logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 8 Salahkan aku saja semuanya

"Jaga omongan kamu Andri, Istigfar!" ucap Maya menyadarkan Andri yang kerasukan menurutnya.
"Emang bener kan? jawab Ar!" ucap Andri, kini suara Andri semakin menggelegar, kericuhan ini di tonton oleh para siswa kelas lain yang sedari tadi melihat di jendela.
"Maksud kamu apa Dri? dari tadi aku bertiga bareng Maya sama Dila, dan kita ga manggil guru satu pun!" ucap gadis kecil itu ketakutan.
"Cuih, so polos!" ucap Andri membuang ludah sembarangan.
"Emang ini ada apaan si?" tanya Dila yang mewakili Maya dan gadis kecil itu.
"Guru dateng saat gua lagi ngerokok! dan yang keluar kelas cuman kalian bertiga! jadi ga salah dong gua bilang kalo kalian biang keroknya!" cetus Andri sembari memukul meja.
"Kita keluar kelas karena bosen jamkos, lagian kita di luar cuman pergi ke WC ko sama jajan doang." tegas Dila, kali ini Dila yang banyak bicara karena Maya dan gadis kecil itu tak pernah banyak bicara.
"Terus kenapa Kepsek tau gua ngeroko Anj*ng!" cetus Andri melontarkan kata kata kasar, ia tak sadar dirinya sedang ditonton oleh puluhan siswa di jendela luar kelasnya.
"Lah, suruh siapa ngeroko coba?" ucap Dila membuat Andri membungkam mulutnya.
"Saya yang membawa pak kepala sekolah ke kelas kalian, karena tindakan salah satu teman kalian melebihi batas!" ucap seorang pria dibalik pintu.
"Ka Putra?" ucap Maya terkejut melihat pria itu sudah berada dikelasnya sejak kericuhan ini ada.
"Anj*ng Lo Put! Cepu!" cetus Andri kembali melontarkan kata kata kasarnya.
"Jaga mulut Lo Dri, kalo gamau kepsek tau dan nambahin hukuman," ucap ka Putra pergi meninggalkan kelas yang masih menjadi sorotan para siswa-siswi.
"Awas Lo Put, mentang mentang pake jas osis! banci lu Put! beraninya ngadu!" cetus Andri mengoceh tak jelas sembari menatap kepergian ka Putra dari kelasnya.
'Plak!
Satu tangan menampar pipi Andri dengan penuh dendam.
"Tobat ai maneh Andri, ngomong teh ka mana wae! maneh mau dikeluarin dari SMP ieu hah?" tindas Maya mengeluarkan khas Sunda nya.
'Kepada saudara Andri Rahmadi Sanjaya, di harapkan ke ruang kepala sekolah segera'
Suara pengumuman itu membuyarkan lamunan Andri yang masih memegang bensin dan rokok nya.
"Eh eh mendingan ngerokok nya dirumah gua aja deh, disini ga aman." ucap Andri kepada geng nya.
"Bener Dri, bisa dikeluarin kita." ucap Malik sembari mengamankan rokok ke tas nya.
"Drii, tuh di cari pa kepsek," ucap gadis kecil itu.
"Hah? Ngapain gua kan ga nge-" ucap Andri memotong pembicaraan nya.
"Nge- apa?" tanya gadis kecil itu kepada Andri.
"Nge- ngerjain tugas, iya kayanya gua ga ngerjain tugas makanya dipanggil kepsek," ucap Andri lalu menarik tangan Malik untuk ikut keruang kepala sekolah.
"Oh yaudah sana temuin daripada kena marah ga lucu kan," ucap gadis kecil itu terkekeh pelan.
Sesampainya mereka berdua di ruang kepala sekolah, tidak ada yang memulai percakapan disana, suasana menjadi hening.
"Emm, bapak manggil saya pak?" tanya Andri memulai percakapan.
"Iya, saya cuman mau ngingetin, kamu jangan membuat masalah di SMP ini ya, jika kamu ingin lulus dengan terhormat nanti." cetus kepala sekolah lalu memberi kode agar Andri dan Malik kembali ke kelasnya.
"I-iya pak siap, permisi Pak," ucap Andri sembari mencium punggung tangan kepsek lalu pergi, diikuti oleh Malik dari belakang.
"Lu liat kan Lik? untung gua belum ngelakuin aksi gua!" cetus Andri sembari mengepalkan tangannya.
"Berati lu lagi dijaga tuhan Dri," jawab Malik sembari menepuk pundak Andri.
"Bacot!" cetus Andri menepis tangan Malik.
Ya, Andri adalah siswa pindahan dari SMP 1 Jakarta. Sebetulnya tidak perlu dijelaskan saja, sudah terlihat dari nada bicaranya. Andri ikut Orang tuanya yang sedang bertugas di Bandung, jadi ia disekolah kan di SMP ini untuk sementara waktu, tidak lama hanya sekitar 3 tahun ia disini.
Besoknya murid kelas tujuh tiga itu membawa pakaian olahraga karena ada jadwal pelajaran nya.
"Ar, yuk ganti baju," ucap Dila mengajak Artium.
"Yey Dila, Maya te diajak kan," cetus Maya mengoceh.
"Hayu." ucap Dila menarik tangan Maya, dan Maya menarik tangan Artium, ya seperti kereta api.
Selang beberapa menit mereka sudah rapih memakai pakaian olahraga, hari ini jadwal pa Dadang melatih kelas tujuh tiga bermain basket di lapangan.
Sesampainya Dila, Maya, dan gadis kecil itu di pintu kelas. Terdengar suara pak Dadang memarahi seisi kelas dengan suara menggelegar.
"Assalamualaikum," ucap gadis kecil itu sembari membuka pintu kelas.
"Waalaikumussalam, duduk kalian di bangku masing-masing." ucap pak Dadang kepada Maya, Dila, dan gadis kecil itu.
Puluhan siswa lain berbondong-bondong saling menanyakan ada kejadian apa kepada teman temannya yang dari tadi dia di luar jendela kelas tujuh tiga itu.
"Kalo kalian tidak ingin dikeluarkan di sekolah ini, jangan membuat kericuhan! jangan bergaya beatdown beatdown atau ala ala punk!" tegas pak Dadang, yang kini suaranya bisa terdengar keluar kelas.
Andri, dan teman-temannya yang lain hanya menundukkan kepalanya.
"Dil, ini pada kenapa?" bisik gadis kecil itu kepada Dila karena tidak tau permasalahan yang sedang diributkan itu.
"Gatau Ar, aku kan baru datang sama kamu dan Maya," jawab Dila berbisik kepada gadis kecil itu.
"Yasudah, yang lain boleh langsung ke lapangan ya, bawa tiga bola basket diruangan bapak." ucap pak Dadang kepada murid kelas tujuh tiga.
"Iya pak," ucap serentak murid kelas tujuh tiga itu.
"Lik, gua tau siapa yang Cepu in Kita!" ucap Andri mendesis kesal.
"Siapa emang Dri?" ucap Malik sembari melipatkan baju seragamnya disimpan di tas.
"Siapa lagi kalo bukan trio itu!" cetus Andri merasa dicurangi.
"Kalo bukan gimana Dri? dosa loh fitnah orang," ucap Malik kepada Andri.
"Ya bisa jadi juga mereka Anj*ng!" tegas Andri tidak ingin disalahkan.
"Mereka manusia Dri, bukan Anj*ng," jawab Malik dengan polosnya membuat Andri semakin kesal.
"Elu Bangsat." cetus Andri menunjuk Malik.
"Oke anak anak sekarang kita belajar cara menggiring bola basket tersebut supaya masuk ring," ucap pak Dadang menjelaskan cara menggiring bola basket yang benar.
"Pak, mereka yang berjejeran di depan kita siapa?" ucap Dila karena menangkap sosok Akmal yang tak asing baginya.
"Maka dari itu Dil, jangan dulu motong pembicaraan saya kamu teh! mereka kakak kelas kalian, anak kelas sembilan tiga yang bakalan ngajarin kalian bermain bola basket."
Gadis kecil itu menatap tubuh seorang pria yang tak asing lagi baginya sama seperti Dila, bukan ka Akmal atau pun ka Putra, melainkan ka Andara.
"Lah terus pak Dadang ngapain dong kalo ga ngajarin kita main bola basket?"
"Saya ada perlu dulu sama pak kepala sekolah, mau meeting." ucap pak Dadang lalu memberi semua tanggung jawab sepenuhnya kepada kelas sembilan tiga untuk mengajari bola basket kepada Ade kelasnya.
Divya berjalan kearah Gadis kecil itu, dan memberikan sebuah peringatan "Awas ya lo, kalo berani milih cowok gue buat ngajarin lo!" cetusnya.
"Aku gaakan milih siapapun kak. Aku bakal belajar dribel sama siapa aja, yang mau ngajarin aku." balas Gadis kecil itu meninggalkan Divya dan gengnya.
"Songong banget tuh anak mulutnya, Div." cetus salah satu teman Divya.
"Hallo, saya Andara kalian bisa panggil saya Ka An," ucap ka Andara sekaligus kapten basket di ekstrakurikuler itu.
"Udah tau," ucap gadis kecil itu berbisik kepada Maya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (139)

  • avatar
    NurNur mujizatin

    baguss👍🏻👍🏻

    18d

      0
  • avatar
    RiadyAgung

    Good

    23d

      0
  • avatar
    IshaqMaulana

    bagus video nya

    15/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด