logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

CANDALA

CANDALA

Isikerang_


บทที่ 1 Permata yang Dinantikan

Teriakan wanita paruh baya itu menggegerkan pria yang sedari tadi masih di samping menenangkannya. selang beberapa menit, hadirlah buah hati yang paling dinantikan oleh mereka.
‘’Oaa,, 0aa’’, Suara tangisan bayi memecahkan ruangan.
"Alhamdulilah anaknya perempuan, Pak. Tapi..." Dokter Ahmed memotong kalimatnya membuat Pak Liam Penasaran.
"Kenapa Dok?" tanya Pak Liam.
Namun sayangnya bayi itu berbeda dari yang lain. Baru saja dilahirkan sudah kejang-kejang (STEP).
"Begini Pak, anak bapak dan ibu mengalami kejang-kejang atau bisa kita kenal epilepsi. Hal ini terjadi ketika sel-sel di otak memiliki aktivitas listrik abnormal, dan untuk sementara waktu mengganggu sinyal listrik normal otak. Kejang bisa disebabkan oleh arus pendek di otak." Dokter menjelaskan penyebab bayi perempuan itu mengalami epilepsi.
"Saya bakal ngelakuin banyak cara, agar anak saya baik-baik aja Dok." jawab Pak Liam.
"Saya tidak tahu anak bapak dan ibu bisa bertahan lama atau tidak, karena penderita epilepsi bisa menyebabkan kematian, dan penyebab kematian epilepsi pada umumnya adalah sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP)." ucap Dokter Ahmed.
"Tapi kita bisa menyembukannya secara total. Bapak dan Ibu sebisa mungkin sebulan sekali check up ke rumah sakit, permisi." lanjut Dokter Ahmed meninggalkan ruangan.
Setiap sebulan sekali Bu Misa dan Pak Liam membawa anaknya untuk check up dan membeli obat agar anaknya sembuh dan bisa seperti bayi normal pada umumnya.
Tidak mudah bagi Mereka mendapatkan banyak uang untuk obat anaknya. Pak Liam harus bekerja keras agar mendapatkan bonus dari pabrik nya. Pekerjaan Pak Liam hanyalah pengantar Barang dan ditempatkan di bidang pergudangan.
Kali ini Bu Misa check up sendiri, sedangkan Pak Liam masih sibuk mengerjakan tugas di parbrik saat istrinya sedang menunggu angkot untuk pulang ke rumah.
`Ssrrtt
Dompet Bu Misa dijambret oleh orang tak dikenal.
"Tolooong... jambret tolooong..." Teriakan Bu Misa yang sangat keras berhasil menjadi perhatian warga, sebagian warga mengejar copet itu, tapi sayangnya tidak berhasil.
"Pake uang ini aja, Mbak. Maaf kalo uang yang saya kasih hanya sedikit." kata Pak satpam yang berjaga di post Rumah Sakit.
"Alhamdulillah hatur nuhun Pak, cukup kok untuk ongkos pulang. Maaf kan saya sudah membuat kerusuhan disini." ucap Bu Misa.
"Sama-sama, lain kali lebih hati-hati ya Mbak." jawab Pak satpam
Sudah Lima tahun lebih tapi tetap saja kejang-kejang itu tak kunjung hilang. Mereka sudah mencoba segala cara agar anaknya sembuh. Dari mulai pengobatan, konsultasi, hingga makanan bergizi saja tidak mempan.
Kejang-kejang itu selalu datang tiba tiba, hingga menjelang pagi pun selalu begitu.
‘’Ya Allah,, hamba ikhlas jika anak hamba engkau ambil, hamba ikhlas Ya Allah, sudah berbagai cara pengobatan yang kami beri, ujian mu begitu memilukan. Uang sudah tidak cukup untuk kami membeli obat. Jika memang kau mau mengambil putri kami, hamba sudah ikhlas ya Allah, mungkin dia akan menjadi tabungan kami di akhirat nanti’." Lirih Bu Misa dengan tangisan penuh sesak, ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa kepada yang Maha Kuasa.
Berbeda dengan anak lainnya, ia sangat Pendiam. bahkan meminta makan pun jarang jika dirumah Nenek Ayahnya, mungkin bisa jadi ia menahan lapar sampai sore saat Pak Liam atau Bu Misa pulang. Ia sedikit trauma karena Neneknya pernah mempermasalahkan makanan yang di makan Rifana dengan lahap. Jadi, ia tidak berani meminta makan ataupun yang lainnya.
Tepat usia 4 taun Bu Misa selalu mengantarkan anaknya belajar di Pendidikan Usia Dini (PAUD). Ia tidak pernah menekan anaknya harus belajar, karena ia tau hal itu akan berpengaruh kepada perkembangan otaknya. Tak lupa sebelum berangkat, Pak Liam selalu mengajaknya mengelilingi lingkungn sekitar rumahnya dengan motor bekjul dan memberi vitamin otak untuknya, supaya otaknya kuat tidak lemah seperti dulu.
Pada saat Usia nya menginjak 6 tahun, penyakit kejang-kejang itu berhenti dengan sendirinya. Bu Misa dan Pak Liam mendaftarkan nya ke Sekolah Dasar yang ada di depan rumah dan kepribadiannya masih pendiam, lebih tepatnya selalu menyendiri.
"Bunda, ko ayah ngga ada ya? harusnya kan baris disini," menunjuk kepada para tentara yang sedang baris.
"Memangnya Ayah kamu tentara, Nak?" tanya bu Misa kepada putrinya.
"Ngga. Tapi kan punya bajunya," tuturnya.
Balasan polos dari anak itu, membuat para tentara dan komandan nya tertawa. Bu Misa melanjutkan perjalanan nya kerumah, dengan berjalan melewat para tentara yang sedang membuat formasi barisan. Jika Putrinya sedang menangis, Bu Misa selalu membuat sesuatu hal agar putri kesayangannya lupa akan tangisya, seperti melihat daun pisang bergerak karena Angin.
"Nak, lihat pohon pisang itu sedang melambaikan tangan padamu. Dia mengisyaratkan supaya kamu nggak nangis lagi." menghibur putrinya.
"Emangnya, beneran Bun?" tanya gadis kecil itu kepada ibunya.
"Iya, Nak." meyakinkan anaknya.
Tak lama, Bah Iyat datang mengajak Cucunya itu ke kebun memakai sepeda tua. Setelah sampai di sana, mereka berhenti di tempat pemakaman umum. Terlihat teman bah Iyt sedang bermain kartu karena bosan tidak ada kerjaan. Diantara mereka, Anak Bu Misa ini selalu memantau Batu Bata yang dijadikan kalung oleh salah satu teman bah Iyat yang botak.
"Abah, emangnya gak berat batu dikalungin?" tanya anak bu Misa kepada kakek botak teman bah Iyat.
"Hahaha, ini jimat Nak." Kakek botak melanjutkan bermain kartu.
Beberapa jam dihabiskan mereka bermain kartu, tapi tidak dengan anak Bu Misa sekaligus cucu Abah Iyat ini, setelah dia memantau Kakek Botak, Matanya kembali memantau kuburan baru yang masih banyak taburan bunga. tidak menunggu waktu lama, ia berlari dan mengambil satu bunga putih di tanah kuburan baru itu. Lalu dibawa ke pos tempat Abah iyat dan teman temanya bermain Kartu.
"Abah, bah. Coba tebak ini nemu dimana cing?" gadis kecil itu memamerkan bunga putih yang diambil dari kuburan baru.
"Bagus, dimana itu nemunya?" tanya bah Iyat, karena baru pertama kali melihat bunga di sekitar pos ronda.
"Tuh deket kok disitu." gadis kecil itu menunjuk kuburan baru yang banyak ditaburi bunga.
"Astagfirullah," merebut bunga yang ada ditangan cucunya lalu dikembalikan ke kuburan baru itu.
"Maaf kan cucu saya, yang tenang disana yah." Bah Iyat dengan tergesa meletakkan bunga ke sisi tanah kuburan itu.
"Bahh, ko dibalikkin? kan bagus bunganya." tanya gadis kecil itu, padahal tidak ada yang melarangnya mengambil bunga di kuburan baru.
"Abah main kartu lagi, kamu jangan kemana mana!" tegas bah Iyat kepada gadis kecil itu, supaya ia tetap diam disisi bah Iyat.
"Iya bah." Gadis kecil itu duduk kembali memantau kalung batu bata kakek botak yang mengutak-atik pikirannya, bagaimana bisa batu bata sebesar itu dijadikan kalung oleh teman Abahnya, sebut saja Bah Uneh.
Karena merasa bosan, ia pun kembali mencari bunga yang paling bagus di kuburan baru itu, sambil berbicara.
"Aku minta bunganya satu ya. Yang warna merah aja, putih kan dibalikkin lagi sama Abah." pinta gadis kecil itu kepada arwah yang baru dikubur dan ditaburi bunga kuburan.
Ia menyimpan bunga itu ke saku bajunya, tanpa memberitahu Abah Iyat. Tiba lah waktunya pulang karena sudah mau Ashar. Abah Iyat membalikan sepedanya dan membonceng cucunya. Saat akan menggayuh sepedanya, ia melihat cucunya memainkan bunga merah, lalu bah Iyat bertanya lagi.
"Itu dapet dari mana?" dengan nada berat karena Bah Iyat takut cucunya mengambil bunga dari kuburan baru tadi.
"Tuh. dari yang tadi, udah bilang minta ko bah." katanya.
"Astagfirullah." Abah Iyat terkejut lalu, menurunkan cucunya dan sepedanya. Bah Iyat merebut kembali bunga merah itu ditangan cucunya lalu mengembalikan kepada pemiliknya.
"Maaf kan lagi cucu saya, maafkan." menaruh bunga merah disamping batu nisan kuburan baru itu.
Bah Iyat mulai menggayuh sepedanya dan membawa cucunya pulang kerumah, perasaan takut menyelimuti Abah Iyat, karena ditakutkan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Heh, kalo ada kuburan itu jangan diambil bunga nya. Nanti kalo yang punya nya marah gimana?" ucap bah Iyat karena sangat takut kehilangan cucunya.
Konon katanya, jika kita mengambil bunga di kuburan baru, maka arwah kuburan itu akan gentayangan mencari satu bunga yang hilang dikuburannya.
"Kan udah bilang minta dulu Abah." cetus cucunya karena kesal kepada bah Iyat.
"Iya tetep aja gaboleh, nanti kita cari bunga-bungaan kalo ada!" tegas bah Iyat sembari membelokkan sepedanya massuk gang kecil.
Setelah dirumah, Bah Iyat menceritakan kelakuan cucunya kepada Bu Misa, Bu Misa hanya tertawa karena baru kali ini anaknya seperti itu.
"Untung saja keburu diliat sama bapak, kalo tidak ah sudah lah," ucap Bu Misa menakut-nakuti anaknya.
"Nggak cuman itu, dia malah makin penasaran sama temen bapak yang memakai batu bata dijadikan kalung." tutur bah Iyat sambil memeragakan temanya yang botak memakai kalung batu bata.
"Bah Uneh pak? Ahaha..haha. Mungkin aneh kali pak, ha ha jadi diliatin terus." ucap Bu Misa sembari menyiapkan makan sore.
"Kaya nya pengen nyobain punya kalung batu bata kaya si Uneh, jadi diliat terus temen bapaknya." cetus bah Iyat menyindir gadis kecil itu.
"Bun, aku mau mandi ah." ucap gadis kecil itu dengan melengkingkan suaranya karena merasa jengkel dirinya dijadikan bahan topik oleh Kakek dan Bundanya.
"Iya boleh, lebih bagus." membuka kancing kemeja gadis kecil itu, lalu pergi membawa handuk kecil.
"Iya bun, kan mau nyari bunga sama abah, bunga yang dikuburan." memperjelas maksud gadis kecil itu.
"Iya iya," kata Bu Misa sembari membuka pintu kamar mandi untuk memberikan handuk kepada gadis kecil itu.
"Oiya Pak, 2 hari lagi saya dan mas Liam tinggal di tempat Mamah." memberikan secangkir kopi kepada bah Iyat.
bah Iya mengambil secangkir kopi yang sudah di siapkan anaknya "Iya tidak apa apa Mis, apa Mas Liam sudah tau tentang itu?" tanya Bah Iyat kepada Bu Misa.
"Kita pindah kerumah Mamah Ayah Bun?" ucap gadis itu dengan berteriak karena sedang mandi.
"Iya, biar kamu ada temennya." balas Bu Misa.
Gadis kecil itu keluar dengan handuk yang menyelimuti tubuhnya "Asik kerumah Mamah ayah" berputar-putar kesenangan sampai lupa mengelap kakinya agar tidak basah ke lantai.
"heh, kakinya di lap dulu" ucap Bu Misa kepada gadis kecil itu.
2 hari sudah berlalu, bu Misa dan pak Liam membereskan pakaian dan memanaskan motor bekjul, pak Liam menamai motornya dengan sebutan Inul, sebab motor itu sudah tua tapi masih berfungsi dengan baik. Sesampainya disana, mereka disambut dengan ramah, dan diberi kamar yang terbilang lumayan luas.
"Mas, ini mah gede banget ruangannya" tutur bu Misa sembari merapihkan tempat tidur yang sudah lama tidak ditempati.
"Iya, kamu benar Mis. aku jarang diam disini, karena saat kelas 2 SMP aku dipindahkan ke Sumatera oleh Orangtua ku karena nilai Olahraga yang kurang memuaskan, padahal hal ini bisa terjadi kepada siapa saja, dan bisa diperbaiki, tidak harus pindah sekolah. Tapi yasudah lah semua sudah terjadi, mungkin mereka tidak ingin aku menginjakkan kaki di rumah ini lebih lama." ucap mas Liam sembari mengingat kejadian dimasalalunya.
Pak Liam, memang kurang berinteraksi dengan Orangtuanya, karena saat ia masih menginjak bangku Sekolah Dasar pun sudah tinggal dengan Nenek Buyutnya. ia hanya mendapatkan Satu Tahun bisa tinggal bersama Orangtuanya dan keempat saudara kandungnya. ia pernah membuat kesalahan yang bisa dibilang kesalahan itu hanya masalah sepele. Masalah nilai Olahraga yang kurang memuaskan saat ia duduk dibangku kelas 2 SMP. Mungkin karena kedua Orangtuanya tidak menyukai nilai Pak Liam yang mendapat nilai kecil, ia pun di asingkan di Sumatera bersama Adik Bapaknya. semenjak itu, Kehidupan pak Liam sangat menyakitkan. Dia tipe orang yang pendiam, jadi orangtuanya tidak memerlukan waktu lama untuk memindahkan pak Liam. Ia juga tidak pernah meminta minta, meminta uang saku untuk pergi sekolah saja jarang. Ia lebih menyukai untuk bekerja keras, tak peduli berapa uang yang didapatkannya, yang terpenting dia tidak pernah meminta.
tiba tiba semua hening, tidak ada suara sedikitpun diruangan itu, Bu Misa merasa prihatin kepada suaminya, ia menepuk pundak suaminya.
"Alhamdulillah mas, yang penting kita harus bareng- bareng, ngelewatin ini semua," tutur Bu Misa yang masih menepuk pundak suaminya, dan menenangkan suaminya itu.
"Iya Alhamdulillah, besok kita urus persyaratan masuk TK," ucap pak Liam sembari merapihkan pakaian dan menaruh nya ke lemari.
"Tapi usianya masih rentan muda, 5 tahun memangnya bakalan diterima?" tanya Bu Misa, karena ditakutkan Putrinya akan lambat menangkap materi yang diberikan guru TK nya.
"Gapapa, bismillah aja semoga ke terima, dia anak yang cukup pintar," ucap pak Liam meyakinkan istrinya.
sementara itu, anak mereka sudah mendapatkan teman baru namanya Biah.
"Biah kita jajan yuk, emangnya kamu ga bosen gunta ganti baju Barbie terus?," cetus gadis kecil itu kepada teman barunya, karena merasa bosan bermain Barbie dari tadi.
"Jajan apa?" tanya Biah sembari memakaikan baju barbienya.
"Beli mie goreng, nanti aku minta bantuan Bunda buat masak mie kita, atau nanti kita campuran mie gorengnya biar banyak," ucap gadis kecil itu.
"Ayo, aku minta uang dulu ke Mamah yah," Biah berlari meminta uang kepada Bu Minah untuk membeli mie goreng bersama gadis itu.
Bulan Ramadhan telah tiba, disambut oleh umat muslim dengan gembira, karena ramadhan bulan yang penuh berkah.
"Bun, kalo besok puasa, makanya kapan?" tanya gadis kecil itu kepada Bu Misa sembari menonton siaran televisi.
"Makan nya, nanti kalo udah adzan, kamu mau puasa?," ucap Bu Misa, karena mendapat ide supaya putrinya terbiasa puasa dari kecil.
"Iyah Bun," ucapnya bersemangat.
"Anak pinter, yaudah sekarang kamu tidur dulu biar bisa ikut sahur." Bu Misa mematikan televisi lalu menyelimuti gadis kecil itu dan memeluknya.
Waktu sahur tiba, Bu Misa membangunkan anaknya untuk sahur pertamanya. Banyak sekali varian hidangan yang disajikan, berbeda dengan Abah Iyat, sahur dengan telor dadar ditambah terigu lalu dibagi ke 5 anaknya.
"Bun, disini banyak yah makananya." cetus gadis kecil itu, karena jika di rumah bah Iyat, makan pun hanya satu lauk pauk tidak beragam dan bervariasi seperti dirumah Ibu Ayahnya yang terbilang serba ada.
"Iya nak, ayo makan dulu." tutur Bu Misa sembari mengambil centong nasi dan rendang ayam sebagai lauk pauknya.
"Baca doa sahur dulu yuk," ajak pak Liam kepada putrinya, lalu mengajarkan doa sahur di bulan ramadhan.
"Bu Win, punya menantu kok nggak pernah keliatan beres-beres rumah ya?" ucap salah satu tetangga yang lewat didepan rumah Nek Wini.
"Malesan, paling bentar lagi juga pindah mereka." cetus Nek Wini sembari melanjutkan menyapu lantai halaman depan.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (139)

  • avatar
    NurNur mujizatin

    baguss👍🏻👍🏻

    19d

      0
  • avatar
    RiadyAgung

    Good

    24d

      0
  • avatar
    IshaqMaulana

    bagus video nya

    15/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด