
Setelah Renata masuk kedalam ruangan, Anggasta langsung menghubungi ibunya. Dia tidak tau harus berbuat apalagi selain menguhubungin ibunya.
"Dia masih didalam." ucap Anggsata pelan.
Sopia hanya menatap putranya yang masih panik, mungkin ini pertama kalinya dia melihat seseorang seperti ini.
Selama ini dia tidak pernah peduli dengan pasien Sopia, yang dia ketahui hanyalah mereka hanya sebatas berobat pada ibunya, tanpa tau apa yang mereka alami.
"Sebaiknya kamu pulang, bajumu sudah kotor karena terkena darah." Sopia menepuk punggung putranya pelan.
"Apa dia sungguh akan baik-baik saja?"
Sopia mengangguk lembut. "Dia pasti baik-baik saja."
"Kabari aku jika ada apa-apa, aku pulang sekarang."
Setelah itu Anggasta langsung pergi meninggalkan rumah sakit.
~~~
Renata sudah sadar. Dia masih duduk diranjang rumah sakit, pandangannya beralih pada tangan kiri yang sudah diperban.
Mengingat kejadian tadi siang membuat Renata sedikit merasa tergangu. Ini memang bukan kali pertama dia melakukan hal seperti ini, tapi yang menjadi pembeda adalah dia harus seperti ini karena oranglain.
"Apa sudah merasa lebih baik?" tanya Sopia
Sopia juga kedua orang tuanya masuk kedalam. Renata hanya menoleh tanpa berbicara apapun.
Sopia berjalan lebih dekat kearah Renata. "Apa kamu mengingat kejadiannya?"
Renata langsung menatap kaget Sopia, benar juga, dia mengingat semua kejadian itu. Bagaimana bisa?
Sopia hanya tersenyum melihat reaksi Renata. "Itu terjadi bukan karena kepribadianmu muncul, itu terjadi karena dirimu sendiri." jelasnya.
Renata menatap bingung Sopia, dia sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Sopia.
"Sepertinya kamu harus belajar cara membedakannya. Bukankah sudah jelas? Jika kepribadianmu muncul, kamu pasti tidak akan mengingat kejadiannya bukan? Itu terjadi karena kamu bersikap terlalu berlebihan sehingga muncul pemikiran jika kepribadianmu yang melakukannya."
Jadi ini semua terjadi karena ulahnya sendiri? Bagaimana bisa? Dia selalu muncul saat aku merasa tertekan dan takut. Tapi dia tidak muncul?
"Tapi bagaimana bisa?" tanya Renata pelan.
"Kepribadianmu tidak selalu muncul saat kamu merasa seperti itu, mereka pasti akan memberi kesempatan pada tubuh aslinya untuk menyelesaikan sendiri, tapi kamu lebih memilih menjadi seperti itu, Bertingkah seolah-olah kepribadianmulah yang melakukannya."
Renata terdiam mendengar ucapan Sopia, apa selama ini dia juga sering melakukan hal itu? Kenapa dia baru sadar sekarang.
"Nanti kita lanjutkan untuk sesi konseling, istirahatlah, saya akan pulang sekarang."
Sopia mulai beranjak dari tempat duduk, dia langsung pergi meninggalkan ruangan setelah berpamitan pada orangtua Renata.
"Ibu aku ingin pulang." Ucap Renata pelan.
"Tunggu sampai infusannya habis dulu." Mila mengelus rambut Renata pelan.
"Kenapa tidak bicara pada Ayah kamu pergi menghadiri seminar?" tanya Harry
Renata menoleh dan menatap Harry. "Aku pikir itu bukanlah hal yang serius, jadi aku tidak memberitahu kalian."
Mila maupun Harry hanya menatap lembut putrinya. "Ini pertama kalinya kamu pergi kesuatu tempat, Ayah tidak marah justru Ayah senang jika kamu mau mencoba untuk lebih terbuka. Tapi lain kali harus bilang dulu, Ayah tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi."
Renata hanya mengangguk mendenger ucapan Harry.
~~~

หนังสือแสดงความคิดเห็น (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด