logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 9 Sekolah Dasar

Bagi Hasan, perputaran jarum jam itu seperti kilatan petir yang sedang menyambar sebuah pohon di bumi. Cepat. Sekejap. Tidak disadari berlalu sekedip mata. Minggu depan, putra sulungnya akan mulai duduk di bangku sekolah dasar. Jagoannya itu serasa baru kemarin sore masih dalam gendongan. 
Beban pikiran Hasan semakin bertambah. Berbagai problem silih berganti menghampirinya. Getah tidak bisa dideres karena musim penghujan. Kebutuhan hidup semakin mahal karena kenaikan harga BBM. Ia merasa sudah bak pepatah orang-orang dulu, besar pasak dari pada tiang, besar pengeluaran dari pada pendapatan.
“Aminah, baju sekolah anak kita sudah jadi dibeli ?” tanya Hasan kepada istrinya.
“Sudah Bang. Kemarin sudah dibelikan”
Hasan bergumam.
“Uang kita masih ada disimpan ?”
“Ada sedikit lagi Bang. Mungkin masih cukup untuk menutupi kebutuhan kita minggu ini”
Hasan termenung. Ia bingung akan mencari uang  kemana untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya minggu depan. Jika tidak musim penghujan, ia pasti akan bisa menderes dan menghasilkan uang. Kepalanya pusing, serasa dicincang dengan pisau tajam. Ia merasa sempoyongan memikirkan beban hidup yang entah kapan berakhir itu.
“Kenapa Bang ?” ujar Aminah.
“Tidak ada, abang cuma takut saja kita tidak bisa memenuhi kebutuhan minggu ini. Aminah kan sudah tahu sekarang belum bisa menderes karena lagi musim penghujan”
“Abang tidak usah khawatir, yang penting kita tetap berusaha. Insyaallah nanti tuhan akan menunjukkan jalan” 
Aminah yakin, Allah akan selalu memberikan rezeki kepada setiap hambanya selagi hamba itu mau berusaha. Binatang melata pun Allah sudah menetapkan rezeki bagi mereka, apalagi makhluk yang mulia seperti manusia.
***
Hari yang sangat menyenangkan bagi Dayat. Hari ini ia akan bertemu dengan guru dan teman baru di SD Negeri 147545 Bange. Ia datang sendirian di hari pertama masuk sekolah itu. Beberapa hari yang lalu ayahnya sudah mendaftarkannya ke sekolah itu. 
Ia amati satu persatu murid yang mulai berdatangan ke sekolah. Ia melihat beberapa murid yang didampingi ayah dan ibu mereka. Ia tahu bahwa beberapa murid itu adalah murid baru yang belum berani atau masih canggung untuk datang sendirian. Ia tidak bisa berharap seperti yang dirasakan murid baru yang sedang ia lihat itu karena emak dan ayahnya harus pergi ke sawah untuk mencari kebutuhan hidupnya. 
Sebelum lonceng masuk berbunyi, Dayat tampak berdiri di depan kelas. Ia amati seluruh lingkungan SD. Ada beberapa pohon akasia berdiri gagah di halaman ruang belajar. Tingginya melebihi semua gedung sekolah. Dari ciri-cirinya, akasia itu tentu sudah lama mencicipi pahit manis kehidupan. Dedaunannya rimbun. Beberapa helai daun itu berguguran ke tanah menemui takdirnya. 
Di bawah pohon akasia itu terlihat seorang ibu dengan anak kecil yang sedang duduk di sebelah makanan ringan yang sedang ia jajakan. Dari jenis makanan yang ia jual mengisyaratkan, bahwa ibu paruh baya itu adalah seorang perempuan yang sedang berjuang tuk melawan kerasnya kehidupan. Baju lusuh yang ia kenakan seolah ingin memberitahukan kepada murid-murid itu bahwa ia berasal dari golongan masyarakat ekonomi kelas bawah. Pun begitu, para murid yang menuntut ilmu di sekolah itu tidak pernah memandang perempuan itu sebelah mata. Perempuan itu merupakan seorang pahlawan bagi mereka yang sedang kelaparan.
“Ceng, ceng, ceng” lonceng masuk berbunyi.
Pandangan Dayat terhenti seiring suara lonceng yang dipukul seorang lelaki berbaju batik itu. Dayat tampak ceria ketika memasuki kelas. Anak itu duduk di bangku paling depan. Ia satu meja dengan seorang anak berkulit putih, berambut hitam lurus. 
“Perkenalkan namaku Dayat” sapa Dayat sebelum guru masuk.
“Aku Rahman” jawab anak itu dengan ramah.
“Kamu tinggal di daerah mana ?”
“Di daerah Jae . Kamu ?”
“Kalau aku di daerah Julu ”
Rahman adalah putra bungsu dari tiga bersaudara. Ia mempunyai dua orang kakak. yang saat ini sedang kuliah di Kota Medan. Orangtua perempuannya adalah seorang guru di SD tempat ia sekolah saat ini. Ayahnya juga seorang guru di salah satu SMP Negeri yang ada di kecamatan itu.
 “Assalamu ‘alaikum” ujar seorang perempuan yang tiba-tiba datang ke kelas itu.
“Walaikum salam Bu” jawab seluruh murid baru serentak.
“Apa kabar anak-anak ibu semua ?”
“Alhamdulillah kabar baik Bu”
“Syukurlah kalau begitu. Baiklah, karena hari ini merupakan hari pertama kita masuk sekolah, maka untuk itu ibu akan memperkenalkan diri. Nama ibu Aini Nasution. Kalian bisa memanggil ibu dengan sebutan ibu Nasution. Ibu mengajar pelajaran Matematika” kata perempuan yang sedang mengenakan baju berwarna hijau itu.
Setelah memperkenalkan diri, Bu Nasution memberikan nasehat kepada para murid baru itu. Anak-anak itu sangat senang mendengar setiap kata yang mengalir dari lisan perempuan muda itu. Mendengar nasehat Bu Nasution, Dayat teringat kepada mimik wajah kedua orangtuanya saat menasehatinya di rumah. Dayat mendengarkan nasehat gurunya itu dengan khusuk. Ia mengamalkan perintah emaknya dua hari silam, bahwa seorang guru itu harus dihormati dan nasehatnya harus di dengar karena mereka adalah pengganti orangtua di sekolah.
Bu Nasution adalah seorang guru muda yang penyabar dan suka dengan dunia anak-anak. Tak ada sedikitpun rasa gusarnya ketika melihat beberapa murid yang sedang bermain-main di belakang saat ia sedang bernasehat. “Jangan ribut di belakang Nak” ujar perempuan berwajah manis itu. “Kalau kita ribut saat guru bernasehat, nanti apa yang dikatakan guru itu kita tidak akan tahu, oleh sebab itu anak-anak ibu sekalian tidak boleh bermain-main ketika ibu sedang bicara di depan” tambah Bu Nasution.
Selepas memberi nasehat, Bu Nasution memperkenalkan bilangan dari angka satu sampai sepuluh. Anak-anak itu sangat antusias mengikuti pelajaran pertama itu. Mereka mengikuti ucapan bilangan angka yang disebut perempuan itu. Bu Nasution tampak bangga melihat semangat murid barunya itu tuk belajar dengan sungguh-sungguh. 
Ia pandangi satu persatu wajah anak didiknya itu. Ada yang pemberani berbicara, tampak dari suara mereka yang keras saat melafalkan bilangan angka. Ada yang pemalu, tampak dari caranya membuka mulut. Ada yang pendiam, tampak hanya sekedarnya saja mengeluarkan suara. Pun begitu, Bu Nasution tidak akan pernah membeda-bedakan mereka. Ia akan mencintai dan menyayangi anak-anak masa depan bangsa itu sama seperti mencintai dirinya sendiri.
Bersambung....

หนังสือแสดงความคิดเห็น (65)

  • avatar
    Ardnsyhh Mrf

    begitu lah perjuangan seorang ibu yang selalu nyiapin apa saja untuk keluarganya

    09/08/2022

      0
  • avatar
    Rava Arrafi Setiawan

    Saya tidak mencapai apa-apa hari ini. Tidak ada satu hal pun yang produktif. Tapi aku bergaul denganmu, jadi, ya, hari ini bagus.🎉aku mau diamond ff geratis ff max

    12h

      0
  • avatar
    tasnimputeri

    👍👍

    4d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด