logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Ke rumah Beno

Sesuai perjanjian,  Irwan, Jamet dan Sari berkunjung ke rumah Beno.  Sekarang,  ketiga remaja itu sudah duduk di sofa ruang tamu.  Mereka sedang menunggu Ita,  ibu Beno,  yang sedang membuatkan mereka minuman.
"Rumah Beno tampak seram, " celetuk Jamet.  Cowok berambut keriting itu memandangi dinding yang banyak foto Beno bersama keluarganya.
"Lo jangan suka bilang gitu.  Dihantuin baru tahu rasa," jawab Irwan,  tak kalah sadis.
Jamet menyenggol lengan Irwan.  "Jangan, deh,  gue ampun, "ucapnya.  "Lo tahu sendiri,  kan,  gue awal dia habis meninggal,  gue sering banget dihantuin dia.  Hi ..., nggak,  deh." Jamet menutupi mata dengan kedua tangan.
Kadang,  ketika Beno menampakkan diri di hadapan Jamet,  itulah yang membuatnya sangat ketakutan.  Bahkan,  sampai terbawa mimpi. 
Jamet ingat betul saat Beno muncul di layar komputernya saat Jamet sedang praktikum.  Hal itu membuatnya tak akan lupa pada kejadian menakutkan itu.  Tak hanya itu,  masih banyak kejadian menyeramkan lainnya.  Ya,  tak hanya Jamet,  teman-teman yang lain juga sering dihantui arwah Beno.
"Silakan diminum, " ucap Ita,  meletakkan tiga gelas di meja.
Irwan,  Jamet dan Sari mengangguk.
"Terima kasih,  Bu, " ucap Sari seraya menunduk.  Jujur, Sari merasa bersalah pada Beno,  mengingat perselingkuhannya dengan Thoriq.  Sari merasa tak enak hati pada Ita.
"Sama-sama, " jawab Ita, tersenyum.
Irwan,  Jamet dan Sari akhirnya meminum teh buatan Ita sampai habis.  Setelah itu,  mereka memulai pembicaraan apa maksud dan tujuan mereka.
"Maaf,  Bu,  kedatangan kami ke sini mau cari bukti soal Beno, " ucap Irwan. 
Ita mengangguk.  "Bukti soal apa, Nak?"
"Kalau Beno benar dibunuh, " timpal Jamet.
Ita diam sejenak.  Ucapan Irwan seolah benar jika Beno dibunuh,  bukan bunuh diri seperti yang sebenarnya dikatakan oleh polisi.  Ya,  meskipun tidak ada bukti jejak pembunuhan.
"Ibu rasa juga begitu,  Nak, " jawabnya, menerawang jauh.  "Yang Ibu tahu,  Beno memang tak punya musuh,  tetapi bukan tidak bisa dipungkiri kalau memang ada yang tidak suka Beno,  kan?"
"Benar,  Bu, " ucap Sari.  "Sari minta maaf kalau sudah menyakiti hati Beno." Sari menundukkan kepala.  Rasa bersalah itu kembali bersarang pada dirinya.
"Nggak apa-apa,  Nak, " jawab Ita. "Ibu yakin,  Beno sudah memaafkan Nak Sari."
"Saya rasa kalau Beno dibunuh memanglah benar,  Bu, " ucap Irwan,  lagi.  "Selama ini Beno sering datang dan meminta tolong."
Ita menghela napas panjang. Matanya mulai menitihkan air mata.  "Nggak cuma kalian,  Nak.  Ibu juga sering datang dan meminta tolong Ibu belakangan ini."
Irwan,  Jamet dan Sari saling pandang.
"Nah,  itu, Bu," jawab Jamet. "Kalau kami ke kamar Beno boleh,  Bu?"
"Silakan,  Nak, " ucap Ita sembari berdiri.  Irwan,  Jamet dan Sari pun ikut berdiri.
Ita berjalan menuju kamar Beno,  diikuti ketiga remaja itu.
"Nah,  ini kamar Beno,  Nak, " ucap Ita,  sambil membuka knop pintu.
Setelah mendapatkan izin masuk,  Irwan,  Jamet dan Sari masuk ke dalam kamar Beno. Aura yang dirasakan pertama kali adalah aura menyedihkan.  Entah mengapa.
"Bu,  kami sekali lagi izin cari barang-barang,  yang mungkin bisa dijadikan bukti,  ya?" Irwan tersenyum.
"Iya, Nak, " jawab Ita.  "Ibu permisi dulu,  mau nanak nasi."
Ita berlalu dari depan pintu. Irwan,  Jamet dan Sari memulai aksi mereka menemukan barang bukti,  yang bisa saja dijadikan bukti.
Sari mengeledah laci Beno, tak disangka dia menemukan sebuah kertas. Segera, Sari membuka kertas itu. Di sana tertulis surat cinta, yang  diyakini dari seseorang.
Hai, Beno. Aku cinta banget sama kamu. Aku tahu kamu sudah punya pacar, tapi aku nggak peduli. Kalau aku nggak bisa milikin kamu, orang lain pun enggak.
Sari mengernyitkan dahi membaca surat itu.  Kenapa Beno tak pernah bercerita tentangnya soal surat ini?  Sari yakin,  surat ini ditulis ketika mereka masih menjalin hubungan.
Setelah membaca surat itu, Sari memanggil teman-temannya yang lain. Sari pun menaruh sepucuk surat tersebut di atas ranjang tempat tidur mendiang Beno.
"Kalian baca, deh,  " ucap Sari. Bergantian satu demi satu Irwan dan Jamet membaca surat itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk menyimpan surat itu, dan Sari lah yang dipasrahi  untuk menyimpam surat. Karena bagi yang lain biasanya perempuan lebih berhati-hati dalam menyimpang barang. Sari pun memasukkan surat itu ke dalam tas ranselnya. Jujur, Sari masih tak habis pikir, Beno merahasiakan hal sebesar ini padanya.  Dugaan Sari orang ini lah yang mungkin membunuh Beno, karena cintanya ditolak.  Bisa saja,  kan?
"Aman sama gue, " ucap Sari.  "Kita caro bukti lain lagi, nggak?"
"Boleh, Sar, " jawab Jamet . Jamet juga mengeledah beberapa lemari pakaian Beno. Nihil, dia tidak menemukan apa-apa.
Irwan pun juga mencari ke berbagai sudut kamar, dia tidak menemukan petunjuk lagi.
"Kayaknya udah nggak ada petunjuk lain, " ucap Jamet . Dia sudah sedari tadi mencari barang bukti, tapi tak didapatnya lagi. Mungkin barang bukti yang ada hanya surat-surat yang tadi ditemukan oleh Sari atau Irwan.
"Menurut gue juga gitu, " timpal Irwan.
Irwan menganggukkan kepala. "Yuk keluar dari sini, nggak enak sama ibunya Beno." Irwan mengarahkan dagunya menunjuk keluar kamar. Irwan,  Jamet dan Sari keluar dari kamar dan menuju ruang TV. Di sana Ita sudah menunggu di ruang tamu.
"Silakan diminum, Nak, " ucap Ita.  Dia kembali membuatkan teh manis, yang sudah tersedia di meja.
Dia menyodorkan teh tersebut satu persatu untuk Irwan,  Jamet dan Sari.
"Makasih, Bu, " jawab mereka serampak.
Sesuai menyeruput teh hangat itu, Ita berkata, "Kalian menemukan bukti apa?"
Sari membuka tas lalu menyodorkan surat itu yang langsung diterima oleh Ita . Raut wajah wanita paruh baya itu semakin sedih tatkala membaca surat itu.
"Kemungkinan penulis surat ini yang sudah membunuh Beno?"
Ketiga mengangguk. Wanita paruh baya itu kembali menitihkan air mata, dia tidak habis pikir ada yang tega membunuh anaknya karena cintanya ditolak.
"Ibu jangan sedih, ya, " ucap Irwan berusaha menenangkan. "Kami akan segera menjebak dia, Bu, tapi kami butuh waktu, karena kami sedang  PKL. Ibu doakan saja PKL kami lancar, dan segera menuntaskan kasus ini dengan bukti yang kuat." Irwan menepuk bahu wanita paruh baya itu. "Ibu yang sabar."
Ita menganggukkan kepala. Dirasa urusannya sudah cukup, kelima remaja itu berpamitan. Satu persatu dari mereka menjabat tangan ibu Beno.
"Kami pamit, Bu, "ucap Sari ramah.
"Lain kali kami ke sini lagi," ucap yang lainnya.
Wanita paruh baya itu senang karena ada yang peduli dengan kasus anaknya. Dia berharap kasus Beno segera terbongkar, dan pelakunya ditangkap dan dijatuhi hukuman seberat-beratnya.
Irwan memandang Sari yang seusai dari rumah Beno menjadi pendiam. Sebenarnya ada apa? Apa yang sedang disembunyikan oleh gadis itu.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (417)

  • avatar
    MoeSITI NUR SARAH BATRISYIA BINTI RIDHWAN TONG

    thankyou author , alur cerita menarik , plot twist dia memang power lah 😭💗

    11/08/2022

      0
  • avatar
    NouviraErry

    ya menarik x ngwri

    23d

      0
  • avatar
    Gorengan88Sambalpedas1989

    bagus banget

    25d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด