logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Di Antara Dua Cinta

Di Antara Dua Cinta

SaLeena


บทที่ 1 Liburan

Gelegar jeritan kesenangan, terdengar saling tumpang tindih di sana.
Di pinggir area dekat dengan kursi panjang dan semak pohon yang terhias cantik, terlihat sebuah keluarga bahagia--ralat--bukan sebuah, melainkan seperti.
Tiga orang yang saling melempar senyum, berdiri bersama badut mickey dengan tatapan terarah pada kamera yang tidak jauh berada di depan mereka.
"Satu, dua, tiga!" Suara aba-aba dari seorang fotografer terdengar keras menyatu dengan kebisingan di sana.
Teriakan ketakutan dan kesenangan pengunjung Dufan membuat senyum mereka malah semakin merekah.
Klik! Satu potret berhasil tercetak.
"Celly mau sama Mamah!" lantang si kecil, menunjuk ke arah sang ibu.
Dia adalah Cherry Agaisha, putri menggemaskan dari seorang ibu bernama Kirara Freysia.
"Sini balonnya, biar aku yang pegang," sambar Davin Damael, si kekasih. Satu tangannya segera terulur, mengambil balon biru dari tangan Kirara.
"Terima kasih," balas Kirara pada Davin, kemudian kembali menatap putrinya. "Kamu senang, sayang?" lanjutnya seraya mengambil tubuh tambun Cherry yang baru berusia enam tahun itu dari dekapan badut mickey.
Sebenarnya, Kirara sudah cukup lelah karena sejak pagi mengikuti keinginan Cherry tanpa henti. Duduk pun hanya ketika mereka menaiki wahana. Meski begitu, lelahnya cukup terbayar melihat wajah ceria dari putrinya.
Cherry mengangguk mantap dengan rangkaian senyum lebar. Tentu saja dia senang, karena hari ini adalah hari yang sudah sangat dia nantikan.
Dua minggu lalu, ibunya berjanji akan mengajak dirinya ke Dufan. Tempat yang sedang menjadi perbincangan hangat di kelas dengan tema, liburan bersama ayah dan ibu.
Saking senangnya, sekarang Cherry sudah membayangkan, kalau nanti dirinya tidak perlu lagi menjadi pendengar yang membuat hatinya mengiri, melainkan akan menjadi pembawa cerita.
"Oke, sekali lagi ya ... satu, dua, tiga!" lantang si pemotret
Klik! Satu lagi, pose ceria mereka berhasil diabadikan.
"Tulunin Celly, Mah!" Seruan cadel nan antusias kembali terdengar dari Cherry. Dengan tidak sabar, dia meringsut turun untuk menghampiri si fotografer.
Cherry masih saja terlihat sangat bersemangat, padahal ini sudah siang. Bahkan matahari begitu terik menyengat kulit.
Memperhatikan anaknya yang kian menjauh dan berbaur dengan keramaian, membuat hati Kirara cemas. Kaki yang sudah bersiap melangkah mendekati Cherry, langsung urung bergerak karena sebuah tangan hangat sudah lebih dulu memegang lengannya.
"Ra, kamu duduk di sini saja, biar aku yang menemani Cherry, oke?" pinta Davin sembari mengelus sayang puncak kepala Kirara, kemudian pergi menghampiri si kecil yang terlihat sibuk dengan foto-foto mereka.
Dengan mata berbinar, Cherry memandangi dua foto dari hasil kamera polaroid. Hatinya sungguh senang, Cherry merasa tidak sabar ingin memamerkan foto-foto itu pada teman-teman di hari senin nanti.
"Ada Mamah dan Paman! Meleka nggak akan ledek Celly lagi!" monolog Cherry, senyum tiga jari di wajahnya enggan pudar.
Cherry menelan serat salivanya. Rasanya haus. Dengan cepat dia pun menengadah, sedikit menyipitkan mata untuk melihat jelas Davin sedang merogoh isi dompet.
"Paman Apin!" panggil Cherry kurang fasih, membuat pria berpakaian kasual itu menundukkan kepala tepat setelah menyelesaikan urusannya dengan si pemotret. "Gendong!" lanjutnya manja, dua tangan kecilnya sudah merentang lebar.
"Kiss ini dulu, baru digendong," timpal jahil dari pria berusia tiga puluh empat tahun itu, Davin pun segera bersiaga, dia membungkukkan punggung dan mengetuk pipi kanannya. Menginginkan pertukaran yang jarang bisa dia dapatkan.
Kiss? Cherry merengut, kemudian menimbang permintaan itu dengan cepat. Tidak lama, si gadis kecil pun memberikan kecupan setengah hati di pipi Davin. Yaah, lagi pula, ada sesuatu yang dia inginkan.
"Paman, Paman ... Celly mau es klim!" bisik Cherry meminta setelah berada dalam gendongan Davin.
Davin terkekeh. Kejahilan kembali muncul di benaknya.
"Kalau begitu, sekali lagi," pinta Davin sembari mengetuk pipi kirinya.
Jangan salah paham, Davin ini bukan seorang maniak kiss anak kecil, melainkan dia hanya sedang berusaha untuk bisa lebih dekat dengan Cherry.
"Nggak mau! Celly minta sama Mamah aja kalau gitu!" sungut Cherry. Kissnya itu memang mahal dan langka! Bahkan Kirara saja jarang diberikan.
Diancam seperti itu, mau tak mau Davin harus mengalah. "Oke, oke ... Paman belikan. Jadi, jangan ganggu Mamah, oke?"
Yes! Cherry mengangguk sambil berseru menang dalam hati. Ancaman seperti itu memang selalu berhasil untuk mengalahkan Davin.
"Anak itu, pasti minta sesuatu lagi," tebak Kirara yang memantau mereka dari kejauhan. Kirara sedang duduk di kursi kayu panjang yang berada di bawah naungan payung besar.
Perasaan sedih sekaligus senang langsung menyapa hati, setiap kali melihat Cherry yang begitu manja pada Davin. Entah kenapa ....
"Mah! Celly beli es klim dulu, ya!" seru si kecil, rambut panjang bergelombang yang terkuncir dua itu bergoyang anggun, sama seperti tangan kecilnya yang melambai untuknya itu.
Kirara mengangguk mengizinkan, kemudian bersandar sambil bersedekap dada. Dua manik cokelat gelapnya terus saja memperhatikan punggung Davin yang kian menghilang, membaur bersama kerumunan pengunjung Dufan.
Wanita itu pun merenung. Ingatannya kembali dia tarik mundur ke satu hari kemarin. Di mana Cherry dengan antusias memaksa dirinya agar mengajak Davin untuk ikut berwisata bersama mereka.
'Teman-teman Celly jalan-jalan sama Mamah dan Papah mereka! Celly juga mau jalan-jalan!'
Debas napas perih terhembus, tepat ketika ucapan menyakitkan itu terngiang jelas di kepala. Bukan hanya sekali atau dua kali saja putrinya berbicara seperti itu.
Meski Cherry tidak mengatakan langsung kalau dia membutuhkan seorang ayah. Namun Kirara bisa merasakan, bahwa Cherry mulai merindukan figur itu. Terlebih, jadwal kerjanya yang padat membuat dirinya sulit menemani si kecil. Cherry pasti semakin merasa kesepian.
"Salahku yang begitu keras kepala untuk tetap memilih menjadi orang tua tunggal," batin Kirara. Hatinya tambah perih saat teringat cerita putrinya yang sering diejek teman karena tidak memiliki ayah.
Kirara menyesal. Di usia yang sudah menginjak angka tiga puluh satu tahun, dia masih belum bisa memberikan kebahagiaan utuh untuk putrinya.
Bukan karena dia tidak ada yang melirik ataupun tidak ada yang mengajaknya menikah. Hanya saja ... sampai satu tahun lalu Kirara masih berpikir, kalau hidup berdua saja sudah cukup. Kirara yakin dirinya bisa membahagiakan Cherry.
Namun, pemikirannya itu benar-benar salah. Semakin tumbuh besar Cherry, semakin anak itu membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua dan Kirara juga sadar, dia tidak bisa menjadi seorang ibu serta ayah sekaligus.
"Ra?" Suara bariton menarik lamunan Kirara.
Impuls. Wanita itu mengerjap dan langsung menengadah memandang bingung pria di depannya. Sejak kapan mereka kembali? Kirara sungguh tidak menyadari kedatangan Davin dan Cherry.
"Melamunkan apa, sih?" tanya Davin sambil mendudukkan Cherry di samping kiri ibunya dan memberikan balon bertangkai plastik putih pada si kecil.
"Aku nggak melamun, kok," kilah Kirara. Kini kekasihnya sudah berdiri tepat di depan dua lututnya.
"Mamah mau?" tawar Cherry, masuk menginterupsi perbincangan dua orang dewasa itu.
Kirara menggeleng pelan, dia menolak. "Nggak sayang, buat Cherry saja," ucapnya seraya mengusap lembut rambut sang anak. Tarikan kecil dua sudut bibirnya semakin terbit saat memperhatikan sang buah hati yang lahap menyantap es krim dua tumpuk sambil memainkan balon birunya.
"Kalau nggak melamun, kenapa nggak sadar pas aku panggil tadi, hm?" lanjut Davin, jemarinya merapikan beberapa rambut Kirara.
Ini sudah yang kesekian kali dia mendapati kekasihnya melamun seperti tadi. Davin rasa, kini sudah saatnya dia harus tahu masalah apa yang membuat Kirara sampai melamun sedalam itu.
"Aku nggak melamun, Vin ... daripada aku, kamu sendiri bagaimana, hm? Pasti udah capek banget, ya? Dari tadi, Cherry manja banget sama kamu," beonya, mengalihkan topik.
Davin menyipit. Dia sadar pada Kirara yang mengalihkan pembicaraan. Oke, ini terakhir kalinya dia akan pura-pura bodoh.
"Aku nggak capek, justru malah senang." Davin mendekatkan wajah dan berbisik di telinga Kirara. "Nggak ada kata lelah selama itu bisa membuat kamu dan Cherry bahagia," sambungnya, dilengkapi dengan kecupan singkat di puncak kepala Kirara.
Wanita berambut panjang setengah terikat itu bergeming. Bukan karena kecupan Davin, melainkan kalimat yang terlontar lembut itu. Ucapan manis yang langsung meresap masuk dan menghangatkan hati gelisahnya.
Pria yang sudah dia kenal selama satu tahun lebih dan baru enam bulan ini memiliki ikatan hubungan dengannya sebagai kekasih. Pria yang begitu baik, hangat dan dewasa. Pria yang selalu tulus memperhatikan dan memperlakukan dia juga putrinya.
Pria seperti Davin ... akan bisa dengan sempurna mengisi kekosongan ayah di hidup Cherry, bukan?
"Hei ...." Lagi, suara bariton Davin menyadarkan Kirara. Wajah oval itu ditangkup dan diarahkan untuk menghadap sempurna padanya. Menelusuri pelan roman muka cantik sang kekasih. "Aku cemburu."
"Cemburu?" ulang Kirara dengan kerutan samar di kening.
"Hm, cemburu. Aku cemburu dengan segala apa yang tersembuyi di sini." Telunjuk Davin mengetuk pelan dahi Kirara. "Pikiran-pikiran di sini, selalu dengan mudahnya mengambil kesadaranmu dariku. Terkadang aku ingin marah, tapi aku juga penasaran. Kenapa kepala kecilmu ini, terus digunakan untuk berpikir sampai sedalam itu? Begitu dalam, sampai lupa dengan keberadaanku dan Cherry di sini."
Dua netra cokelat gelap Kirara pun kian melekat pandang pada manik aswad di depannya. Kirara menelan berat saliva. Dia jadi merasa tidak enak hati. "Maaf, aku nggak bermaksud--"
"Celly lapal."
Baik Davin juga Kirara, serentak menoleh pada Cherry. Mereka benar-benar melupakan keberadaan si kecil.
Lapar? Kirara panik. "Ya Tuhan, maaf'in Mamah sayang. Mamah nggak sadar kalau kita belum makan siang. Kita cari--"
"Mah, tenang. Celly juga balu belasa lapal, kok," potong Cherry.
Sebenarnya, es krim yang sedang Cherry makan ini cukup mengenyangkan perut. Hanya saja, beberapa detik lalu ... dia yang mengamati diam itu merasa kalau dirinya harus segera mengalihkan pembicaraan dari dua orang dewasa di sampingnya.
Cherry sedikit banyaknya bisa memahami raut wajah sang ibu. Mungkin, karena selama ini mereka hanya hidup berdua. Jadi, tidak ada orang lain lagi yang harus dia perhatikan selain ibunya.
"Cherry mau makan apa, hm?" sambar Davin, dia berjongkok di depan Cherry dengan satu lutut menyentuh lantai tanah.
"Celly mau ...." Dua iris cokelat gelap itu ditarik ke atas, Cherry berpikir apa yang harus dia makan, sedang perutnya masih terasa kenyang. "Em ... bulgel?" lanjutnya. Berencana kalau dia makan burger, nanti hanya akan makan isinya saja dan meninggalkan dua rotinya.
"Burger?' Ulang Davin dan Kirara bersamaan.
"Sayang, ini sudah waktunya makan siang. Makan nasi, ya?" bujuk Kirara.
"Nggak mau! aku mau bulgel, Mah!" tolak Cherry. Daripada makanan, dia lebih menginginkan minuman dingin.
"Sayang, mau paman beri tahu sesuatu?" Davin pun menyambar tubuh Cherry untuk digendong, lalu memberi kode pada Kirara untuk mengikuti dirinya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (328)

  • avatar
    GustiRaden

    terbaik

    2d

      0
  • avatar
    312Nurisah

    seruuu

    29d

      0
  • avatar
    KurniadiAbsallom

    terbaik

    18/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด