logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 10 Sawah

Anak-anak berseragam merah putih berjalan merayap bak gerombolan semut yang hendak mengerumuni gula. Sebagian dari mereka ada yang bernyanyi sembari melangkah dengan perlahan. Ada yang asyik mengobrol tentang pelajaran di sekolah tadi. Sebagian lagi ada yang hanya diam saja, dengan pandangan ke depan, mereka melangkah dengan kehati-hatian tingkat tinggi ketika sedang berjalan di pinggiran kenderaan yang hilir mudik di jalan raya itu.
Dayat dan Rahman sesekali meminggir ketika ada kenderaan yang melaju cepat di samping mereka. Kenderaan-kenderaan itu tampak tak mau mengalah kepada para anak sekolah yang sedang menuju ke rumah masing-masing itu.
“Rahman, aku duluan ya” ujar Dayat ketika sudah sampai di simpang rumahnya.
“Iya, hati-hati di jalan”
***
Setelah sampai di rumah, Dayat makan siang, lalu bergegas ke luar. Ia berjalan melintasi jalan setapak yang dipenuhi rerumputan kecil di samping kiri dan kanan. Rumput-rumput itu berdiri bak para satpam yang sedang menyambut tamu undangan. Belalang-belalang berterbangan di hadapannya. Sesekali ia coba tuk menangkap makhluk yang menggemaskan itu. Tak satupun berhasil ia dapatkan. Ia tahu, belalang-belalang itu ingin hidup bebas. Itu yang menjadi penyebab ia tidak terlalu ambisius harus mendapatkan hewan-hewan unik itu.
“Dayat sudah pulang sekolah ?” sapa Aminah dari pematangan sawah ketika melihat anaknya sudah sampai di sawah.
“Sudah Mak”
“Gimana hari pertama sekolahnya Nak, Menyenangkan ?”
“Iya Mak, sangat menyenangkan. Dayat sekarang sudah punya guru dan teman-teman baru”
“Baguslah kalau begitu. Tunggu emak di pondok aja ya”
“Iya Mak. Mak, ayah dimana ?”
“Ayah masih di ladang”
Dayat pandangi wajah emaknya yang sedang bekerja di tengah pematang sawah. Ia merasa sangat iba melihat kegigihan perempuan perkasa itu. Cucuran keringat membasahi wajah emaknya di bawah panas terik mentari.
“Yat, kita makan siang dulu ya Nak” ujar Aminah ketika sudah berada di gubuk yang sudah mulai reot itu.
“Dayat tadi sudah makan di rumah Mak”
“Tidak masalah, kita makan lagi yuk ”
“Dayat sudah kenyang”
“Ya sudah kalau Dayat gak mau, emak makan dulu ya”
“Iya Mak”
Dayat pandangi wajah emaknya yang sedang makan siang. Wajah perempuan itu sudah mulai mengeriput. Bintik-bintik hitam mulai mengotori pipinya. Kulit wajahnya tidak secantik dulu lagi. Perempuan itu dulunya seorang bunga desa yang sangat semerbak. Berdasarkan cerita ayahnya, dulu banyak lelaki yang berniat mempersunting emaknya, namun hati perempuan itu hanya bisa berlabuh pada lelaki yang sekarang ia panggil ayah.
“Dayat… Sedang apa Nak ?” ujar Hasan, tiba-tiba muncul dari arah timur.
“Cuma duduk-duduk aja Yah. Ayah sudah pulang ?”
“Iya, ayah sudah pulang dari ladang”
“Kok tidak makan Nak ?”
“Dayat tidak lapar lagi Yah, tadi sudah makan di rumah”
“O”
“Iya Bang. Katanya, Dayat sudah kenyang” sahut Aminah.
“Abang sudah makan ?”
“Sudah tadi di rumah”
“O. Kenapa tidak istirahat di rumah dulu Bang, agar tidak terlalu lelah ?”
“Tidak Aminah, abang tidak lelah kok”
“Jangan dipaksakan Bang, itu tidak baik”
Dayat terdiam mendengarkan percakapan kedua orangtuanya. Ia pandangi wajah ayahnya. Garis-garis kerut di kening lelaki tangguh itu mengisyaratkan rasa letih yang bersangatan. Ingin sekali Dayat mengurut punggung ayahnya yang sedang kelelahan itu, namun ia tidak berani mengungkapkannya. Ia tahu, lelaki itu sebenarnya sedang berusaha menyembunyikan rasa letihnya di hadapan istri dan anaknya.
“Gimana tadi sekolahnya Nak ?”
“Sangat menyenangkan Yah. Tadi Dayat sudah mulai belajar Matematika. Selain itu Dayat juga sekarang punya guru dan teman baru”
“Benarkah ?”
“Iya Yah. Dayat sekarang sudah punya teman baru, namanya Rahman. Ibunya adalah seorang guru di sekolah itu”
“Baiklah Nak. Yang penting Dayat harus sekolah yang rajin agar kelak bisa jadi orang sukses. Jangan seperti ayah dan emak lagi, sekolah SD saja tidak sampai tammat”
“Kenapa ayah sama emak tidak tammat SD ?” tanya Dayat penasaran.
“Pahit Nak untuk diceritakan. Kakekmu dulu tidak sanggup menyekolahkan ayah. Ayah terpaksa harus ikut bekerja mencari nafkah. Ayah harus turut bekerja dengan kakek-nenekmu di sawah dan ladang milik orang lain agar bisa memenuhi kebutuhan hidup. Begitu juga dengan emakmu. Kakek dan nenek dari emakmu juga termasuk keluarga yang kurang mampu”
Butiran-butiran airmata terbungkam di sudut mata Hasan mengingat kenangan pilu masa silam itu.
Dayat tampak iba mendengar kisah hidup yang diceritakan lelaki itu. Matanya sayu. Tatapannya berkaca-kaca. Iya yakin, ayahnya tidak akan merasakan penderitaan hidup seperti ini jika kakek dan neneknya dulu mampu menyekolahkan lelaki mulia itu. Jika dulu ayahnya bisa sekolah, lelaki itu pasti akan rajin belajar, menghafal dan mendengarkan setiap nasehat dari gurunya. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Jika sudah takdir, manusia tidak dapat berkehendak. Manusia hanya mampu berusaha dan berdoa. Jika usaha dan doa yang dipanjatkan belum diijabah tuhan, mungkin realita hidup seperti itulah yang terbaik untuk dijalani. Kelak kan ada hikmahnya.
“Dayat tidak boleh sedih. Ayah akan berjuang agar Dayat bisa tetap sekolah. Yang penting Dayat harus rajin belajar ya Nak”
“Iya Yah” jawab Dayat mengemban amanah dari ayahnya.
Kini Dayat tahu arti dari sebuah pendidikan. Pendidikan itu bermanfaat seumur hidup. Dengan pendidikan seorang manusia itu akan mulia di sisi manusia, terlebih-lebih di sisi tuhan. Pendidikan bisa membuat seorang manusia hidup layak. Pendidikan bisa mengangkat derajat keluarga. Dayat berniat dalam hati akan terus berjuang tuk bisa tetap sekolah agar kelak ia bisa membahagiakan kedua orangtuanya.
“Bang bisa kita lanjutkan kerjanya, kelihatannya hari sudah semakin sore”
“Iya Aminah”
“Yah, Dayat ikut ya ?” sahut Dayat.
“Dayat di sini aja Nak, biar pakaiannya tidak kotor” jawab Hasan.
“Di gubuk ini juga Dayat tidak ada kerjaan Yah”
“Ya sudah, kalau memang Dayat mau ikut kerja ke pematang sawah. Nanti kalau Dayat sudah letih, istirahat ke gubuk duluan ya”
“Baik Yah”
Dayat turut membantu kedua orangtuanya membersihkan rumput-rumput yang menjalar di tengah-tengah hamparan sawah. Dalam hati ia meminta kepada tuhan agar apa yang diusahakan kedua orangtuanya itu suatu hari mendapatkan hasil yang berkah. Ia sadar, hamparan sawah itulah yang diharapkan kedua orangtuanya untuk menopang kebutuhan perut yang semakin membuncah.
Walaupun mentari siang membakar kulitnya, Dayat tidak akan surut ke belakang. Ia ikhlas membantu kedua orangtuanya di pematangan sawah orang lain yang sedang mereka garap itu. Dayat yakin bahwa setiap kesungguhan itu akan membuahkan kemanisan.
Bersambung.....

หนังสือแสดงความคิดเห็น (65)

  • avatar
    Ardnsyhh Mrf

    begitu lah perjuangan seorang ibu yang selalu nyiapin apa saja untuk keluarganya

    09/08/2022

      0
  • avatar
    Rava Arrafi Setiawan

    Saya tidak mencapai apa-apa hari ini. Tidak ada satu hal pun yang produktif. Tapi aku bergaul denganmu, jadi, ya, hari ini bagus.🎉aku mau diamond ff geratis ff max

    10h

      0
  • avatar
    tasnimputeri

    👍👍

    4d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด