logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Rekaman CCTV

Dengan amarah meluap, aku berjalan ke arah Maya lalu menampar pipinya.
Plak!!
"Kamu yang udah memfitnah Ibuku, apa kamu pikir aku nggak lihat kalo kamu yang udah masuk ke kamar Mama hah!" teriakku lantang.
"Ayu, apa-apaan kamu hah?" pekik Mama kaget.
Semua orang di ruangan itu kaget melihatku menampar Maya. Mama menghampiri Maya yang berakting dengan menangis memegang pipinya.
"Sakit, Maya?" tanya Mama sambil mengelus pipinya.
Maya mengangguk dan ekspresi wajahnya dibuat sesedih mungkin. Huh, dasar pelakor masih saja bisa bersandiwara. Sepertinya tamparan dariku belum cukup untuk membuatnya jera.
"Ada apa ini?" tanya Mas Lucky tiba-tiba sudah berdiri bergabung.
"Ini, istrimu menampar Maya yang nggak tau apa-apa. Padahal Ibunya sendiri yang mencuri kalung Mama dan itu udah terbukti kalung Mama ada di tas Ibunya Ayu," jelas Mama sambil marah.
"Benar itu?" tanya Mas Lucky ketus.
"Mas, itu nggak benar. Ibu nggak mencuri tepatnya nggak mungkin mencuri," jawabku sambil memeluk Ibu.
"Itu benar, Mas! Buktinya aku dan Tante melihat sendiri kalung itu ada di tas Ibunya Ayu," timpal Maya nyengir, Mama juga ikut mengangguk membenarkan.
Mas Lucky menatapku dan Ibu dengan tajam. Aku tak mungkin mendapat pembelaan darinya. Mas Lucky selalu percaya pada Mama, selain itu juga tidak menyukai Ibuku.
"Jadi ini kelakuan Ibumu, Yu! Kemarin kamu masih marah kalo Mas nggak mengajak Ibu ngobrol tapi kenyataannya malah mencuri. Buat malu aja kamu!" hardik Mas Lucky.
"Mas, udah aku katakan Ibu nggak mencuri karena saat itu Ibu lagi di belakang rumah dengan Bi Inem. Malah aku lihat Maya lah yang masuk ke kamar Mama. Maya ..." Aku berteriak keras karena sangat marah.
Mama melotot demi mendengar suaraku yang keras. Masa' bodoh dengan mereka, hatiku sudah sangat kesal. Tidak ada satupun dari mereka yang membela apalagi percaya padaku dan Ibu.
"Ayu! Nggak usah kamu teriak-teriak di rumah ini, mana buktinya kalo Maya yang mengambil kalung Mama?" protes Mama sambil berkacak pinggang.
"Oh, ternyata kalian semua bodoh! Walaupun kalian nggak percaya apa yang aku tuduh, lihat di sana ada CCTV. Kalian bisa memeriksa sendiri."
Aku menunjuk ke arah CCTV dan mereka semua mengikuti tanganku. Mama dan Mas Lucky terlihat seperti orang yang minim ilmu. Ya di rumah yang besar ini Mama memang menyuruh orang memasang CCTV.
Dulu saat aku baru menikah, melihatku yang miskin Mama tidak percaya. Selalu memantau gerak gerik diriku, sampai memasang CCTV. Namun, aku selalu berbuat yang wajar karena aku tau bagaimana bersikap di rumah besar ini.
Bila ada yang bertanya kenapa Mama tidak mengenali Ibuku. Karena saat menikah dulu Mama tidak hadir. Pernikahan kami sendiri diadakan secara sederhana di rumahku jadi Mama malu untuk datang.
Mas Lucky sendiri yang merayu Mama agar mengizinkan aku tinggal di rumah Mama. Sengaja Mas Lucky tidak membeli rumah karena Mama tidak mengizinkan suamiku jauh darinya. Mama kesepian tinggal sendiri sebab Papa mertua sudah berpulang ke Rahmatullah.
Hari demi hari saat melewati hidup bersama Mama, awal yang penuh kesukaran hingga jalan dua tahun Mama sedikit demi sedikit mulai menerima kehadiranku. Tapi, bukan berarti Mama memberi kebebasan, bila aku dan Mas Lucky ada masalah Mama pasti ikut campur hingga kami jadi bertengkar.
Seketika aku sadar dari lamunan, melihat wajah Maya yang berubah pucat. Ya aku tau rekaman CCTV itu pasti bisa membuktikan siapa pelaku sebenarnya. Aku menyungging senyum kemenangan saat Maya melirikku.
Kamu tidak bisa lari, Maya. Sebentar lagi, kamu pasti akan malu akibat perbuatan tanganmu sendiri, batinku menyeringai.
Mas Lucky lalu berjalan ke ruang kerja tempat memeriksa rekaman CCTV. Sebelum melangkah jauh, Maya berlari ke arah Mas Lucky dan mencekal tangannya. Mereka terlihat berbicara pelan sambil melirikku.
Entah apa yang mereka bicarakan hingga Mas Lucky berbalik dan kembali ke tempat semula. Mama masih tetap tak bergerak dan terus memperhatikan kami. Saat Maya mengejar Mas Lucky pun Mama diam saja membiarkan.
"Ayu, CCTV itu nggak hidup karena Mama bilang sudah rusak. Iya nggak, Ma?" tanya Mas Lucky menodong Mama.
"Eh, iya, iya. CCTV itu sebenarnya udah nggak berfungsi seminggu ini," jawab Mama gelagapan.
Aku mengerinyitkan dahi heran. Melihat sikap Mama yang gugup aku tau pasti Mama berbohong. Tatapanku beralih pada Mas Lucky yang terlihat santai dan Maya yang menyunggingkan senyum.
Sebenarnya apa yang terjadi? Mereka masih berpura-pura terus, aku tidak bisa tinggal diam. Aku yang akan memeriksa sendiri CCTV itu.
"Kalian bohong, kan? CCTV itu nggak mungkin mati, lihat lampu kecil di bawahnya itu pertanda kamera aktif. Apa kalian masih mau bersandiwara, baiklah aku sendiri yang akan memeriksanya," kataku sambil berjalan menuju ruang kerja.
Langkahku berhenti kala dicegat Mas Lucky. Aku tetap menerobos tapi Mas Lucky menangkap tanganku dan memegangnya kuat. Terpaksa aku tidak bisa melanjutkan berjalan.
"Lepas, Mas! Aku akan buktikan sendiri dan melapor ke polisi agar Maya dan Mama ditangkap," kataku keras.
"Apa kamu bilang, Yu! Seenaknya aja kamu lapor" sergah Mama tak terima.
"Ya, seharusnya Maya dan Mama ditangkap. Maya yang udah memfitnah dan sebagai pelaku pencurian serta Mama yang udah menyeret serta menendang Ibuku sampai luka. Rekaman itu cukup untuk memasukkan kalian ke penjara," jeritku menantang mereka.
Maya dan Mama serta Mas Lucky menciut nyalinya. Mereka yang awalnya angkuh dan zolim terlihat lemas dan tak berdaya. Mereka semua terdiam cukup lama seraya saling memandang satu sama lain tanpa bicara.
"Ayu, gini aja! Kita lupakan aja masalah ini. Mama akan maafkan Ibumu dan nggak mengusirnya tapi terserah Ibumu masih mau tinggal di sini atau nggak!" ucap Mama akhirnya angkat bicara dan melunak.
"Iya, Yu! Jangan laporkan Mama ya sayang. Mama udah tua apa kamu nggak kasihan padanya," rayu Mas Lucky memegang tanganku.
Aku menatap aneh pada Mas Lucky, selama ini tak pernah memanggilku sayang. Akan tetapi, demi merayu agar Mama tak dipenjara kata manis itu baru keluar dari mulutnya.
Aku masih diam saja melihat rayuan mereka padaku. Tiba-tiba, Ibu mendekat dan menepuk bahuku. Aku menoleh kearah Ibu dan melihat wajah Ibu yang tersenyum lembut.
"Yu, maafkanlah mereka, Nak! Semua ini salah paham, yang penting mereka udah mengaku. Jangan marah lagi, lapangkan hatimu insya Allah semua jadi berkah," tutur Ibu menasehati.
Air mataku luruh, perasaan bercampur aduk antara marah, benci, kesal juga terharu atas kebaikan Ibu. Sudah disiksa Ibu masih saja mau memaafkan.
"Baiklah, kalo Ibu ikhlas! Ayu akan maafkan mereka. Dan Ayu minta Ibu terus di sini menemani Ayu, boleh kan Mama?" tanyaku pada Mama.
"Boleh, Yu! Mama nggak melarang, oke sekarang Mama mau ke kamar dulu. Capek!" jawab Mama beranjak bangun lalu berjalan naik ke atas.
Mas Lucky juga pergi ke kamar setelah melirik Maya. Sedangkan Maya menghentakkan kakinya dengan kesal dan pergi dari rumah.
Jangan coba bermain-main denganku, pelakor! gumamku kesal menatap kepergian Maya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (205)

  • avatar
    Denn

    sangat seruu sekali ceritanya

    21/08

      0
  • avatar
    GawolRini

    Bagus ceritanya

    20/07

      0
  • avatar
    Sasmita Bhizer

    bagus

    06/04

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด