logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 2 Flashback

"Bro, " ucap Jamet diiringi rasa takut.
"Apaan, sih? " tanya Irwan.
"Lihat, tuh, " tunjuk Jamet sembari menunjuk mayat itu.
"Ma-ma-ma-yat!" seru Nuno yang malah menyadarinya terlebih dahulu.
Ketiga remaja itu badannya seolah kaku, seperti patung bodoh yang tak tahu harus berbuat apa. Mereka melihat mayat seorang berjenis kelamin laki-laki terlungkup di dekat ruang prodi.
"Gimana? " Irwan angkat bicara setelah beberapa menit terdiam.
"Lapor ke Pak Satpam aja, Bro, " sahut Jamet langsung menuju depan di mana pos satpam berada.
"Pak, ada mayat! " seru Jamet langsung menguncang-guncangkan bahu seorang satpam bernama Ujang.
Ujang yang mengetahui berita itu langsung menarik lengan Jamet dan suruh menunjukan tempat kejadian. Tak lupa satpam berusia lima puluh tahun itu, membawa senter sebagai penerangan.
"Itu mayatnya, Pak, " Jamet menarik lengan Ujang untuk mendekati mayat itu.
"Wah, harus segera lapor polisi, nih, " ucap Ujang langsung mengambil ponsel dan menelepon polisi terdekat.
"Ini tadi gimana ceritanya? " Ujang menatap ketiga remaja itu. Akhirnya, salah satu dari mereka menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Ujang memundurkan topinya. Dia merasa aneh, tadi belum ada sepuluh menit dia mengecek seluruh kampus belum ada mayat di lantai terbuat dari batako itu.
"Ini ada apa, Pak? " tanya salah satu dosen.
"Ada mayat, Bu, " tunjuk Ujang.
Dosen itu merasa syok saat melihat mayat tertelungkup itu di depan matanya. Sesekali dosen itu menggelengkan kepala. Dosen tersebut bernama Bu Ima berusia tiga puluh delapan tahun.
"Pak, coba mayatnya di posisikan yang wajar biar kita tahu siapa dia," ucap Nuno, ingin tahu. Dia benar-benar penasaran siapa mayat itu. Barang kali dia mengenalnya.
"Lo begok atau gimana, sih, No! " seru Jamet sedikit marah. "Kalau mayat ini dipegang duluan, ya sama aja kita ngilangin sidik jari pelakunya kalau memang ini murni pembunuhan! "
Irwan menoyor kepala Nuno yang kebetulan ada di dekatnya. "Punya otak dipake dikit! " serunya menahan tawa. Irwan sudah paham bagaimana sifat temannya satu ini yang selalu gegabah dalam mengambil keputusan.
Nuno membalas menjitak kepala Irwan, dia merasa tidak terima kepalanya jadi bahan pendaratan kekesalan akibat ucapannya.
"Udah, jangan ribut! " seru Bu Ima. "Sudah, saya mau mengabari dosen yang lain." Bu Ima menuju ruangan dosen, dan beberapa saat kembali membawa beberapa dosen, yang mengajar kuliah malam.
"Kok rasa-rasanya dari bentuk fisiknya saya kenal, ya, Bu, " ucap salah seorang dosen bernama Bu Tari.
"Siapa, Bu? " jawab dosen lain serempak, ingin tahu.
"Kalau tidak salah ini salah satu mahasiswa saya, kalau nggak salah namanya-" Bu Tari tidak melanjutkan perkataannya. Dia lupa nama seseorang yang dimaksud. "Beno! "
Nuno, Irwan, dan Jamet kaget mendengar nama itu. Kenapa mereka tidak menyadarinya sama sekali. Ya, mayat di hadapan mereka ini adalah teman satu kelas mereka, Beno. Kalau dipikir-pikir, postur tubuh, baju yang dipakai, bentuk rambut mirip sekali dengan Beno.
"Kok kita nggak sadar ini Beno? " Jamet berucap sembari memegangi kepalanya.
"Kita kan trio begok. Otak kita aja lemot! " seru Nuno.
"Kita nggak jadi kuliah?" tanya Irwan.
Nuno mengibaskan tangannya di udara. "Udahlah sekali-kali bolos. Ini teman kita, lho? "
Kedua remaja itu menganggukkan kepala.
Tepat pukul sembilan malam, beberapa polisi menuju tempat kejadian. Suasana sudah penuh kerumunan orang-orang yang kepo dengan mayat yang ditemukan di kampus mereka.
"Semua harap minggir!" seorang polisi berteriak sambil menyuruh kerumunan untuk minggir. Satu polisi lagi memasang garis polisi.
Polisi bernama Burhan langsung mendatangi Ujang. "Selamat malam, Pak, " ucap Burhan. "Yang menemukan mayat ini pertama kali siapa, Pak? "
"Ketiga remaja itu, Pak," tunjuk Ujang pada Nuno, Irwan, dan Jamet.
Jamet menyenggol lengan Nuno. "Bro, gue takut. Kalau kita dipenjara gimana? "
"Kalau kita nggak salah ya ngapain dipenjara?" Irwan berusaha tetap santai saat menghadapi kondisi genting. Toh, mereka hanya disuruh untuk bersaksi.
Burhan langsung menghampiri ketiga remaja itu.
"Malam, apa benar kalian yang pertama kali kalian yang menemukan jenazah itu? "
"Benar, Pak. Tahu-tahu kami lihat dia udah keadaannya mati mengenaskan, " jawab Irwan santai.
Nuno dan Jamet melonggo mendengar jawaban Irwan yang sangat santai, dan tidak gegabah. Irwan memang terkenal sebagai orang yang santai, dan tidak mudah gegabah. Dalam kondisi sesulit apa pun, cowok itu berpikir jernih layaknya air yang mengalir.
"Lapor, Ndan, kami tidak menemukan tanda-tanda kekerasan, dan ini murni dia bunuh diri. Menurut hasil TKP, kemungkinan dia sengaja melompat dari lantai tiga atau empat. Laporan selesai, " ucap ajudan Burhan.
Burhan mengangguk. "Baik. Silakan bawa kantong jenazah itu ke dalam ambulan. "
Ajudan itu mengangguk. "Siap, Ndan! "
"Terima kasih sudah menjadi saksi. Kalian memang tidak bersalah, " Burhan tersenyum berlalu meninggalkan ketiga remaja itu.
Ketiga remaja itu bernapas lega. Mereka hanya menjadi saksi di tempat, tak perlu harus ke kantor polisi.
"Gue nggak nyangka Beno mati dengan cara bunuh diri," ucap Nuno, masih tidak percaya. Dia kenal betul bagaimana Beno walaupun mereka tidak terlalu akrab, Beno merupakan sosok yang periang dan jarang terlihat muram.
"Murni dia bunuh diri? " sahut Irwan seolah tak percaya.
"Kok lo bilang gitu sih, Wan? " Nuno dan Jamet menganggapi ucapan Irwan bersamaan.
"Tapi bisa juga, sih," ujar Irwan. "Sebelum Beno mati, gue lihat dia bertengkar hebat sama pacarnya. Si Sari."
Ingatan Irwan kembali pada kejadian setahun lalu. Saat Irwan,  Nuno dan Jamet menemukan jenazah Beno. Tak ada bukti yang kuat dalam kasus Beno.  Polisi juga sudah menyimpulkan kasus itu murni bunuh diri.
Awalnya,  Irwan sempat berpikiran jika Sari lah yang membunuh Beno, tapi setelah dipikir-pikir tidak mungkin,  karena tak ada bukti valid.  Irwan juga sempat berpekulasi bahwa Thoriq yang membunuh Beno dengan alasan karena Thoriq mungkin kesal karena Beno sudah mempergoki keduanya berselingkuh dan mereka sempat bertengkar hebat.  Akhirnya,  kebenaran mulai terungkap,  Thoriq juga meninggal ditabrak orang yang tak dikenal dan sampai sekarang pun pelaku tak pernah terdeteksi.
  Keluarga Thoriq pun juga sudah mengikhlaskan kejadian yang menimpanya. Sempat Vina menceritakan hal tentang Beno,  yang katanya ada seorang perempuan yang menyukai Beno dan sering memberinya bunga di sekret HMJ TI.  Sampai sekarang pun,  Irwan tak pernah tahu siapa perempuan yang dimaksud.
"Semua ini bikin gue pusing, " gumam Irwan mengacak rambutnya frustrasi. 
Jamet yang tengah memainkan ponsel pun menegok ke arah Irwan.  "Lo masih musingin masalah Beno,  ya?"
Irwan tak menoleh,  tatapannya lurus ke tembok.  "Iya,  Met.  Gue nggak ngerti harus gimana lagi."
Jamet menghentikan memainkan ponsel,  merangkul bahu Irwan erat.  "Semua masalah pasti ada jalannya,  kok."
Irwan membalas rangkulan Jamet.  "Gue tahu,  Met,  tapi sampai kapan?"
Jamet mengedikkan bahu.  "Gue nggak tahu,  sih.  Jangan khawatir gitu,  besok kita ke rumah Beno.  Semoga aja ada titik terang."
Irwan mengangguk. "Semoga."

หนังสือแสดงความคิดเห็น (417)

  • avatar
    MoeSITI NUR SARAH BATRISYIA BINTI RIDHWAN TONG

    thankyou author , alur cerita menarik , plot twist dia memang power lah 😭💗

    11/08/2022

      0
  • avatar
    NouviraErry

    ya menarik x ngwri

    23d

      0
  • avatar
    Gorengan88Sambalpedas1989

    bagus banget

    25d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด