logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 5. Ruang rindu

Happy Reading ♡♡♡
Setelah mengakhiri hubunganku dengan Mas Hanif dan Mas Fras, aku fikir hidupku akan bahagia karena bisa lepas dari yang namanya bayang-bayang masa lalu, dan memulai kembali lembaran baru dari nol untuk melupakan mereka berdua.
Ternyata dugaan ku salah, tuhan malah mempertemukan diriku kembali dengan Mas Hanif. Begitu juga dengan sosok Mas Fras yang entah kenapa malah mengirim pesan pada Raina. Di situ seolah-olah dirinya memang sengaja memberitahukan hari bahagianya pada kami.
Atau memang mas Fras sengaja memanas-manasi diriku akan hari bahagianya. Entahlah aku sendiri juga tidak mengerti dengan maksud dirinya.
Tidak mudah melupakan masa lalu yang menurutku penuh dengan kenangan dan kepiluan itu, dan hampir dua tahun terakhir ini aku terus berusaha dan benar-benar ingin melupakan mereka dalam hidupku. Berharap akan bertemu kembali dengan lelaki yang sesuai ke keinginanku, yang mencintai dan dicintai.
Tapi tuhan malah berkata lain, orang yang seharusnya aku lupakan malah muncul kembali lagi dalam hidupku secara bersaman.
Sudah seminggu sejak kepulangan ku dari bandung itu, dan seminggu itu juga setiap pagi Mas Hanif mengirim pesan untuk mengingatkan diriku agar tidak lupa sarapan. Jujur aku tidak mengerti akan pesan-pesan yang sering dirinya kirim, yang terkadang pesan itu bertulisan kata mutiara.
Aku menemukan sisi baru dari sosok Mas Hanif, yang selalu merangkai tulisan yang entah apa maksudnya.
Di satu sisi rasa ingin tahuan ku terhadap hari bahagia Mas Fras semakin besar, aku yang penasaran dengan pernikahan dirinya mencoba memantau dari media sosial. Karena memang tepatnya hari ini mereka melangsungkan janji suci sehidup semati.
Niatku cuma satu, mendoakan dirinya agar hidup bahagia dengan orang yang tepat. Karena melihat dirinya bahagia itu mampu membuatku merasakan bahagia dan tenang.
"Mas aku harap kamu hidup bahagia, cukup aku yang merasakan sakit karena dulu memilih jalan bukan atas kemauan diriku." Batin ku saat melihat proses ijab kabul Mas Fras yang begitu sakral dan menggetarkan hati.
Setelah merasa cukup, aku pun akhirnya menutup kembali akun Instagram dan bersiap-siap menemui Arini.
Sodara sekaligus sahabat terbaik yang aku miliki. Hanya dengannyalah aku berbagi seluruh kisah bahagia maupun sedih. Tapi kali ini kami bertemu bukan untuk berkeluh kesah melainkan menemani dirinya untuk mencari rumah baru, karena memang aku dan Arini banyak memiliki kesamaan dalam hal apapun, terkecuali urusan tipe cowo.
Contonya saat ini, tanpa janjian saja warna baju, dan celana kita samaan. Bahkan ada orang yang bilang kita itu seperti kembar.
"Rin, kenapa gak minta suami kamu aja sih yang nemenin nyari rumah," kataku heran dan membuat Arini tersenyum. "Bukannya suami kamu juga libur kerja, yah?" tanyaku.
"Iya emang libur, tapi mau nya sama kamu, gimana donk," kata Arini yang membuat aku menaikan sebelah alis.
"Akh aku tau, pasti kamu lagi merencanakan sesuatu, kan? Aku yakin banget ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku. Hayo ... jawab jujur?" kataku seakan mendesak dirinya untuk jujur.
"Apaan sih, gak ada tau," jawabnya menyangkal dan mengulum senyum.
Aku pun menyilangkan kedua tangan dengan mata mendelik ke arah Arini. "Kalo gak ada apa-apa pasti kamu bakalan nyuruh aku bawa mobil, atau kamu juga pasti akan bawa mobil sendiri. Tapi ini kita malah naik taksi, coba apa namanya kalo emang kamu gak merencanakan sesuatu." ucapku yang bersikukuh mendesak Arini untuk jujur.
"Gak ada, Ca. Serius deh."
"Nyonya Arini, anda itu teman saya dari kecil, dari bayi anda sudah ditakdirkan jadi sodara plus sahabat buat saya. Jadi anda itu tidak bisa berbohong sama sekali terhadap saya," kataku sarkas.
Kulihat Arini menghela napas panjang dan menghembuskan kasar. "Iya, iya emang aku itu gak bisa bohong sama sahabatku yang satu ini," kata Arini sekan pasrah dengan apa yang telah di sembunyikannya.
"Lalu," kataku
"Sebenarnya aku dan suami merencanakan pertemuan kamu dengan seseorang," kata Arini yang seakan enggan untuk meneruskan ucapannya.
"Terus ...!"
"Terus rencananya nanti suami sama sahabatnya itu mau kesini jemput kita."
"Habis itu?"
"Habis itu aku pulang bareng suami, dan kamu sama dia," katanya memelas.
Aku diam, dengan mata  yang di bulatkan ke arah Arini. Bagaimana bisa dia merencanakan pertemuan konyol ini.
Sampai akhirnya Arini mendekat ke arahku dengan tangan yang melingkar erat di pinggang dari arah samping, dengan posisi kepala yang di sandarkan ke bahu. "Maaf. Aku hanya pengen kamu bahagia, kamu gak harus nerima dia kok. Kamu hanya perlu buka hati buat berteman dengan lelaki. Aku gak mau kamu sendiri terus," kata Arini memohon dengan menampakan wajah memelasnya.
Aku tidak tau harus berkata apa pada Arini, mungkin maksud dia baik, hanya saja keadaanku yang sedang tidak baik dan belum siap untuk memulai lembaran baru kembali. Aku masih butuh waktu sendiri, tanpa seorang lelaki dalam hidupku.
"Rin, emangnya harus banget bukan?" tanyaku yang di balas anggukan singkat Arini.
"Tapi bener kan cuma sekedar kenal, gak lebih dari itu?" Aku yang kembali bertanya dan di balas anggukan singkat olehnya.
Aku pun menghela napas berat sembari menarik sudut bibir dan menyetujui permintaan Arini setelahnya.
"Dengan syarat?" kataku yang membuat Arini melepas pelukannya dan menatapku.
"Apa?"
"Jangan paksa aku untuk mengenalnya lebih lanjut," kataku yang membuat Arini terdiam. "Cukup hari ini saja, tidak lebih."
"Oke, aku janji. Tapi kalo cowoknya pengen kenal kamu lebih dekat, gimana?"
"Arini ...!" Panggil ku dengan mata mendelik.
"Iya, iya, gak lebih. Percuma gak akan pernah ada kompensasi kalo udah berdebat sama ibu Claudia, seorang arsitek muda yang selalu pandai ketika berdebat," sarkas Arini mengulum senyum.
Setelah melewati perdebatan panjang antara aku dan Arini, akhirnya kami berdua sampai ke sebuah Mall yang mengadakan pameran rumah untuk kawasan JABODETABEK. Arini memang orang bandung, tapi dirinya sudah lama di jakarta, begitu juga suaminya. Jadi mereka berdua memilih untuk mempunyai rumah di kawasan ibu kota. Itu karena tempat kerja mereka juga ada di jakarta.
Butuh waktu berjam-jam untuk memilih hunian yang sesuai kemauan mereka, dan pada akhirnya pilihan Arini jatuh pada perumahan Fatmawati yang berada di Jakarta Selatan. Itu juga pilihannya tak lepas dari pendapat suaminya yang saat ini sudah ada di tengah-tengah kami berdua.
Kalian pasti bertanya-tanya kenapa suami Arini sudah berada di antara kami berdua, dan kemana lelaki yang akan di kenalkan kepada ku. Pertanyaan itu sempat terlintas pula dalam benakku, bahkan aku mengharapkan dia membatalkan pertemuan ini.
"Sayang, teman kamu mana? Katanya mau kesini," tanya Arini yang terdengar oleh ku.
"Katanya sih sebentar lagi sampe, tadi dia bilang kejebak macet. Coba bentar aku telepon dia, Sayang," jawab Lukman, suami Arini.
Aku pun menghentikan pergerakan suami Arini untuk tidak menghubungi sahabatnya. Takutnya prasangka dia, aku yang ngebet banget ingin mengenalnya.
"Mas, aku mohon gak usah yah!" pintaku yang membuat Mas Lukman terdiam untuk sesaat. Sampai akhirnya Mas Lukman melambaikan tangan ke arah belakang ku.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (495)

  • avatar
    Kty Felydiqa Phi Francis

    cerita nya sangat bagus saya suka first time baca sukaa sangattttt

    19/05/2022

      1
  • avatar
    Florenica Mike

    the best stories 🥰

    05/04/2022

      1
  • avatar
    SetiyawanAlif

    100

    6d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด