logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Elegi

Elegi. Entah kenapa bisa menimbulkan rasa duka yang begitu memuakkan. Padahal elegi syahdu untuk didengar. Teduh. Penuh kedamaian. Elegi. Bukankah dia seperti mimpi buruk? Damai yang dia berikan selalu minta imbalan dalam bentuk duka.
Ada yang bilang bahwa segala hal yang ada di dunia ini selalu berhubungan dengan cinta. Lantas bagaimana kalau aku menyanggahnya?Bagaimana kalau aku bilang kalau hal yang sangat berpengaruh di dunia ini bukan cinta? Bukan. Melainkan rasa peduli. Kenapa? Karena dengan peduli maka rasa yang lain akan ikut timbul. Rasa untuk menyayangi, menghargai, memahami, dan mencintai misalnya.
Aku pernah mencintai seseorang tanpa rasa peduli. Asal dia bahagia karenaku dan aku tidak dirugikan oleh keberadaannya aku tak masalah. Terserah dia mau peduli atau tidak. Yang jelas dia mencintaiku dan aku mencintainya.
“Kevin jalan sama Novelia”. Ares langsung berkicau begitu sampai di hadapanku. Tumpukan laporan yang dia bawa langsung di hempaskan ke meja dengan kasar.
“Terus?”. Aku mengacuhkannya. Dan malah mengambil salah satu laporan yang dia bawa untuk dicontek.
“Kevin pacar kamu”. Sekali lagi Ares menandaskan.
“Iya. Memang kenapa?”.
“Dia terang – terangan selingkuh dan kamu bisa sesantai ini?”.
“Ini urusan aku”.
“Sampai kapan kamu nyakitin diri sendiri?”.
“Stop it”.
“Veiry Ve!”.
Plakk.. tamparan itu tiba – tiba saja terayun dengan bebas. Tanpa beban. Mendarat manis di pipi Ares yang putih bersih. Meninggalkan bekas kemerahan yang lumayan panjang. Aku terdiam.
Sungguh demi apapun itu aku melakukannya tanpa niat. Semua terjadi begitu saja. Aku marah. Emosiku tak terkendali. Seperti kesetanan dan.. entahlah itu yang terjadi. Aku menampar Ares. Setelah 7 tahun persahabatan kami. Setelah cerita dan keluh kesah yang selalu kami bagi. Aku merusaknya. Ares memandangiku. Tatapannya dalam. Kecewa. Dan entahlah..
“Maaf.. Aku gak bermaksud..”. Aku menunduk. Benar – benar menyesali apa yang telah aku perbuat.
“Kamu mungkin butuh waktu sendiri. Maaf udah ganggu kamu”. Itu ucapan Ares sebelum pergi.
Damn! Bodoh! Ini kesalahan paling fatal yang menggelikan. Ares kecewa padaku. Dia tak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Dia selalu ada untukku. Setiap keluh kesahku. Jerit tangisku. Bahagiaku. Dia selalu ada. Bukan Ares yang seperti ini. Bahkan dia tega meninggalkanku. Mungkinkah aku sudah sangat keterlaluan?
***
Pernah tidak merasa kehilangan tanpa ada yang hilang? Atau pernah tidak merasa kesepian di tempat yang ramai? Dan entah kenapa semua perasaan itu malah menjadi ganjalan hati yang memuakkan. Tanpa tau apa penyebabnya.
Hari ini kampus sepi. Seperti biasa kantin selalu saja ramai. Dipadati manusia – manusia dengan perut lapar. Aku jadi malas untuk sekedar mampir. Dan akhirnya aku hanya duduk – duduk saja di taman.
Biasanya disaat seperti ini, Ares akan datang dengan membawa es krim rasa coklat. Atau dengan sekotak coklat. Aku merindukan manusia itu. Ares.. Aku kehilangan orang itu. Sejak kejadian tamparan bodoh itu, Ares selalu saja menghindar. Bahkan kontak mata saja tidak mau. Bodohnya!
“Ve..”.Sebuah suara terdengar. Aku menoleh. Dan ternyata itu Kevin. Padahal tadinya aku kira Ares yang datang.
“Iya”.
“Ngapain disini sendiri?”.
“Enggak kok. Cari angin aja”.
“Oh. Ve.. aku bawa mobil kamu dong”.
“Terus nanti aku pulangnya gimana?”.
“Nanti aku jemput deh. Ya..”.
“Yaudah”.
“Love you”.
Dan perbincangan kami berakhir hanya sampai sebatas itu. Kevin punya dunia sendiri yang tidak aku ketahui. Begitu juga denganku. Kami dekat. Kami punya hubungan. Tapi hati dan ego kami masih berjauhan.
Berbeda jika dibandingkan dengan hubunganku dan Ares. Kami hanya sebatas sahabat. Tapi kami terlalu dekat untuk saling memahami. Setidaknya dulu. Sampai akhirnya hubungan kami yang awalnya sedekat nadi menjadi sejauh matahari. Dan aku sadar, aku kehilangan Ares.
***
Ada 3 hal yang aku benci di dunia ini. Pertama menunggu. Kedua dibohongi. Dan yang ketiga petir. Sialnya semua hal yang aku benci terjadi untuk saat ini. Emosi? Tentu! Jangan tanya!
Kevin benar – benar brengsek. Katanya dia akan menjemputku. Tapi apa? Sampai semalam inipun dia tidak datang. Bahkan menghubungikupun tidak. Dan sialnya aku harus menunggu di halte dalam kondisi hujan deras dengan petir yang menggelegar. Laki – laki brengsek itu. Bahkan dia tau aku takut dengan petir. Tapi dia bisa setega itu.
“Kenapa gak bilang minta jemput ke aku?”. Ares tiba – tiba datang. Memakaikan jaket untukku. Aku mendongak. Melihat gurat kekhawatiran dari wajahnya.
“Ares..”. Panggilku lirih. Dan seketika itu aku menangis.
“Udah.. Ada aku disini gak usah takut”. Ares memelukku. Mengusap puncak ubun – ubunku untuk memberi ketenangan.
“Kamu kemana aja?”.
“Aku gak kemana – mana. Aku disini. Buat kamu”.
Ku pandang Ares. Dia.. Aresku kembali. Ares yang lembut dan penuh kasih sayang. Dan saat itu aku sadar. Ares terlalu peduli padaku. Begitu juga denganku. Aku peduli dengannya. Aku peduli akan perubahan sikapnya. Dan aku rasa dari kepedulian itu, beberapa rasa lainnya telah timbul. Mungkin juga seperti rasa cinta.
Sebuah mobil terparkir di depan kami. Dari dalam mobil, Kevin keluar. Dan secara membabi buta langsung memukuli Ares. Ares tumbang. Kevin terlalu brutal. Dia bahkan tak memberi kesempatan Ares untuk membela diri.
“Kevin stop it!”. Teriakku di sela derasnya hujan
“Apa?! Kamu pacar aku. Tapi malah mesra – mesraan sama orang lain!”.
“Kamu kenapa sih?! Aku bahkan gak masalah kamu jalan sama Novelia. Kamu mesra sama dia. Terus apa masalahnya kalau aku deket sama Ares? Dia sahabat aku! Kita 7 tahun sahabatan!”.
“Aku sama Novelia juga Cuma sahabatan”.
“Sahabatan tapi sampai cium kening segala?! Ha!”.
“Apa sih kamu?”.
“Kamu yang apa! Udah ya kita putus aja!”.
“Aku gak mau!”. Kevin mendekat ke arahku. Mencengkeram tanganku dengan super kuat.
“Lepasin gak”. Aku menolak. Mencoba melepas cengkraman tangan Kevin.
“Kalau dia bilang lepas ya lepasin!”. Ares menengahi. Dia menyingkirkan tangan Kevin dariku.
Kevin semakin murka. Tangannya terayun bebas ke arah Ares. Sadar akan itu aku langsung berdiri di depan Ares. Dan pukulan itu tepat mengenai rahangku. Aku tumbang. Dan sialnya ada batu besar yang menyambut kepalaku.
Detik selanjutnya pandanganku buram. Hanya terdengar suara Ares berkali – kali memanggil namaku. Dan samar aku mendengar sebuah suara yang sangat meneduhkan. “Ve jangan pergi. Aku cinta kamu”. Itu suara Ares. Aku mendengarnya.
Aku pernah mencintai tanpa rasa peduli. Asal dia mencintaiku dan aku mencintainya itu udah cukup. Tidak! itu salah. Cinta tanpa kepedulian tak bermakna apapun. Kecuali sakit.
Elegi atau mimpi buruk. Semuanya sama saja. Sama – sama berakhir dengan duka. Teduh yang aku dapatkan meminta imbalan dalam bentuk duka. Aku kehilangan Ares. Dan Ares kehilangan aku.
End

หนังสือแสดงความคิดเห็น (62)

  • avatar
    AhmadHisyam

    apakah bisa menghasilkan diamond

    5d

      0
  • avatar
    syafiqAiman

    good

    06/07

      0
  • avatar
    Aris Radex

    Sangat menyukai

    01/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด