logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

TEMANI LEMBUR

Setelah mendapat panggilan dari Biru, Nara pergi menghampiri pria itu ke dalam ruangannya. Dia berdiri tepat di depan pintu, lalu mengetuk beberapa kali sampai mendengar suara atasannya dari dalam.
“Masuk.”
Nara mendorong pintu itu, lalu segera masuk. Jujur saja, dia benar-benar malas kalau berhadapan dengan Xabiru. Kepalanya benar-benar ingin pecah kalau sudah menghadapi pria itu. Pasti ada saja caranya untuk membuat Nara terlihat buruk.
“Ada apa Tuan Smith? Anda membutuhkan sesuatu?” tanya Nara, setelah dia sudah berada di depan pria itu yang duduk di kursi kebesarannya.
Xabiru mengangkat kepalanya, dia menatap Nara yang sudah berdiri dihadapannya. Jujur saja, dia benar-benar terobsesi melihat tubuh sekertarisnya itu. Sintal dan berisi.
Tatapannya terfokus pada dada wanita itu, meski di lapisi blazer tapi dia masih bisa membayangkan rasa yang sama saat lima tahun lalu. Pandangannya juga beralih pada bibir Nara, kecil dan merah. Xabiru juga terdiam sesaat, mengingat bagaimana liarnya bibir itu dulu melenguh di bawah kendalinya.
Nara menyadari ke arah mana pria itu menatap, dia mulai geram saat tahu mata Biru mengarah ke bagian dadanya.
Brak! Nara membanting meja tepat dihadapan Xabiru.
“Tuan Ray Smith!” suaranya terdengar lantang, menyiratkan kekesalan yang mungkin akan dia luapkan saat ini juga.
“Ah, ya! Sorry-sorry!” Biru menggelengkan kepalanya, dan memejamkan mata sesaat ketika mendengar suara Nara yang begitu lantang.
Jika biasanya dia akan marah karena pekikan wanita itu, tapi kali ini dia benar-benar terdiam dan tidak membalasnya. Bahkan bersikap seperti biasa saja.
“Maaf Nara. Silahkan duduk.” Kening Nara mengerut, sejak kapan pria ini suka sekali mengatakan maaf? Akh! Perubahan pria ini benar-benar membuat kepalanya ingin pecah saja. Dia benar-benar membenci ini.
Rasanya dia lebih baik menghadapi Biru yang menyebalkan dari pada Xabiru yang bersikap aneh seperti ini.
“Ada apa Bapak memanggil saya. Anda membutuhkan sesuatu?” tanyanya dengan sebelah alis yang terangkat ke atas. Menatap wajah Xabiru yang benar-benar membuat dia sedikit geram.
Biru memejamkan matanya sesaat, memikirkan kata apa yang pantas untuk memulai dan meminta Nara tetap di sini.
“Malam ini temani saya lembur.”
“Ha?”
“Banyak laporan yang harus saya periksa.” Nara mengerutkan keningnya, dia benar-benar terkejut mendengar ucapan pria ini.
Dan pandangannya mengikuti arah telunjuk Biru yang mengarah ke lemari buku. Dia terdiam sesaat, mencoba mencerna ucapan bossnya itu.
“Bukankah seharusnya, anda yang mengerjakannya sendiri? Saya-“
“Saya minta tolong Nara.”
Apa-apaan ini! Nara benar-benar pusing di buat perubahan sialan pria ini. Tadi meminta maaf, dan sekarang meminta tolong. Dia ini salah makan apa?
“Tapi Pak-“
“Laporannya harus selesai besok. Papi akan benar-benar membunuh saya, jika sampai dia tahu mengenai laporan yang tidak saya periksa.” Nara menggelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak akan mau membantu pria ini.
“Pak-“
“Saya minta tolong. Bisakan?”
Sorot mata tajam Nara mengarah pada netra biru pria itu, tatapannya terlihat teduh tidak semenyebalkan seperti biasanya. Dan jujur, Nara membenci ini. Dia sangat benci, ketika tidak mampu menolak orang yang meminta tolong.
Nara mengalihkan tatapannya, karena Biru juga masih terus menatap dia dengan lembut.
“Baiklah,” ucap dia pada akhirnya. Tapi jujur, dia benar-benar tidak ikhlas.
“Terimakasih Naraya.” Xabiru tersenyum simpul, tapi dalam hatinya dia sedang berdendang ria. Karena rencananya benar-benar berhasil.
Dan berakhirlah keduanya di ruangan Xabiru, pria itu tampak serius dengan lapora-laporan yang dia periksa. Dan Nara juga duduk di sofa dengan tumpukan file yang benar-benar menguji otaknya.
Tadi dia sudah mengirimkan pesan permintaan maaf kepada Andre, karena kencan mereka malam ini gagal. Nara menjadi tidak enak pada pria itu, sudah seringkali berjanji tapi seringkali juga gagal. Pasti dia sangat sedihkan.
Dan sebagai permintaan maaf, Nara sudah menyusun rencana untuk berkencan dengan Andre saat akhir pekan. Mungkin dengan itu, dia bisa menebus kesalahannya.
Jam berjalan dengan sangat cepat, tidak terasa sudah sampai pukul sembilan malam. Sebentar, Nara melirik Xabiru yang tampak fokus dengan pekerjaannya.
Cukup merasa kasihan, karena dari jam empat sore pria itu terus duduk di atas kursinya. Tidak berpindah sekalipun, memang banyak sekali file yang harus di periksa.
Nara berdiri dari sofa, dia meletakkan bolpoin di atas meja lalu dia pergi keluar ruangan, meninggalkan Xabiru yang tidak sadar akan kepergiannya.
Sepuluh menit berselang, Nara kembali dengan segelas kopi di tangannya. Dia mendekati Xabiru dan meletakkan benda itu di atas meja.
Spontan Biru mengangkat kepala, dia mendongak dan mendapati Nara berdiri dihadapannya saat ini.
“Silahkan di minum Pak.” Dia segera berbalik tanpa menunggu jawaban dari pria itu.
Xabiru tertegun sesaat, dia menatap gelas berisi kopi bergantian dengan Nara yang sudah kembali ke sofa. Detik itu, dia langsung tersenyum kecil. Lalu meraih gelas dan menyeruput kopi hangat itu.
Entah kopinya yang enak, atau karena Nara yang membuatkannya, Biru merasa ketagihan. Bahkan dia menyeruput kopi itu berkali-kali, tidak peduli jika itu dapat membakar bibirnya.
Dia menarik nafas, meletakkan gelasnya di atas meja dan kembali fokus pada pekerjaannya.
Tidak terasa, jam berjalan sangat cepat. Bahkan sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Tapi Nara dan Xabiru masih tetap berada di dalam kantor. Mungkin jika di lihat dari luar gedung bertingkat itu, pasti hanya ruangan Biru yang menyala dengan terang.
“Akhirnya selesai juga!” Biru menggumam, dia meletakkan bolpoinnya lalu meregang otot-otot yang terasa kaku dengan mengangkat tangan ke atas.
“Nara,” panggilnya sambil merapikan kertas-kertas itu. tapi dia tidak mendapat jawaban.
“Sudah selesai, saya antar kamu pulang ya.” Xabiru berdiri setelah semuanya terlihat rapi, dia mengangkat kepala untuk menatap ke arah sofa.
Dan ternyata, Nara sudah tertidur. Dia duduk di atas ubin, dengan kepalanya yang bertumpu di meja kaca. Bahkan kertas-keras itu masih terlihat sangat berantakan di sana.
Biru berjalan mendekatinya, dia menarik pundak Nara dan mengangkat tubuhnya hingga bersandar di sofa. Pelan-pelan dia membaringkan tubuh sekertarisnya itu di sana.
Setelah merasa posisi Nara nyaman, pria itu duduk di sofa, menggunakan pahanya sebagai bantalan kepala Nara. Dia juga melepaskan jas hitamnya, dan menggunakan itu sebagai selimut Nara.
Dari jarak sedekat ini dia bisa menatap wajah Nara dengan seksama. Jika memang dia adalah wanita itu, kenapa wajahnya berbeda? Dulu Nara memakai kacamata dan rambutnya selalu di kepang dan sekarang dia berubah menjadi wanita super seksi.
Tanpa sadar, tangan Biru terulur mengusap pipi wanita itu. tatapannya tertuju pada bibir merah merekah yang kecil namun tebal.
Jari pria itu mengusap permukaan bibir Nara. Pelan-pelan, dia mulai menunduk dan menempelkan bibir mereka. tapi hanya sesaat, karena Biru langsung menarik wajahnya.
“Maaf Nara, tidurlah. Aku akan menjagamu,” gumam pria itu dengan pelan, sambil terus memandangi wajah Nara.
***

หนังสือแสดงความคิดเห็น (313)

  • avatar
    Imagirl

    good novel, dah gak bisa berword" lagi saya. 👍🤩

    04/04/2022

      0
  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      0
  • avatar
    PutriAnisa

    alur nya bagus tidak membosan kan

    19/07

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด