logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 6 Buah Kesabaran Bagian 1

Karena bosan di rumah, Tante Puspa mengajakku berkeliling ke beberapa tempat di Batam. Sebelumnya aku selalu menolak diajak jalan-jalan, tapi kali ini aku mencoba menerima ajakan Tante Puspa.
“Batam itu pulau kecil, mau keliling seharian bisa. Nanti kalau Mawar pulang saat liburan semester, kita jalan-jalan, ya. Tante tau pasti kamu sungkan karena tidak ada Mawar, kan?” tanya Tante Puspa.
“Iya, Tante. Lagi pula Butet masih lama di sini!” jawabku yakin.
Mataku menatap ke sekeliling, siang ini Tante Puspa mengajakku menyantap makanan laut di restoran di daerah Bengkong Laut. Kami hanya pergi berdua, Tante Puspa memesan menu porsi kecil.
“Waduh, enak sekali ini, Tante,” ucapku saat pelayanan restoran meletakkan hidangan kepiting asam manis.
Aku menjilati satu per satu jemariku, menu kepiting asam manis ini sungguh lezat. Aku sampai berulang kali menyendok nasi ke piring, saking enaknya.
“Lahap sekali kamu makan,” ujar Tante Puspa.
Tante Puspa tertawa terbahak, aku pun ikut tertawa. Hilang semua kegundahan di hati, aku semakin betah di Batam. Kerinduanku akan ibukota, tergantikan dengan menu kepiting asam manis sore ini!
“Tet, telepon dari Tante Maria!” seru Tante Puspa.
Aku raih gagang telepon dengan cepat.
“Hallo, iya Tante. Alhamdulillah, kabar baik, Tante. Ya Allah, kapan Tante aku harus ke sana?” tanyaku bersemangat.
Hari ini hari kebahagiaanku, pertama karena sudah menikmati makanan laut yang enak sekali. Dan kedua, Senin besok ada panggilan tes di perusahaan tempat Tante Maria bekerja.
Aku benar-benar bahagia!
“Selamat ya, alhamdulilah akhirnya ada panggilan juga. Semangat, Tet,” puji Tante Puspa.
“Tante Maria bilang, Senin besok itu tes umum dan psikotes. Kalau berhasil lolos baru tes kesehatan, bisa dua Minggu kurang lebih hasilnya,” jelasku.
“Kamu pasti bisa, Tet. Tapi Senin besok, Om Dedi masih ada pelatihan. Kamu berangkat sendiri bisa?” tanya Tante Puspa ragu.
“Bisa, Tante. Butet berangkat sendiri saja besok, belajar berani,” jawabku bersemangat.
“Iya, tapi hati-hati, ya. Batam itu beda dengan Jakarta, kamu harus hati-hati dengan laki-laki di sini. Di Batam itu jumlah perempuan lebih banyak dari pada jumlah laki-laki, jadi banyak yang salah arah,” ujar Tante Puspa khawatir.
Jantungku berdetak kencang, lagi-lagi laki-laki yang jadi sumber masalah.
Jarak dari rumah Tante Puspa ke tempat tes cukup jauh, lebih kurang hampir satu jam perjalanan. Aku menaiki angkutan umum, bertuliskan Muka Kuning.
“Kakak sedang mencari kerja atau sudah bekerja?” tanya sopir.
Aku diam saja, entah kepada siapa dia bertanya.
“Loh kakak ditanya, diam saja. Sombong betul, Kakak ini,” omelnya.
“Maksudnya saya, Bang?” ucapku bingung.
“Terus, siapa lagi, Kak? Kakak ini melamun, ‘kan tinggal Kakak sendiri di mobil ini,” ledek sopir menertawakanku.
Aku benar-benar terkejut, aku asyik dengan lamunanku sendiri. Sampai tidak memperhatikan sekeliling.
“Saya ada panggilan kerja, Bang. Di PT. Astrada,” jawabku grogi.
“Wah, hebat betul, Kakak ini. Tidak sembarang orang bisa masuk situ, Kak,” ujar sopir dengan logat khasnya.
“Masa, Bang?” tanyaku dengan nada tidak yakin.
Aduh, pertanyaanku salah. Harusnya bukan itu yang aku tanya kan, tapi sudahlah.
“Iya, Kak. Sudah jadi rahasia umum, Kakak pasti dibawa orang dalam, kan?” jawab sopir yakin.
Aku hanya tersenyum.
“Sudah sampai, Kak. Semoga berhasil!” ujar sopir sambil menghentikan laju mobilnya.
“Terima kasih, Bang. Ini ongkosnya,” aku memberikan selembar uang sepuluh ribu.
“Terima kasih kembali, Kak. Hati-hati,” pesannya.
Perlahan aku langkahkan kaki mendekati pos keamanan, aku melihat sudah banyak orang berkerumun di dalam pagar. Ramai sekali.
“Selamat pagi, Pak. Saya ada panggilan tes hari ini,” ucapku.
“Siapa namanya?” tanya satpam sambil mengambil map plastik berisi nama-nama.
“Kayla Nadhifa Almaira, Pak,” jawabku.
“Silahkan masuk, tolong pakai ini,” ujar satpam menyodorkan kartu pengunjung yang harus aku kenakan.
Aku urutan ke-55, entah berapa banyak yang dipanggil hari ini. Aku duduk di salah satu kursi yang sudah disediakan. Menunggu proses selanjutnya.
Setelah satu jam menunggu, akhirnya kami dipersilahkan masuk ke dalam gedung. Sebelum masuk barang bawaan kami di cek, lalu melewati pintu pendeteksi logam. Kami juga melewati suatu ruangan untuk menetralisir debu dan kotoran yang kemungkinan menempel di pakaian. Proses ini baru pertama kali aku lewati, sungguh membuat aku kagum. Setelah itu kami melewati lorong yang cukup panjang, lalu memasuki ruangan yang sangat besar. Ada lima orang yang menyambut kedatangan kami.
“Silakan duduk sesuai dengan angka yang tertera di kursi Bapak dan Ibu,” ujar seorang pria paruh baya.
Aku melangkahkan kaki mencari nomor urutku, ternyata kursi dengan nomor 55 ada di tengah-tengah. Aku tersenyum, memperhatikan sekeliling. Tidak ada yang bercakap-cakap, semua diam. Hanya ada kegaduhan di sisi belakang, karena nama mereka berdua sama.
“Baik, Bapak, Ibu, mohon dipastikan kursi yang Bapak, Ibu duduki tidak salah. Lima menit lagi, saya akan bagikan lembar kehadiran. Silakan di isi dengan baik dan benar, tolong cantumkan nomor telepon yang bisa kami hubungi.”
Aku berusaha tenang dan berkonsentrasi dengan semua arahan yang diberikan, membubuhkan tanda tangan dan menuliskan nomor telepon rumah tanteku.
“Baik, sudah selesai ya. Sudah lengkap datanya Pak Andi?” tanyanya.
“Sudah pak, ada 150 peserta dan sudah mengisi lembar kehadiran dengan benar” jawab Pak Andi.
“Terima kasih atas kerja samanya mengisi lembar kehadiran Bapak dan Ibu semua. Perkenalkan, saya Eko yang akan mendampingi Bapak dan Ibu tes hari ini.”
“Kita ada lima tes, tes pertama adalah tes pengetahuan dasar Bapak dan Ibu. Harap di selesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan, lalu tes ke dua sampai dengan ke lima sistem gugur. Bapak, Ibu yang tidak lolos di tes kedua, tidak bisa melanjutkan ke tes berikutnya. Begitu seterusnya. Paham, Bapak, Ibu?”
“Paham...” jawab kami serentak.
“Baik, sebelum tes kita mulai marilah kita berdoa menurut agama dan kepercayaan kita masing-masing. Berdoa, dipersilahkan.”
Aku merapal doa, berusaha membuat diri ini tenang dan tidak panik.
“Ya Allah, berikan aku kemudahan. Amin.”
“Baik. Terima kasih. Rekan saya akan membagikan soal tes pertama, silakan di ambil satu lembar kemudian diberikan ke rekan Bapak, Ibu yang ada belakang,” ujar Pak Eko memberikan arahan.
Aku langsung melihat waktu untuk mengerjakan tes begitu menerima lembaran soal, hanya 10 menit dengan jumlah soal 50?
“Sudah terima semua lembar soalnya?” tanya Pak Eko.
“Sudah, pak!” seru kami berbarengan.
“Silakan Pak Andi, lembar jawabannya diberikan,” pinta Pak Eko.
“Baik, waktu habis. Jangan ada yang menulis lagi, lembar jawaban silakan di ambil,” ujar Pak Eko tegas.
“Aduh, belum selesai,” ujar salah satu peserta di ujung sisi kananku.
Terdengar ada kegaduhan kecil di deretan belakang, dari 150 peserta kebanyakan laki-laki. Mungkin peserta perempuan hanya dua puluhan peserta saja, jadi tidak terlalu ribut.
“Bisa kita lanjutkan?” tanya Pak Eko untuk meredam kegaduhan.
“Bisa, pak!” jawab kami.
“Tes kedua sampai dengan kelima, sistem gugur. Yang tidak berhasil di tes kedua, tidak bisa melanjutkan ke tes ketiga. Begitu seterusnya, jika Bapak, Ibu tidak berhasil di tes ini. Kami persilahkan keluar melalui pintu belakang, kemudian menyerahkan kartu pengunjung Bapak, Ibu di pos keamanan. Sampai di sini paham?” tanya Pak Eko seketika membuatku tegang.
“Paham!” jawab kami lagi.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (423)

  • avatar
    AhmadUdin

    mantap

    2d

      0
  • avatar
    Desi Gusri Murni

    akhirnya bisa dapat aplikasi yg bisa menghasilkan diamond dan terimakasi kepada developer yang udah buat aplikasi ini dan aku juga syok ini aplikasi bisa menghasilkan diamond yang bagus

    5d

      0
  • avatar
    Mainii

    cerita sangat bagus 🥰🥰 bikin tersentuh hati

    15d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด