logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 2. Aku, dia, dan masa lalu

Aku bahagia, jika kamu bahagia. Dengan melihat kamu bahagia seperti sekarang ini, nyatanya itu mampu membuatku tersenyum, meski kebenarannya hati ku terasa di iris pisau tajam.
"Semoga kamu bahagia dengan wanitamu sekarang. Melihatmu akan menikah, setidaknya aku bisa sedikit bernapas lega karena hidupmu kini sudah bahagia. Tidak seperti ku, " batinku yang saat itu masih menatap foto  prewedding mereka.
Aku yang menyadari butiran bening itu jatuh membasahi layar ponsel, akhirnya langsung menyeka kasar air mata ku dengan tangan.
Namun tiba-tiba saja sebuah sapu tangan di sodorkan tepat di hadapan wajahku yang masih berkaca-kaca. "Ini," suara  seorang  laki-laki yang duduk di sampingku .
"Terimakasih," jawabku mengambil sapu tangan tersebut tanpa mau menoleh ke arahnya.
Mungkin saat ini aku jadi pusat tontonan orang-orang, karena menangis di tempat umum. Tidak tau malu rasanya, tapi mau di gimanain lagi, memangnya aku tau kalo bakalan menangis di tempat umum seperti ini. Kalo bukan karena aku liat foto-foto mesra dia gak akan aku nangis seperti ini.
Sudah hampir tiga tahun lebih aku lost kontak dengannya, mungkin itu semua karena dia merasakan benci yang teramat besar sampai-sampai memutuskan tali silaturahim dan tidak ingin mengenalku lagi.
Aku memang salah saat itu, tapi semua itu bukan sepenuhnya kesalahan ku, ada banyak sekali alasan di balik peristiwa yang terbilang mendadak itu. Sampai-sampai aku meninggalkannya begitu saja.
"Ini," kataku menyodorkan kembali sapu tangan bekas lap air mataku. "Terimakasih." sambungku saat orang tersebut mengabilnya, itu pun tanpa mau menoleh ke arahnya.
Aku tidak peduli dengan siapa yang memberikan sapu tangan itu. Yang aku peduli saat ini, bagaimana caranya aku bisa menghentikan air mata yang sempat menetes membasahi pipiku sedari tadi.
"Maaf karena sapu tangannya kotor."
Dia mendeham singkat. "Menangis itu tidak dosa, jadi jangan pernah menahannya," suara lelaki yang membuatku terdiam untuk sejenak lalu menoleh ke arah pemilik suara tersebut.
Betapa terkejutnya aku saat tau kalo suara tersebut berasal dari mantan suamiku.
Hanif, lelaki yang pernah jadi bagian dalam hidupku selama kurang lebih satu tahun. Lelaki yang ingin melihatku bahagia dan berani melepaskan. Karena dia tau kalo kebahagian ku bukan terletak dalam dirinya.
"Mas, ko bisa ada di sini?" tanyaku heran dengan raut wajah yang tidak karuan karena terkejut. Bagaimana bisa dia berada dalam satu kereta dengan tujuan yang sama, karena aku tau betul kalo Hanif bukan orang bandung. Melainkan orang Jogyakarta.
"Aneh yah. Apa kabarnya kamu, Ca?" kata Hanif tanpa menjawab terlebih dahulu pertanyaanku.
Memang seharusnya orang yang baru bertemu itu saling sapa kabar, tidak seperti aku yang asal tanya.
"Kabarku baik, Mas," jawabku sembari tersenyum tipis.
Dia mengangguk singkat dan membalas senyumanku.
"Kamu belum jawab pertanyaanku, Mas."
"Yang mana?"
"Kenapa bisa kamu ada di sini?"
"Kamu lupa yah, suami adek kamu itu sepupu aku, dan yang ngenalin kita dulu yah mereka. Jadi kedatangan mas ke bandung pengen liat anak Rara sama Adit," katanya yang membuatku tersadar.
Hampir saja aku lupa kalo dulu yang memperkenalkan ku dan Mas Hanif itu Adit dan Rara. Jadi Mas Hanif dan Adit itu sepupuan, bedanya kalo Adit sudah menetap di bandung sama keluarganya sejak lama. Sedangkan Mas Hanif hanya pengujung saja di bandung. Lebih tepatnya pengujung di keluarga besar Adit.
Empat tahun lalu lebih tepatnya, di mana aku dan Mas Hanif di kenalkan langsung oleh Rara dan Adit. Itu juga atas ke permintaan Mas Hanif yang ingin sekali mengenal ku. Padahal jelas-jelas Mas Hanif tau kalo aku sudah punya kekasih. Bukan tanpa sengaja, melainkan Mas Hanif sering melihatku ada di media sosial milik Rara, karena memang Rara sering sekali meng_upload foto kebersamaan kami sekeluarga. Di situ juga Mas Hanif penasaran dengan sosok diriku yang ada di foto, semakin lama semakin besar juga rasa penasaran dirinya. Pada akhirnya Mas Hanif meminta Adit mengenalkan dirinya padaku, karena memang saat itu Adit dan Rara sudah berpacaran.
Awalnya Mas Hanif hanya memintaku untuk jadi teman baiknya, karena memang dirinya tidak punya teman di bandung selain Adit. Dan aku pun mengiyakan ajakan Mas Hanif, karena memang hanya sebatas teman, tidak lebih.
"Oh iya, Ca. Mas sekarang tingal di cibubur, soalnya Mas di pindah tugaskan di daerah sana." kata Mas Hanif ramah.
"Oh, yah." aku yang bingung harus menjawab apa. Sedangkan Mas Hanif hanya mengangguk singkat sambil tersenyum. "Semoga betah yah, Mas." sambungku.
"Iya, Ca. Makasih. Kamu sendiri kerja di mana sekarang?"
"Di jakarta, Mas," jawabku.
Jujur saja pertemuan ini membuatku kikuk dan malu karena mungkin sudah lama tidak bertemu dan saling sapa sebelumnya. Karena saat kami berpisah Mas Hanif lebih memilih mengganti nomernya.
"Ca. Apa kamu punya masalah," kata Mas Hanif  dengan ramahnya.
Aku terdiam tanpa mau menjawab pertanyaan Mas Hanif. Aku baru sadar, mungkin sedari tadi Mas Hanif memperhatikan ku yang sedang menangis, makannya dia bertanya seperti itu.
"Mas, ngomong-ngomong kabar ibu sama bapak di jogya gimana?" tanyaku yang mencoba mengalihkan pertanyaan Mas Hanif.
"Kamu itu kebiasaan banget, Ca. Masih belum berubah, dan Selalu mengalihkan pembicaraan. Klo punya masalah itu jangan di pendam, nanti jatuhnya sakit, Ca."
Perkataan Mas Hanif memang benar, aku itu tipikal orang yang selalu menyembunyikan masalah terhadap orang yang belum aku percaya sepenuhnya, dan  dia termasuk ke dalam daftaran orang yang belum banget aku percaya kalo masalah urusan hati.
Tidak terasa kereta yang kami tumpangi sudah berhenti di stasiun tujuan kami. Aku dan Mas Hanif pun segera bersiap-siap dan bergegas turun.
♡♡♡♡♡♡
Jangan lupa untuk Vote dan komen yah All. Aku tunggu.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (495)

  • avatar
    Kty Felydiqa Phi Francis

    cerita nya sangat bagus saya suka first time baca sukaa sangattttt

    19/05/2022

      1
  • avatar
    Florenica Mike

    the best stories 🥰

    05/04/2022

      1
  • avatar
    SetiyawanAlif

    100

    6d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด