logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 3 Wanita Rambut Sebahu

"Ayah, kenapa aku gak punya bunda? Aku mau punya bunda kayak mereka. Aku mau di hari ulang tahun nanti, aku ditemenin sama bunda. Ayah, aku, sama bunda tiup lilin bareng, kayak ulang tahun Amora waktu itu. Terus aku dicium pipinya sama ayah sama bunda. Aku bahagia, terus kita potong kue, deh."
Ocehan polos dengan harapan besar yang Qira lontarkan, sedikit banyaknya memang mengganggu pikiran Gyan akhir-akhir ini. Setiap kali suara anaknya terngiang, Gyan pasti sedih, bingung, merasa bersalah dan juga tidak tahu harus berbuat apa.
Qira sudah mulai beranjak, semakin paham dengan keadaannya saat ini. Dia dikelilingi oleh anak-anak ceria yang punya keluarga harmonis, terutama orangtua yang lengkap. Sudah pasti apa yang dia lihat dan amati membuat pikirannya banyak terpengaruhi. Dia menginginkan sosok bunda di sisinya.
Menjadi duda anak satu, tidaklah mudah bagi Gyan. Qira ditinggalkan oleh bundanya ketika ia masih bayi, baru berusia satu bulan setelah dilahirkan. Qira tidak pernah tahu bagaimana hangatnya kehadiran seorang ibu. Dia juga tidak pernah melihat sosok sang bunda, karena Gyan tidak pernah mau memperlihatkan gambarnya sedetik pun.
Luka yang ditorehkan oleh istrinya terlalu kejam. Gyan masih tidak bisa memaafkan kelakuannya yang tega pergi tanpa alasan meninggalkan mereka berdua. Tidak ada kesalahan di antara mereka. Selama ini semuanya baik-baik saja sampai istrinya pergi, menghilang dan tidak kembali lagi sampai saat ini.
Lalu, bagaimana caranya dia mencari bunda untuk Qira? Bahkan berpikir untuk membuka hati saja, Gyan tidak pernah. Dia sudah cukup terluka, trauma dan tidak ingin menjalin hubungan dengan wanita lagi. Pengalaman pahit yang dia alami membuatnya sulit untuk menerima orang baru. Dia sangat benci dan marah pada istrinya yang pergi, meskipun terkadang dia masih mengharapannya kembali.
"Katanya, bunda Qira itu udah meninggal, ya, Ayah? Kenapa bunda ninggalin aku? Padahal aku gak mau hidup tanpa bunda. Aku pengen punya bunda. Pengen peluk bunda, pengen dianterin sekolah sama bunda. Tapi, bunda Qira udah meninggal."
Gyan tak kuasa menahan desakkan sesak di dada melihat raut sedih Qira kala membahas masalah itu tempo hari. Bagaimana jika Qira tahu kebenaran yang terjadi? Bundanya belum meninggal, hanya menghilang entah ke mana. Bagaimana jika Qira mengetahuinya? Apa dia akan membenci bundanya atau justru merasakan rindu yang sama seperti yang Gyan rasakan?
"Pak, yang tertera di agenda, hari ini Bapak harus datang ke acara akikahan cucu pak Raharja."
Gyan terhenyak sesaat. "Hah?" Lamunannya buyar seketika saat suara Sandra menyadarkannya untuk kembali ke dunia nyata. Dia masih berada di ruangan kerjanya. "Gimana, San?"
Sekertarisnya menghela napas, kembali membuka tablet putih di tangan dan melihat layarnya. "Ini hari sabtu dan sore nanti, Bapak harus menghadiri acara akikahan cucunya pak Raharja."
"Oke. Nanti ingatkan saya lagi. Saya takut lupa."
"Iya, Pak." Sandra menutup tablet dan menyimpannya di atas meja. Dia memperhatikan lagi raut wajah atasannya yang terlihat muram. Padahal hari masih siang, tapi raut wajah bosnya tidak secerah sinar matahari yang menyorot terik. "Bapak ada masalah?"
Gyan menggeleng pelan, mengembuskan napas kasar. Tangannya bergerak mengambil gelas kopi di sisi meja dan meneguknya. "Saya hanya sedikit stress akhir-akhir ini."
"Kalau boleh tahu, ada masalah apa, ya, Pak? Mungkin, saya bisa bantu?"
"Qira sebentar lagi ulang tahun. Dia minta hadiah yang ... menurut saya itu sangat berat."
"Hadiah?"
Gyan mengangguk cepat, menyimpan gelas kopi kembali ke tempatnya.
"Bapak kan orang kaya. Masa pusing mikirin hadiah buat Non Qira, sih, Pak."
"Kamu gak akan paham, Sandra. Hadiah yang kira mau itu sulit. Dia bukan minta barang yang bisa dibeli sama uang. Dia minta manusia berwujud 'Bunda' untuk hadir di acara ulang tahunnya."
"Hah?" Sandra hampir saja tersedak udara. "Bu-bunda?" Dia sangat tahu, Gyan seorang duda dengan alasan statusnya yang tidak jelas. Entah dia bercerai karena apa, semua orang hanya tahu dia single parent tanpa tahu alasan sebenarnya. "Terus, Bapak akan mengabulkannya?"
Gyan mengangkat bahu, lalu menggeleng. Dia juga bingung bagaimana mengabulkan keinginan anaknya. Qira hanya minta supaya di hari ulang tahunnya nanti, dia tidak hanya sendiri. Tapi harus ada sosok lengkap di sampingnya ketika meniup lilin. Hanya keinginan sederhana yang dia inginkan, tapi begitu berat untuk Gyan.
"San, kamu punya kenalan yang bisa saya sewa buat jadi bunda sementara?"
"Hah?"
***
"Kita akan pergi ke mana, Ayah?"
"Ke acara akikahan kolega kerja ayah. Acara untuk anak bayi yang baru lahir. Kamu mau lihat bayi lucu, kan?"
"Iya, Ayah, mau!"
"Oke, kita berangkat sekarang, ya."
Gyan memangku Qira yang sudah terlihat cantik dengan pakaian muslimah berwarna merah muda. Dia mendudukan anaknya di samping kursi pengemudi. Mereka akan segera meluncur ke rumah tujuan yang akan jadi tempat acara akikahan itu digelar.
"Pak! Aduh, maaf, saya terlambat."
Gyan memutar tubuh yang hendak masuk ke belakang kemudi. Sandra baru saja masuk gerbang rumahnya, terengah-engah dengan pakaian yang sudah terlihat rapi dan sopan untuk sebuah acara akikahan. Gyan memang sengaja mengajaknya untuk ikut supaya dia punya orang kepercayaan untuk menjaga Qira selama di sana. Karena Gyan yakin, tamu yang datang kali ini pasti bukan hanya orang-orang biasa, melainkan para kolega kerja yang sangat berkepentingan dengan Raharja.
"Gak apa-apa, Sandra. Saya baru mau pergi. Silakan masuk di kursi depan, pangku Qira, gak apa-apa, kan?"
"Gak apa-apa, Pak." Sandra masih terengah-engah, masuk ke dalam mobil. Dia tersenyum pada Qira, menyapa seadanya dan mereka segera berangkat ke tempat tujuan.
"Ayah."
"Iya, Sayang?" Gyan menoleh sebentar pada anaknya yang sedang duduk di pangkuan Sandra. "Kenapa?" Dan kembali lagi fokus menatap ke arah jalanan.
"Hadiah buat ulang tahun aku ...."
Gyan dan Sandra saling bertatapan mendengarnya.
"Nanti ayah usahain, ya."
Kemudian sunyi menyapa perjalanan mereka. Hanya sesekali terdengar celotehan Qira yang banyak bertanya pada Sandra. Dia memang anak yang suka banyak bicara, apalagi sudah kenal dekat. Sandra sudah hampir empat tahun bekerja dengan Gyan, sudah kenal lama dan menjadi salah satu saksi perkembangan anaknya. Sudah pasti dia dekat dengan anak itu dan bisa membuat Qira nyaman ketika bersamanya.
"Sampai." Gyan mematikan mesin mobil dan segera turun dari mobil, beserta Sandra dan juga Qira.
Mereka sudah sampai di depan sebuah rumah megah yang kini terdapat banyak orang sudah hadir untuk ikut memeriahkan acara akikahan. Mereka masuk ke dalam untuk mencari tuan rumah dan menemukannya di aula acara.
"Kirain bakalan hadir sama pasangannya, Pak." Raharja menyambut dengan ramah, mereka juga bersalaman.
"Ini juga pasangan. Yang penting gak datang sendirian, kan?" Gyan malah tertawa bersama Raharja, tidak tahukah jika omongannya barusan membuat jantung Sandra berdegup sangat kencang. Dia jadi canggung, meskipun pasangan yang Gyan maksud bukan dalam artian sebenarnya.
"Silakan duduk dulu, Pak Gyan. Acaranya sebentar lagi dimulai." Laki-laki paruh baya yang menjadi rekan bisnisnya itu memang terlihat sangat ramah dan baik hati.
"Aunty," bisik Qira, menarik-narik tangan Sandra yang berdiri di sampingnya.
"Iya?" Sandra membungkuk, setelah mendapat gangguan dari nona kecil. "Kenapa?"
"Aku mau pipis."
Sandra mengangguk, lalu mendekat pada Gyan yang sudah bersiap untuk duduk bersama tamu lain yang juga dia kenal. "Pak." Ketika Gyan menoleh padanya, Sandra menunjuk Qira. "Non Qira pengen pipis."
"Oh?" Gyan tidak jadi untuk duduk, malah memperhatikan sekitar, kemudian melihat lagi pada Sandra. "Bawa ke belakang, tanya sama orang sini di mana toiletnya."
Sandra menganggukkan kepala cepat, menuntun Qira menjauhi aula acara. Dia bertanya pada salah satu perempuan yang melintas, terlihat sibuk mengurus acara. Bertanya di mana toilet dan orang itu memberitahunya dengan baik hati.
"Auh ... -eh, maaf-maaf!"
Sandra dengan sigap mendekap Qira menempel di tubuhnya, saat anak atasannya itu bertubrukan dengan wanita asing yang baru saja keluar dari toilet yang mereka tuju.
"Aduh, maaf, ya, gak sengaja. Kirain gak ada orang di sini. Maaf banget ya, Adek, Mbak. Saya gak sengaja." Wanita itu bergamis panjang berwarna putih dengan kerudung yang hanya dia sampirkan di pundak, tidak digunakan untukmenutup rambut sebahunya. "Adek gak apa-apa?" Dia menunduk pada Qira yang nampak terkejut dan terpaku melihatnya.
Qira menggelengkan kepala pelan, semakin menempel pada tubuh sekretaris ayahnya.
"Gak apa-apa, Mbak. Gak ada yang terluka juga." Sandra mewakili untuk menjawab.
"Syukurlah." Wanita itu terlihat lega dan tersenyum pada mereka berdua. "Kalau gitu, saya permisi, ya. Mohon maaf sekali lagi."
Setelah wanita itu pergi, Qira masih memperhatikannya hingga tidak sadar Sandra sudah menuntunnya untuk masuk ke dalam toilet. Seperti ada yang anak itu pikirkan.
Selesai dengan urusan, mereka kembali ke aula acara dan duduk bersama dengan Gyan beserta para koleganya. Qira duduk di pangkuan ayahnya, mendekatkan kepala dan berbisik lirih yang membuat Gyan terpaku seketika, melihat Sandra dengan tatapan bingung.
"Ayah, aku mau punya bunda yang rambutnya pendek. Segini." Anak itu menyentuh bahunya sendiri, terlihat sangat serius, sedangkan Gyan memperhatikannya dengan tatapan bingung dan tidak mengerti.
Apa hadiah yang diinginkan Qira sudah punya kliteria tersendiri?
Apa harus yang punya rambut sebahu?

หนังสือแสดงความคิดเห็น (241)

  • avatar
    Anisa Galeri

    makin penasaran, qira semangat cari bundanya,jangan lupa cariin ke ayah yang cantik dan pintar juga baik... seruu ceritanya

    30/12/2021

      0
  • avatar
    Genduk Wahyuningsih

    Ceritanya bagus banget

    6d

      0
  • avatar
    Dayat Widayat

    lanjut sudah gak sabar kak

    7d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด