logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

7. Kabar Buruk!

Kenzie menuruni tangga dengan sangat cepat, sehingga dia tersandung dengan kakinya sendiri dan terjatuh ke lantai.
Orang-orang di sekitarnya, memperhatikannya, lalu salah satu pelayannya membantu berdiri kembali, tetapi dia menolak bantuan itu dan langsung berlari ke parkiran.
Penjaga ingin meminta mobilnya seperti biasa, tetapi kenzie menolak dan mengatakan bahwa, "Tidak perlu, saya bisa sendiri." ucapnya tanpa melihat wajah security tersebut dan melewatinya begitu saja.
Kenzie bergegas pergi dari restoran nya, dengan keadaan yang sangat kacau. di pikirannya saat ini adalah dia tidak ingin kehilangan ibunya, dan dia sendiri pun tidak memperdulikan kaki pincangnya itu, yang mengeluarkan sedikit darah dari dengkulnya.
Sesampainya di rumah sakit, kenzie berlarian pergi ke arah ruang ICU. Ibunya drop kembali, saat dia dan rachel sedang tidak berada di rumah.
Kenzie menghampiri dirga, lalu meneriaki nama nya, "Dirga! Mamah ada di dalam?" tanya kenzie.
"Tante, masih di tangani dokter. Kamu yang tenang, jangan terlalu panik." jawab dirga, sambil menenangkan kenzie.
"Gimana aku, gak panik. Ini mamah ku dirga! Wajar, kalau aku sebagai anaknya panik!" ucapnya, membentak pada dirga.
"Iya aku tahu zie. Tapi kamu juga harus tenangkan diri mu!" ucapnya, lagi-lagi menyuruh kenzie menenangkan dirinya.
Tiba-tiba kenzie mencari keberadaan Rachel, adiknya. "Rachel di mana? Kenapa dia gak ada di sini?" tanyanya, yang melirik kanan kiri.
"Aku tadi sudah meneleponnya, sebelum itu aku menanyakan keberadaan nya lebih dulu, agar dia gak terlalu panik sama kayak kamu. Aku gak bisa mengacaukan pikiran nya yang lagi kuliah." jawabnya, menjelaskan.
"Jangan beritahu dia, sampai kondisi mamah membaik. Dan aku yang akan menjemputnya di kampus." ucap kenzie, yang sama-sama tidak ingin mengacaukan pikiran rachel.
"Iya, aku mengerti." jawab dirga.
"Tunggu dirga, kamu kok bisa tahu mamah aku jatuh sakit lagi, memangnya kamu lagi mampir ke rumah aku?" tanya nya, ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya.
"Itu, aku sebenarnya..." jawabnya, memperlambat perkataan. Lalu dokter keluar dari ruangan itu.
"Di mana keluarga pasien?" tanya dokter tersebut.
Kenzie menunjukkan tangannya, "Saya dok." jawabnya, lalu mendekati dokter tersebut.
"Bisakah, berbicara di ruangan saya. Sambil menjelaskan kelanjutannya kemoterapi nya." ucap dokter tersebut.
"Bisa dok bisa, ayo dok." jawabnya, lalu "Aku titip mamah, jagain mamah sampai aku kembali." ucapnya, memberikan amanah pada dirga.
"Oke, aku akan jagain tante tania." jawabnya, lalu kenzie pergi mengikuti dokter tadi.
Dokter menjelaskan penyakit yang sebenarnya di alami tania, setelah mendengar penjelasan dokter itu kenzie menyangkalnya dia tidak mempercayai perkataan dokter itu, karena yang dia tahu Tania hanya memiliki penyakit asma biasa dan sakit kepala biasa.
"Tidak dok! Tidak mungkin!! Mamah mengatakan, dia hanya sakit kepala biasa! Dia tidak memiliki penyakit seperti itu." ucapnya, menentang keras kesalahan dalam pemeriksaan.
"Tapi dari catatan ini, dia memang memiliki penyakit kanker otak." jawab dokter itu, yang sama-sama keras kepala. Karena dia tidak pernah salah dalam pemeriksaan setiap pasiennya.
"Saya mohon lakukan pemeriksaan ulang, saya masih belum yakin jika mamah memiliki penyakit ganas itu." ucapnya, tetap memaksakan dokter melakukan pemeriksaan ulang.
"Kita sudah beberapa kali mengecek dan tidak pernah salah, ini real. Mamah kamu memiliki penyakit kanker otak, hanya saja dia tidak berani mengatakan pada anak-anak nya." jawab dokter itu, yang ternyata sering memeriksa kondisi Tania.
"Jika ini benar. Bagaimana bisa, saya mengatakan penyakit mamah pada adik-adik saya? Mereka pasti sangat menghawatirkan kondisi mamah. Saya mohon dok, lakukan cara apa pun. Masalah biaya tidak perlu khawatir, yang penting mamah saya sembuh." ucap kenzie, yang sangat tidak peduli dengan keuangannya, dan lebih mementingkan kesembuhan ibunya, Tania.
"Kami akan melakukan kemoterapi pada ibu anda, dengan syarat dia juga ingin melakukan ini. Karena pada pemeriksaan sebelumnya, dia tidak menginginkan kemoterapi, karena dia tidak ingin menjadi beban anaknya lagi. Itu yang beliau katakan pada saya, padahal saya juga sudah menasihati untuk mengatakan ini pada anaknya. Dan dia tetap memaksa untuk menutupi penyakitnya dari anak-anak nya." jelas dokter tersebut, yang sama bingungnya dengan kenzie. Tentang rahasia penyakit yang di derita Tania.
"Sekarang tidak perlu khawatir, saya tidak peduli jika mamah marah karena saya mengetahuinya. Intinya saya mau mamah saya bisa kembali sehat dari penyakitnya,dan jika dia menentang karena biaya nya yang terlalu mahal, katakan saja jika biaya itu tidak akan menghabisi uang anaknya. Karena dia memiliki asuransi kesehatan, dari perusahaan anaknya, Jadi biaya kemoterapi tidak akan memakai uang anaknya sedikit pun." ucap kenzie, yang melakukan segala caranya.
Dokter mengangguk, dan paham dengan ucapan kenzie. "Hm, baiklah. Saya akan melakukan nya, demi kesembuhan ibu tania." jawab dokter itu, melakukan saran yang di berikan kenzie padanya.
Kenzie menarik tangan dokter itu, dan menyalaminya. "Terima kasih dok, saya percayakan kesembuhan mamah saya di tangan Tuhan melalui tenaga dokter." ucapnya, sangat mempercayai dokter tersebut.
"Baik, sama-sama. Saya akan melakukan sekeras mungkin agar ibu Tania bisa sembuh, dan semoga saya tidak mengecewakan pasien saya dan anak pasien saya." jawabnya, menepuk bahu kenzie.
Kenzie mengangguk, lalu melepaskan jabatan tangan mereka. Lalu, "kalau begitu saya permisi, dok." ucapnya, lalu berdiri dari kursi itu.
"Iya silahkan." jawabnya, mempersilahkan kenzie pergi dari ruangannya.
Setelah berbincang mengenai penyakit yang sebenarnya di derita tania, kenzie pun keluar dari ruangan dokter tersebut dan mencoba menelepon rachel.
"Halo, dek. Kamu sudah selesai mata kuliah nya?" tanya kenzie.
Rachel baru saja keluar dari kelasnya, "Sudah kak, ini aku baru keluar dari ruang kelas ku." jawabnya, lalu berjalan perlahan di koridor.
"Tunggu di sana ya, kakak akan jemput." ucapnya, memerintahkan rachel untuk menunggunya.
"Huh? Tumben banget, kakak mau jemput rachel?" bingung rachel, yang mengetahui kesibukan kenzie sampai tengah malam, dan sekarang memiliki waktu untuk menjemputnya di kampus.
"Nanti kakak kasih tahu alasannya, kamu tunggu di sana, jangan ke mana-mana. Oke!" jawab kenzie, lalu memerintahkan kembali agar rachel tetap di kampus nya.
"Oke, kak. Aku tunggu." jawabnya, lalu menunggu di depan tangga kampus karena hujan yang lebat.
Kenzie langsung mematikan teleponnya. Lalu bergegas menuju ke parkiran, untuk siap-siap menjemput rachel. Saat menuju ke lobi, ternyata di sana sudah ada daffin dan rafael. Ternyata, mereka mengikuti kenzie dari restoran ke rumah sakit.
Kenzie terkejut, "Daffin. Pak Rafael? Kalian sedang apa di sini?" tanya kenzie.
"Hm, maaf kenzie. Bukannya ingin ikut campur, tapi saya ikut menghawatirkan kondisi mu." jawabnya, lalu "Apa ada sesuatu yang terjadi dengan mu, atau keluarga mu?" tanya daffin, menghawatirkan kenzie dan keluarganya.
"Umm... Sebelumnya terima kasih, atas kekhawatirannya. Tetapi maafkan saya, karena pergi begitu saja tanpa mengatakan apa yang terjadi pada saya." jawab kenzie.
Spontan daffin dan rafael, mengatakan secara bersamaan, "Iya gak masalah." ucap mereka.
"Hm, sebenarnya saya di sini, karena saya di beritahu oleh teman saya, jika mamah jatuh sakit lagi, saat dia sedang berkunjung ke rumah saya. Maka dari itu, saya panik dan langsung pergi dari restoran."
"Memangnya, Ibu kamu sakit apa?" tanya daffin.
Kenzie berusaha tidak memperlihatkan kesedihannya, "Kanker otak." jawabnya, sambil menghela nafasnya.
"Apa sudah di tangani dokter dengan baik? Atau harus di ke rumah sakit yang canggih agar ibu kamu, bisa sembuh dengan cepat?" tanya daffin, yang sangat menghawatirkan kondisi Tania.
Kenzie tersenyum, karena kepedulian daffin terhadap ibunya. "Tidak perlu. Perawatan di rumah sakit ini pun masih bagus dan baik, jika dokter menyuruh saya untuk mencari rumah sakit yang peralatan nya, jauh lebih canggih untuk kesembuhan mamah, nanti aku akan mencari rumah sakit itu sendiri." jawabnya, tidak ingin membebani daffin.
"Tidak apa. Katakan saja, saya akan membantu kamu. Agar ibu mu bisa kembali sehat, seperti semula. Saya juga memiliki kenalan seorang dokter di Belanda, yang pernah menangani penyakit seperti ibu kamu." ucapnya, memaksa kenzie agar membutuhkan bantuannya.
"Terima kasih daffin, tapi saat ini tidak perlu. Karena mungkin, mamah juga harus di bujuk terlebih dahulu agar mau untuk kesembuhannya." jawab kenzie, lagi-lagi menolaknya.
"Memangnya selama ini tidak pernah menjalani kemoterapi?" tanya daffin.
"Tidak. Bahkan dia saja, menyembunyikan penyakitnya ini pada anak-anaknya dan suami nya." jawab kenzie, tak tahu lagi harus berkata jujur sampai mana.
"Ya ampun. Kalau begitu, kita harus membujuknya agar mau di kemoterapi secepatnya. Jika terlambat, aku takut nyawa ibu mu tidak bisa di selamat kan." ucap daffin, ingin memberikan semangat kesembuhan pada Tania.
"Masalah itu, sudah aku tangani bersama dokter yang sering memeriksa kondisi mamah. Jadi kau tidak perlu terlalu menghawatirkan masalah ini, dan saat ini juga aku harus pergi." jawabnya,
"Pergi? Ke mana? Ini sedang hujan lebat, kau yakin bisa berkendara?" tanya daffin.
"Bisa. Aku sudah terbiasa, berkendara di tengah-tengah hujan lebat." jawab kenzie.
"Memangnya, kau ingin ke mana?" tanya daffin.
"Aku ingin menjemput rachel, adik ku. Yang sedang berada di kampus nya." jelas kenzie.
"Oh, bagaimana, jika aku ikut bersama mu untuk menjemput adik mu?" tanya daffin, menawarkan dirinya.
"Tidak perlu, aku ingin berkendara sendirian." jawab kenzie, menolak tawaran daffin.
Rafael mencoba membantu daffin, agar kenzie mengizinkan ikut bersamanya. "Jangan menentangnya, jika tidak kau akan mengalami kecelakaan di jalan." selak rafael, menakut-nakuti kenzie.
"Nyawa ku hanya pada tangan Tuhan, aku akan berkendara dengan hati-hati." jawab kenzie, sangat acuh tak acuh.
Rafael menghalang kenzie, "Tapi sebaiknya, kau memang harus di antar oleh daffin." ucapnya.
Daffin menahan tangan kenzie, "Benar. Biarkan aku mengantar mu, hujannya sangat lebat. Petir dan kilatnya pun menyambar ke mana-mana, dan aku juga tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada mu." sambung daffin, terus memohon agar di perbolehkan ikut.
Kenzie bingung, haruskah dia mengizinkan daffin mengantarnya, atau dia harus menanggung pertanyaan yang panjang dari adiknya? Karena kenzie sendiri, tidak pernah berkendara dengan lelaki mana pun kecuali dengan sopir pribadinya.
"Hm... Baiklah, kau boleh menemani ku." pasrah kenzie, tidak ingin membuang-buang waktunya.
"Yeah!! Let's go, kita menjemput rachel." ucapnya, dengan semangatnya.
"Tapi, kau yang menyetir. Tidak apa-apa kan?" tanya kenzie.
"Berikan kunci mobil mu, biar aku yang menyetir." jawab daffin, menadahkan tangan kanannya.
Kenzie mengeluarkan kunci mobil dari tasnya, "ini." ucapnya, sambil memberikannya pada daffin.
"Oke." jawabnya,
Lalu kenzie memberikan aba-aba, untuk berlarian menerjang hujan, sampai menuju mobilnya. kenzie lupa tidak membawa payung, mereka masuk ke dalam mobil dengan kondisi yang sangat basah, di bagian kepala mereka dan setengah basah di bagian punggung baju, dan basah di bagian paha celana mereka.
"Wow! Sudah lama aku tidak merasakan hujan-hujanan lagi, setelah kematian ibu ku." ucap daffin, sangat gembira.
"Kematian ibu? Memangnya ibu mu sudah meninggal?" tanya kenzie, penasaran dengan kisah keluarga daffin.
"Iya. Ibu sudah meninggal sejak, aku berusia delapan tahun. Setelah meninggal nya ibu, aku menghabiskan waktu dengan menyendiri, tanpa bergaul dan bermain dengan siapa pun lagi hingga saat ini." jawabnya, dengan senyuman haru itu.
"Jadi orang tua mu hanya tersisa Pak Fakhrazi saja? Aku kira, istrinya masih hidup, karena kehidupan Pak Fakhrazi sangat tenang dan sering bahagia." ucap kenzie, yang tak percaya kebenaran kisahnya.
"Sejauh mana kamu mengenal ayah ku?" tanya daffin, memperhatikan kenzie yang melihat ayahnya dari sisi pemikiran kenzie.
"Hanya sampai tadi, yang aku kira Pak Fachrazi memiliki istri." jawabnya, tak ingin memperpanjang masalah.
"Oh, baiklah. Sebaiknya kita pergi sekarang, dan tolong tunjukkan arah kampusnya rachel." ucap daffin, lalu memerintah kenzie.
Kenzie sudah mempersiapkan Peta untuk menuju kampus rachel, lalu daffin hanya mengikuti arahan dari peta online tersebut.
Seharusnya hanya 1 jam perjalanan, tetapi karena adanya hambatan karena kecelakaan mobil dan truk membuat perjalanannya tersendat selama 2 jam.
Rachel pun memberi pesan singkat pada kenzie dengan bertuliskan *Kak. Apa masih lama? Kalau lama, aku akan pulang sendiri saja.*
Dan Kenzie pun membalas *Sebentar lagi kakak sampai, kamu diam di sana dulu. Karena hujannya sangat lebat.*
Rachel membalas, *Oke, aku akan menunggu lagi.*
Lalu kenzie memerintahkan daffin untuk berkendara lebih cepat lagi, karena rachel yang sudah merasa bosan di kampus nya, karena menunggu kenzie yang lama untuk menjemputnya.
"Bisa lebih cepat lagi?" tanya kenzie, lalu "Rachel ngambek, karena kita lama menjemputnya." ucapnya, memberitahu kondisi hati rachel.
"Oh, baiklah." jawabnya, lalu daffin menambah kecepatan mobilnya.
Tak lama pun, akhirnya mereka sampai di depan pintu kampus rachel, lalu rachel menghampirinya sebelum kenzie meneleponnya. Dia membuka pintu mobil di belakangnya, dan duduk di belakang daffin.
"Ayo, kak jalan." ucap rachel tanpa melihat daffin yang menyetir mobil kenzie.
Kenzie pun memukul paha rachel, "Hei!" bentak nya, membuat rachel kesakitan.
"Aduh, kakak sakit." teriak rachel masih belum menyadari adanya daffin.
"Perilaku jelek kamu itu, harus di rubah dek!" ucap kenzie, sangat serius.
"Memangnya kenapa sih?" tanya rachel, lalu melirik ke arah kenzie yang ternyata berada di sebelahnya bukan di depannya. "Tunggu! Kakak duduk di situ, lalu yang menyetir mobilnya siapa?" panik rachel.
"Makanya, lihat dulu ke depan! Jangan asal suruh jalan. Coba kalau ini bukan mobil kakak, terus kamu di culik karena kamu asal suruh jalan? Gimana? Pikir rachel pikir!!" kesalnya, menoyor kepala rachel.
"Ih, kakak! Iya-iya, maaf! Aku kan gak tahu, kalau kakak lagi sama orang lain." ucapnya, sambil mengelus-elus kepalanya yang kesakitan. Lalu "Memangnya dia siapa? Sopir barunya kakak lagi?" tanya rachel, membuat kenzie memukulinya lagi.
"Kamu punya mulut di jaga ya dek! Kakak gak suka asal pertanyaan kamu itu." ucapnya, lalu memukul tangan rachel.
"Ah, salah terus." kesal rachel, yang merasa terpojokkan.
Sedangkan daffin tertawa melihat interaksi Kenzie dengan adiknya itu, benar-benar membuat dirinya tertawa.
"Sudah-sudah." selak daffin, sambil tertawa kecil. "Perkenalan saya Daffin, salah satu asisten ibu kenzie." ucapnya, memperkenalkan dirinya, tetapi salah lagi karena ingin membuat lelucon di tengah-tengah pertengkaran antara adik dan kakak itu.
Kenzie memukul tangan daffin yang sedang menjabat tangan rachel, "Kamu juga sama saja!" ucapnya, memukul dengan keras.
"Dia itu Daffin Faaz Dhiaulhaq, anak dari CEO di Perusahaan MetronHAQ, Fakhrazi Fandhiaulhaq, Dan sekarang yang memimpin perusahaan itu adalah, Daffin sendiri bersama dengan asisten kesayangan nya, yaitu Pak Rafael." ucapnya, mengulang perkenalan daffin, sekaligus memperkenalkan rafael.
"Oh. Jadi Bapak itu Pak daffin?" jawabnya dengan santai. Tiba-tiba saja, "Eh tunggu dulu, Ya ampun Pak. Bapak terkenal banget lho di kampus saya, ada yang bilang kalau bapak pernah kuliah di sini dan menjadi famous karena bapak anak dari CEO Fakhrazi, CEO tertampan dan terbilang wajahnya seperti masih muda. Dan benar saja itu menurun pada wajah Pak daffin, Pak daffin sangat tampan, setelah Pak Fakhrazi." ucapnya mengoceh tanpa hentinya.
"Ah, benarkah? Saya sudah terbiasa famous karena ayah saya, dan hanya itu yang bisa saya andalkan agar saya bisa seperti ayah saya." jawabnya, langsung merubah reaksinya.
Karena hal itu lah yang paling daffin benci dari semasa sekolah. Dia ingin terkenal karena dirinya pandai dalam bidangnya, bukan karena ayahnya seorang CEO yang tampan.
"Bicarakan yang lain saja, dek!" sambung kenzie, yang melihat perubahan itu.
"Oh, iya. Dan di kampus saya akan mengadakan seminar tentang cara menjadi pengusahawan yang sukses, dengan di mentori salah satu karyawan bapak yang sama-sama sudah sukses bekerja di tempat bapak." ucapnya, benar-benar mengganti topik pembicaraannya.
"Wah, saya masih belum tahu tentang itu. Karena, pak rafael sendiri tidak memberikan sesuatu, yang menurut nya tidak terlalu penting bagi saya." jawabnya, dengan jelas.
Rachel, mengeluarkan sesuatu dari tasnya,  ternyata itu adalah beberapa kertas yang berisikan, "ini, saya baru saja membuat proposal nya. Tadinya saya ingin memberikan pada kakak saya, untuk meminta tolong, agar bapak mau menyetujui proposal ini." ucap rachel, penuh harap pada daffin.
"Tidak perlu nanti, sekarang juga sudah saya setujui. Nanti kamu bicarakan lagi saja, tentang ini pada asisten saya ya, yang bernama Pak Rafael, si wajah kaku. Hehe..." jawabnya, sambil membuat sedikit lelucon.
Rachel kegirangan, tak ada hentinya. "Pak daffin! Terima kasih banyak. Bapak mau langsung menyetujui proposal ini, saat ini juga. Terima kasih, Pak. Terima kasih." ucapnya, lalu menjabat tangan daffin secara paksa.
Hingga membuat daffin terkejut, dengan tingkah rachel yang aneh. "Iya, sama-sama." jawabnya.
Kenzie hanya duduk bersandar manis di joknya yang nyaman, sambil melipat kedua kaki dan tangannya juga. "Hm, senang ya bertemu dengan CEO nya, dan langsung di setujui, tanpa melewati persetujuan Pak rafael." ucapnya, yang tak habis pikir dengan perilaku adiknya yang aneh itu.
Rachel menyenggol pundak kenzie, "Hm, aku tahu, pasti kakak sedang iri Dengan ku, bukan?" ucap rachel, mengolok-olok kenzie. Yang sepertinya terbakar api cemburu.
Kenzie tertawa, "Aku? Iri? Tidak akan mungkin!" jawabnya, sangat spontan.
"Mengaku saja, kau iri kan dengan adik mu?" ucap daffin, yang ikut-ikutan mengolok-olok kenzie.
"Ah, apa-apaan ini? Mengapa kalian memojokkan ku? Ah... menyebalkan! Sebaiknya cepat jalan ke rumah sakit."
Daffin langsung menyalakan mesin mobilnya, lalu siap-siap kembali lagi ke rumah sakit.
Rachel juga mendengar itu, pembicaraan kenzie dengan daffin yang akan pergi kembali ke rumah sakit. Dia pun segera menanyakan untuk apa pergi ke rumah sakit. "Apa? Rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit kak?" tanya rachel.
"Nanti kakak beritahu, jika sudah sampai di sana." jawabnya, masih belum berani mengatakan kebenaran ibunya.
Rachel, hanya menjadi adik yang penurut, "Hm, oke." ucapnya, sesingkat itu. Tidak menambahkan pertanyaan yang aneh-aneh lainnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (233)

  • avatar
    Yxztna_28

    Bagus banget kk ceritanyaaaaa,,cepetan di up ya kk kelanjutannyaa gasabar niee,,,,semoga aja kenzie sama daffin bersatuu,,dan terornya selesaii,,jgn sampai kenzie nikah sama dirgaa,,jgn ya kk pliss,,udh bagus kalo kenzie sama daffin tpi apapun endingnya,,tetap semangat kk,,jangan lama2 ya kk upnyaa nungguin niee😊

    19/01/2022

      3
  • avatar
    Karll08

    nice

    1d

      0
  • avatar
    gempolbalerante

    Sangat berkesan sekali,,

    14d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด