logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 3. Keadaan yang tak biasa

Jujur saja kehadiran Mas Hanif saat ini membuatku bingung harus bicara dan berbuat apa. Karena pada dasarnya namanya mantan tetap saja memiliki batasan yang tidak biasa dan tak mampu di ungkapkan oleh kata-kata.
"Mas, aku pulang duluan yah," kataku berpamitan untuk menghilangkan rasa canggung yang sedari tadi bersemayam.
Mas hanif tersenyum dan mengangguk singkat. Begitu juga dengan aku yang langsung berjalan meninggalkan dirinya seorang diri dan menghampiri Taxi yang sudah menunggu.
"Ca ...! Panggil Mas Hanif yang membuatku menghentikan langkah dan kembali menoleh ke arahnya.
"Iya, Mas," jawab ku.
Mas Hanif berjalan menghampiriku kembali yang berada beberapa langkah darinya. "Ca, apa tidak sebaiknya kamu bareng sama Mas," ucapnya memberi tawaran.
Aku pun menggelengkan kepala dan tersenyum tipis. "Kita kan beda arah Mas. Lagian aku juga mau ke rumah bunda dulu, baru setelah itu ke rumah Rara. Mas bukannya mau pergi ke Hotel dulu, yah," kataku asal tebak.
"Mas gak pesan Hotel, kok. Mas mau langsung ke rumah Adit. Jadi gak harus menginep di hotel. Lagi pula nanti malam udah balik lagi ke Cibubur," kata Mas Hanif yang ku jawab anggukan singkat  sebagai  tanda mengerti akan ucapannya.
"Ya udah kalo begitu Mas bareng kamu aja, Ca. Sekalian mampir dulu ke rumah bunda, lagi pula udah lama juga mas gak ketemu bunda. kangen pepes ikan buatan bunda." Sontak saja ucapan Mas Hanif membuatku terkejut dan menelan ludah.
"Kenapa, Ca. Gak boleh yah?"
Pertanyaan Mas Hanif jujur saja membuatku bingung harus menjawab apa. Aku takut. Takut akan omongan orang lain saat melihat kebersamaan kami yang tidak di sengaja ini. Karena aku tau kebersamaan kami akan berakibat buruk dan menjadi bahan gosip tetangga nantinya.
Kadang orang-orang itu hanya bisa membicarakan apa yang mereka lihat tanpa mencari tau terlebih dahulu fakta dan kejadian sebenarnya seperti apa.
"Ca ..., gimana?" pertanyaan Mas Hanif yang membuat lamunan ku terpecah dan malah menjawab, Ya.
"Ya udah kalo begitu, tunggu apa lagi," katanya yang saat itu membuka pintu Taxi.
Aku pun meringis miris dan merekatkan kedua mata bersamaan. Karena yang aku maksud bukan kata, Ya. Atas pertanyaannya tadi. Melainkan  karena dia memanggil di saat aku sedang melamun.
"Iya, Mas." Jawabku ragu, dan langsung memasuki mobil.
Hampir setengah perjalanan aku dan Mas Hanif berdiam diri tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku bingung harus memulai obrolan kami dari mana, lagi. Keadaan dalam mobil saat itu terasa hening dan canggung.
Sedari tadi aku hanya menatap jalanan dari balik kaca mobil, entah apa yang Mas Hanif lakukan, sepertinya dia juga merasakan kebingungan seperti yang aku rasa.
Tak lama ku mendengar Mas Hanif yang seperti menahan tawa, aku yang penasaran akhirnya menoleh ke arahnya. Tak ku sangka yang membuat Mas Hanif tertawa yaitu  saat melihat video  Keynan dan adik perempuannya.
"Lucu deh, Ca," kata mas Hanif memperlihatkan Video yang dia tonton.
"Aku udah liat, Mas. Emang Key anaknya lucu banget," jawabku yang membuat Mas Hanif menatap ke arahku dan tersenyum.
Mas Hanif memang lelaki yang murah senyum, bahkan senyumnya memiliki ciri Khas yang mungkin orang lain tidak bisa lupakan. Dan dia juga tipikal orang yang sayang terhadap anak-anak. Dia pernah bilang padaku, kalo suatu saat ingin memiliki banyak anak yang lucu-lucu. Selain itu dia juga lelaki yang baik, tapi semakin lama aku mengenalnya semakin besar juga rasa bersalah ku pada dirinya, karena harus membohongi diriku dan dirinya. Setiap hari adalah keterpura-puraan buatku. Pura-pura mencintai Mas Hanif, namun kenyataannya berbeda. Selama pernikahan yang kami jalani, aku tidak bisa mencintai dirinya sama sekali.
Mas Hanif orang baik, orang sabar, dia berhak bahagia. Tapi bahagianya dia bukan dengan ku. Aku ingin Mas Hanif mendapatkan istri yang tepat, yang sayang sama dia, bukan aku.
"Ca ..!" Panggilnya, yang membuatku langsung menoleh kembali ke arahnya.
"Iya, Mas."
"Caca dekat sama orang mana sekarang?" tanya Mas Hanif yang membuatku bingung.
"Maksud, Mas?"
"Maksudnya teman spesial."
Aku pun tersenyum dan menggelengkan kepala. "Caca masih pengen sendiri, Mas. Caca gak mau kalo harus nyakitin orang lagi," kataku sedikit menundukkan kepala.
Mas Hanif terdiam, seakan mencerna apa yang aku ucapkan.
"Lalu mas sendiri?" tanyaku yang membuat dia menggelengkan kepalanya.
"Akh Caca gak percaya, masa cowo mapan, tampan kaya Mas Hanif belum punya," kataku membuat dia mengulum senyum.
"Kalo aku tampan pasti cewe-cewe udah ngantri, Ca. Buktinya satu cewe aja gak mau sama aku."
Perkataan Mas Hanif yang membuat ku terdiam malu karena merasa tersindir akan ucapannya. Entah apa yang ada di pikirannya tentang sosok diriku di matanya. Karena saat kami masih menyandang status suami istri. Sering kali aku memintanya untuk menceraikan ku. Itu juga dengan alasan yang membuat dia tidak mengerti.
Sejujurnya saat aku menikah dengan Mas Hanif ingin sekali rasanya aku melupakan masa laluku. Namun ternyata Mas Hanif selalu sibuk dengan pekerjaannya dan pergi ke luar kota tanpa memperhatikan perasaanku ku seperti apa saat itu.
Semakin hari sikap Mas Hanif semakin nyata dan terlihat oleh ku, selain sibuk dengan pekerjaanya dia juga tipe orang yang tidak peka akan kemauan pasangannya, dan sering kali bersikap dingin dan acuh. Tanpa mau tau apa yang istrinya mau dan suka. Bahkan saat jarak kami berdua berjauhan, kami berdua jarang berkomunikasi. Mungkin itu termasuk sebagian alasan ku ingin berpisah.
Tapi aku sendiri tidak pernah mengungkapkannya pada Mas Hanif atas apa yang aku mau dan inginkan, bahkan ada sikapnya yang aku tidak suka. Tapi biarkan saja dia yang menilai ku jelek di masa lalu.
"Mas, jangan bilang begitu, Mas itu cowo yang baik banget. Caca yang gak baik, dan gak bisa jadi istri yang sempurna buat, Mas saat itu," kataku.
"Mba, Mas. Kita sudah memasuki alamat yang tujuan. Sekarang saya harus kemana lagi," kata supir Taxi yang menghentikan perdebatan antara aku dan Mas Hanif.
"Masuk aja, Pak. Terus belok kanan," kataku yang di jawab anggukan oleh sang supir.
Selang beberapa menit akhirnya Taxi yang aku tumpangi pun sampai depan rumah bunda.
Sejujurnya kehadiran Mas Hanif bersamaku saat ini membuatku takut, takut akan pertanyaan-pertanyaan yang akan bunda lontarkan kepadaku.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (495)

  • avatar
    Kty Felydiqa Phi Francis

    cerita nya sangat bagus saya suka first time baca sukaa sangattttt

    19/05/2022

      1
  • avatar
    Florenica Mike

    the best stories 🥰

    05/04/2022

      1
  • avatar
    SetiyawanAlif

    100

    6d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด