logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Tanpa Syarat

Aku suka grimis. Gerimis yang jatuh satu persatu. Tidak membuat basah. Tapi memunculkan sekelebat aroma yang khas. Menyejukkan. Sama seperti gadis itu. Iya. Gadis yang tengah asik mengobrol dengan teman temannya itu. Terlihat sangat bahagia bukan? Memang. Lalu apa masalahnya?
Gadis itu berbeda dengan yang lain. Dia selalu punya dunianya tersendiri. Dunia yang ramah, hangat, dan penuh kebahagiaan. Tapi taukah? Ada sisi lain dari dunianya. Dunia yang gelap yang begitu memilukan.
“Hei.. Mau balik?”.
“Iya”.
“Mau dianter?”.
“Gausah”.
“Yakin?”.
“Emang kamu siapa? Nggak usah sok peduli”. Binggo! Gadis itu.. dia tetap saja menganggapku sebagai orang asing. Apakah tidak pernah barang sekali saja dia berfikir kalau aku adalah temannya?. Bahkan kita berada dalam kampus yang sama selama dua tahun ini.
“Aku? Bukankah aku temanmu? Teman..”.
“Aku nggak pernah punya teman”. Lagi.. Aku mendengar pernyataan aneh itu untuk ke sekian kalinya. Lalu dia menganggap aku ini apa? Musuhnya?.
“Aku bukan temanmu?”.
“Bukan”.
“Terus?”.
“Aku hanya mengenalmu dan kita berada dalam satu kampus yang sama selama dua tahun. Nggak lebih”.
Gadis itu.. Sudah kubilang dia berbeda. Veiry Ve. Dia selalu saja menarik perhatianku untuk mengetahui kehidupannya lebih dalam. Dia berbeda.
***
Aku sempat berfikir jika Ve memiliki kepribadian ganda. Hari ini bisa ramah, besoknya melow. Atau dari yang sangat periang lima menit kemudian dia menyendiri dalam diam. Moodnya sangat labil. Sama seperti apa yang dia lakukan hari ini. Kuliah pertama dia datang dengan senyum merekah. Bercanda dengan teman – temannya seperti biasa.
Tapi, begitu kelas berakhir dia diam. Sampai kuliah ketiga dia tidak datang. Kata salah satu temannya Ve lagi ada acara. Kalian percaya? Aku tidak. Mana mungkin Ve punya acara se mendadak itu kecuali hal itu benar – benar mendesak.
Ve itu tipe orang yang selalu mengagendakan kegiatannya. Dan lagi, dia adalah orang paling gabut sepanjang masa yang nggak mau ribet. Acara seberapa dashyat yang membuatnya sampai rela nggak masuk kuliah? Aneh.
Kamu kenapa??
Sengaja kukirim pesan lewat line. Dari beberapa waktu lalu Ve selalu membuat status status aneh di sosmed. Dan aku yakin dia sedang tidak dalam kondisi yang baik.
Gapapa
Itu tandanya. Pasti terjadi apa – apa padanya. Gadis itu.. dia selalu saja menyembunyikan sisi lain kehidupannya dari orang lain.
Kamu dimana?
Saat kutanyakan itu, dia diam. Lama sekali sampai akhirnya dia membacanya kemudian baru membalasnya.
KEPO
Aku yakin ada sesuatu yang terjadi padanya. Dia sedang dalam kondisi yang tidak baik. Aku yakin itu. Amat sangat yakin.
***
Entah kenapa, aku selalu khawatir padanya. Makanya aku mencarinya. Mulai dari kampus, Kosan, sampai taman. Dia tidak ada. Sampai aku sadar bahwa ada seorang gadis yang tengah duduk di ayunan sambil menyandarkan kepalanya ke sisi samping pegangan ayunan itu. Tatapannya kosong.
“Kamu kenapa?”. Dia tersentak ketika aku tiba – tiba datang dan menanyakan itu.
“Kamu ngapain disini?”.
“Main. Kamu?”. Ve diam. Mengalihkan pandangannya dariku kemudian pergi.
Ada beberapa bungkus es krim disini. Dan sekali lagi aku yakin. Ve sedang dalam kondisi yang tidak baik. Saat stress Ve akan melampiaskannya dengan makan es krim. Aku tau itu.
“Kamu kenapa?”. Kutarik tangannya. Dan seketika itu pergerakannya terhenti.
“Kamu yang kenapa?”. Ve menghempaskan tanganku kemudian melanjutkan langkahnya.
Ku kejar dia. Aku sengaja berhenti tepat di hadapannya. Ve ikut berhenti. Kepalanya tertunduk. Ku dongakkan kepalanya. Binggo! Dia menangis.
“Aku tau..”. Aku merengkuhnya. Memberi sedikit kekuatan agar dia bisa seperti sedia kala. Ve yang periang. Lucu. Penuh tawa.
Ve menggeleng. Tangisnya pecah. Dan isakan itu kian terdengar memilukan. Wajahnya yang ceria kini tertutup mendung. Hitam. Kelam. Bahkan setitik cahaya pun tidak ada.
“Kamu bisa cerita sama aku. Kalau kamu mau”.
“Enggak kok”. Lagi! Ve melepas dekapanku. Mengusap air matanya singkat, kemudian dengan sok tegar dia meninggalkanku.
“Ve..”. Kutarik pergelangan tangannya.
“Apa?”.
“Aku temen kamu. Aku peduli sama kamu. Kalau ada apa – apa cerita sama aku”.
“Kenapa? Kenapa aku harus cerita sama kamu? Ha!”.
“Karena aku sayang sama kamu”.
Deg. Semuanya terdiam. Hening. Dan suasana itu semakin canggung. Aneh. Nggak nyaman.
“Kamu gila ya?”.
“Iya aku gila. Aku tergila – gila sama kamu. Sama sikap kamu. Sifat kamu..”.
“Basi!”. Sekali lagi Ve meninggalkanku. Menghempaskan tanganku dengan begitu kasar.
“Ve...”. Aku mengejarnya lagi. Menarik tangannya lagi. Dan...
“Kanker Otak”. Dia berkata lirih.
“Ve..”.
“Apalagi?”.
“Aku sayang kamu”.
“Kamu tuli? Aku kena kanker otak”.
“Tidak peduli apapun itu. Yang jelas aku sayang kamu. Tanpa syarat apapun”.
Veiry Ve. Dia berbeda kan? Dibalik tawa dan bahagianya, ternyata tersembunyi sebuah duka yang menggetarkan jiwa. Dia mencoba tabah. Mencoba kuat. Tapi seberapa besar pertahanannya itu, tetap saja dia tidak bisa menyembunyikan mendung yang sangat kelam di matanya.
Lagi – lagi gadis itu menyembunyikan rahasia besar. Bahkan dari aku yang sudah memperhatikannya sejak lama. Sepahit apapun rahasia itu, rasaku pada Ve akan tetap sama. Aku menyayanginya. Lebih dari rasa sayang sebagai teman. Bagiku Ve itu istimewa. Aku ingin jadi rumahnya. Jadi tempat dimana dia bercerita, berkeluh kesah, atau hanya sekedar bercanda.
Kalau ditanya kenapa aku mencintainya, aku juga tidak tau. Seharusnya cinta memang begitu kan? Tanpa alasan. Karena cinta hanya butuh perasaan.
Memang, ada banyak orang yang salah mengartikan. Akhirnya banyak korban kekerasan atau bahkan pemerasan dengan kedok cinta dan perasaan. Percayalah. Itu bulshit. Jadi, ya tinggalkan! Untuk apa bertahan untuk bajingan pecundang.
“Nggak seharusnya kamu punya perasaan itu ke aku. Kan?”. Suara Ve membuyarkan lamunanku.
“Kenapa?”. Tanyaku pelan.
“Karena umurku nggak akan panjang. Kamu pasti akan menyesal. Aku nggak pantes buat nerima perasaan itu”. Jelas Ve di tengah isakannya
“Ve, denger ya. Aku udah sayang sama kamu sejak dulu. Aku Cuma cinta sama kamu. Aku akan lebih menyesal kalau nggak ngungkapin ini ke kamu”. Aku memeluknya lagi. Berharap bisa menyalurkan sedikit kekuatan untuknya. Tapi Ve malah semakin terisak.
“Dengerin aku. Kita itu hidup untuk sekarang. Jalani aja dulu. Ikuti arusnya. Jangan di lawan. Untuk nanti, biarkan Tuhan yang memberi jalan”. Kuusap pelan kepalanya.
“Aku juga sayang sama kamu”. Ucap Ve sembari melepas pelukanku. Ve mendongak sebentar, memberiku seulas senyum manis.
“Makasih ya. Udah mau jadi alasanku buat pulang. Makasih udah mau jadi rumah buat aku”. Bisik Ve lagi.
Sekali lagi aku merasa seperti terhipnotis. Ve memang paling bisa membuatku jatuh cinta berulang kali. Veiry Ve. Dia memang berbeda. Terimakasih Tuhan sudah memberikan takdir yang membahagiakan.
End

หนังสือแสดงความคิดเห็น (62)

  • avatar
    AhmadHisyam

    apakah bisa menghasilkan diamond

    6d

      0
  • avatar
    syafiqAiman

    good

    06/07

      0
  • avatar
    Aris Radex

    Sangat menyukai

    01/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด