logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 5 Duka di pemakaman

Siti, ibu Beno benar-benar terpukul atas kematian anak sulungnya. Perempuan berusia lima puluh tahun itu masih tidak percaya anaknya akan mati dengan cara mengenaskan. Teman satu kelas Beno juga turut mengiringi pemakaman. Sungguh, mereka juga masih tak menyangka Beno akan meninggal dengan cepat dan tragis.
" Kasihan, ya, ibunya Beno, " gumam Jamet pada kedua teman di sebelahnya. Dua teman yang diajak bicara hanya manggut-manggut. Mereka juga turut merasakan apa yang dirasakan keluarga Beno.
" Kasus Beno sudah ditutup? " tanya Irwan, mulai penasaran.
" Gue rasa gitu, Wan. Denger-denger sih keluarga Beno menolak anaknya diautopsi. Ya, mana tega orang tuanya. Ya, lo pasti tahu lah maksud gue, " jawab Nuno.
Irwan dan Jamet kembali mengangguk.
Sesusai pemakaman, pelayat pergi satu persatu, tapi Nuno, Irwan, dan Jamet masih di dekat area pemakaman. Mereka menghampiri ibu Beno yang masih menangisi kepergian anaknya.
" Bu, yang sabar, ya. " Hanya itu yang dapat mereka ucapkan.
Perempuan itu mendongak, menatap ketiga remaja itu bergantian. " Ibu nggak menyangka Beno akan melakukan hal senekat ini. " Kembali dia menitihkan air mata yang sudah terbendung lagi.
Irwan, Nuno dan Jamet saling pandang. Ketiga remaja itu benar-benar paham bagaimana rasanya kehilangan. Apalagi kehilangan anak sendiri. Jamet menghela napas. Cowok itu benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menenagkan ibu Beno.
Jamet duduk di sebelah ibu Beno. " Bu, saya boleh tanya sesuatu? "
Perempuan itu mengangguk sambil mengusap air matanya menggunakan jilbab berwarna hitam yang dipakai.
" Sebelum malam itu Beno sikapnya aneh nggak, Bu? "
Lagi, perempuan itu menggeleng. " Nggak kok, Nak," jawabnya. " Beno itu anak yang periang, dan jarang mengeluh. Ya, setahu ibu dia juga nggak punya musuh juga. "
Irwan menepuk bahu Jamet dari belakang, cowok itu menoleh sedangkan Irwan memberi kode menggeleng sebagai tanda tidak sopan menanyakan hal pribadi saat keadaan yang sedang berkabuh.
" Ya sudah, Bu, kami pamit, " ucap Irwan pada ibu Beno. Irwan berjalan duluan diikuti Nuno dan Jamet. Sampai di depan pertigaan, Irwan menegur Jamet yang tidak sopan menanyakan pribadi Beno pada ibunya.
" Ya gue ingin tahu aja, Wan, " ucap Jamet enteng. Tujuannya hanya ingin tahu saja bagaimana kepribadian Beno di rumah. Tak ada salahnya pikirnya. Menurut Jamet, Irwan yang terlalu berlebihan.
" Benar apa kata Irwan, lo nggak seharusnya nanya gitu, " timpal Nuno yang sedari tadi menyimak pembicaraan kedua temannya.
" Ya deh, gue akuin gue salah, kok, " ucap Jamet mengalah. Lebih baik dia mengalah saja daripada terus berdebat tak kunjung henti.
" Nah... gitu dong, " Irwan dan Nuno merangkul Jamet bersamaan.
" Nanti malam kita kuliah malam lagi, ya? " tanya Jamet.
Nuno dan Irwan mengangguk bersamaan.
" Tapi... gue jadi takut, deh, Wan, Met, " ucap Nuno tiba-tiba. Entah perasaannya tidak enak. Ditambah kematian teman satu kelasnya yang dibilang tragis.
Jamet menepuk-nepuk bahu Nuno, mencoba menenangkan temannya itu. " Lo nggak usah mikir yang macam-macam! "
***
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, Irwan, Nuno dan Jamet menuju ruang Basis Data yang berada di lantai dua. Tak butuh waktu lama, mereka sampai. Beberapa teman satu kelasnya ternyata sudah memasuki ruangan praktikum. Setelah ketiga remaja itu menaruh tas di rak, mereka duduk sambil menatap layar komputer yang memang disediakan untuk kegiatan praktikum. Kebetulan jarak duduk Irwan, Jamet dan Nuno tidak berdekatan, karena sudah ada yang mengisi. Tanpa basa basi, Jamet segera menyalakan tombol on pada CPU. Sambil menunggu menu komputer itu muncul, Jamet terus memperhatikan layar tersebut, sampai kejadian mengerikan di layar itu membuat Jamet berteriak histeris. Cowok itu seolah melihat kejadian saat Beno terjun dari gedung. Teman-teman yang menyadari teriakan Jamet segera mengerumuni Jamet begitu pula Irwan dan Nuno.
" Met, lo kenapa? " tanya Nuno bingung sendiri.
Tak menjawab, Jamet malah menunjuk layar komputer, masih menutupi matanya.
" Nggak ada apa-apa, Met! " seru Irwan.
" Itu, " jawab Jamet terus-terusan menujuk layar komputer.
" Ya, apa? " Kali ini teman satu kelasnya yang bersuara bersamaan. Dengan takut, Jamet memberanikan diri membuka mata. Aneh, apa yang tadi dilihatnya di layar sudah hilang Kini hanya ada menu-menu biasa pada tampilan layar.
" Tadi gue lihat di layar pas kejadian Beno lompat dari gedung! " seru Jamet, membuat seisi kelas ricuh. Dugaan demi dugaan mulai muncul kalau arwah Beno gentayangan.
" Beno matinya aja tragis, ya bisa aja dia gentayangan."
" Jadi arwah penasaran tuh sik Beno. "
" Takut. Jangan-jangan semuanya bakal dihantuin lagi sama Beno."
Spekulasi itu mendadak ramai. Situasi yang awalnya damai menjadi ricuh.
" Ada apa ini? " sebuah suara terdengar agak keras, membuat sesisi kelas melihat ke sumber suara. Ternyata suara itu suara Pak Hamid, dosen mereka. Mereka yang tadinya mengerumuni Jamet kembali ke tempatnya masing-masing.
" Bagus kalau suasana sudah tenang, " ucap Pak Hamid. Dosen berusia tiga puluh lima tahun itu memulai materi kuliah. Setelah menyampaikan materi, Pak Hamid menyuruh mahasiswanya mengerjakan praktikum yang sudah ada di modul.
Dua jam berlalu, perkuliahan selesai. Mahasiswa dan mahasiswi keluar dari ruang Basis Data. Irwan, Nuno dan Jamet turun ke lantai dasar. Jujur sepanjang praktikum tadi, Jamet masih memikirkan hal mengerikan tadi, padahal dia berusaha melupakan kejadian itu.
" Lo tadi beneran lihat apa, sih , Met, sebenernya? " tanya Nuno, penasaran.
" Gue tadi lihat di layar komputer gue pas Beno terjun dari gedung, pokoknya serem banget, deh," jawab Jamet sambil memegangi tengkuknya. Dia merasa ngeri sendiri saat menceritakan hal itu pada kedua temannya.
" Halusinasi lo aja kali! " seru Nuno.
" Gue serius, dan gue nggak bohong! " seru Jamet berargument.
" Udah lah, nggak usah ribut, " Irwan berusaha mencairkan suasana. Dia tidak mau kedua temannya terus-terusan berdebat.
" Oke, deh."
***
Jamet menyilangkan kedua kakinya sambil makan di sebuah angkringan yang tak jauh dari kos-nya. Dengan lahap, cowok itu memakan lima bungkus nasi kucing.
" Sedap dan bikin kenyang, " gumam Jamet sambil memegangi perutnya yang buncit.
Setelah selesai makan dan membayar, Jamet segera kembali ke kos. Dia membuka pintu kos, suasana sudah sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul satu malam.
Pintu terbuka, Jamet melihat ada seseorang yang membelakanginya sedang meringkuk. Ada hawa takut dalam diri Jamet, tapi dia masih berpikir positif kalau itu bisa saja Irwan atau Nuno, karena pintu kosnya memang tidak dikunci.
" Nuno atau Irwan? " tanya Jamet menghampiri seseorang laki-laki itu.
Tidak ada jawaban.
Laki-laki itu membalikkan badan, Jamet kaget bukan main saat melihat seseorang itu. Dia adalah arwah Beno dengan luka parah di sekitar kepala. Tak ada yang biasa Jamet lakukan selain mundur perlahan dan berlari keluar kos.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (417)

  • avatar
    MoeSITI NUR SARAH BATRISYIA BINTI RIDHWAN TONG

    thankyou author , alur cerita menarik , plot twist dia memang power lah 😭💗

    11/08/2022

      0
  • avatar
    NouviraErry

    ya menarik x ngwri

    23d

      0
  • avatar
    Gorengan88Sambalpedas1989

    bagus banget

    25d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด