logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Si Putri Tidur

Jika seseorang bermimpi biasanya hal-hal yang masuk ke alam bawah sadar alias tidurnya adalah hal-hal yang tak jauh-jauh dari idola mereka, apa yang mereka suka, serta sesuatu yang begitu ingin mereka lakukan.
Tetapi pernahkah kau bayangkan, jika mimpimu bisa menjadi sebuah takdir bagi orang lain?
Bagaimana perasaanmu bila mengalami hal yang demikian?
Apa kau pernah mengira bahwa yang orang lain katakan hanya sebuah bunga tidur belaka, rupanya menjadi pertanda yang tingkat keakuratan untuk terjadi secara nyata bisa begitu besar kemungkinannya?
Datang begitu saja menghampirimu, hanya dirimu yang bisa melihat dan merasakannya.
Gadis yang menjadikan tumpuan tangannya sebagai bantal di atas meja tempat mereka menuntut ilmu untuk menghadapi dunia itu masih larut dalam tidurnya. Ia bahkan tidak tahu, bahwa jam pelajaran sudah lama berakhir sejak lama.
Sementara di sisi lain, seorang pria dengan lugunya memandangi wajah yang menggemaskan itu sembari tersenyum puas. Bukan sekali dua kali ia melihat kejadian ini, akan tetapi, kini ia bisa menikmatinya dengan leluasa. Pasalnya, sebuah alasan tlah disiapkan jika sang gadis memarahinya habis-habisan.
“Bagaimana seseorang yang tertidur dengan pulasnya masih bisa terlihat cantik seperti ini?” ia berkata pelan, mengagumi apa yang sedang ia saksikan. Keindahan ciptaan Yangkuasa berwujud gadis yang begitu lucu bisa sudah seperti hadiah terbaik di hari-harinya.
Iren punya wajah yang kecil. Hidung mancung dengan mata indah yang tidak bisa hanya mendapatkan gelar ‘cantik’ saja. Perempuan berkulit putih bersih itu seperti sosok dengan segala kesempurnaan yang ada, dimiliki olehnya. Malik tidak pernah tahu, Iren bisa sepolos dan selucu ini saat menutup mata indahnya, “Dasar putri tidur.”
“Udah puas liat wajah gue?” bibir yang semula terkatup rapat itu dengan secara tiba-tiba bersuar serak.
Bukan main, Malik kaget saat seseorang yang sebelumnya ia kira terlelap justru melontarkan kalimat yang begitu terdengar ... menakutkan. Ia bahkan sampai terperanjat jatuh dari kursi karena pernyatan tiba-tiba yang didapatinya.
Seperti seorang yang bertindak bodoh dengan kesalahan yang terbongkar —dipergoki begitu saja, Malik bangkit, masih takut-takut. Pria yang mengunci mulutnya rapat-rapat itu mencari sebuah alibi.
“Loh, g-gua kira masih tidur, Ire.” tukasnya kemudian dengan perlahan menjauh, menciptakan jarak diantara keduanya.
“Padahal gua gak ada niatan buat ganggu lo, kok, Ire.” belanya, menjelaskan.
Malik sudah bersiap-siap tatkala Iren bangkit dan mengambil tasnya. Ya, siapa tahu, Iren akan menamparnya tiba-tiba, atau berteriak histeris dengan keberadaannya yang ditinggal sendirian bersama seorang pria asing berkedok teman sekelas.
Malik sedang mencari waktu untuk, apa mereka menyebutnya?
Diusir dengan keren?
Iren membuka matanya, sempat melihat sekeliling dengan sekilas. Ditinggal lagi, rupanya. Ah, kenapa pula harus tertidur seperti ini? Pasti karena jam matematika yang tidak pernah ia suka menjadi mata pelajaran terakhir yang mengisi kelasnya. Ya, apa lagi jika bukan alasan itu.
Gadis itu bangkit, kemudian melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Malik yang hanya bisa menganga dengan sosok dingin berwajah imut di depannya.
“Lho, kok gua di tinggal?” tukasnya menyusul kepergian Iren dengan cepat.
Seperti tidak menganggap siapapun, Iren terus melanjutkan langkahnya. Dengan santainya ia menuju ke arah parkiran. Suasana kampus sudah sangat sepi. Mungkin hanya tinggal beberapa murid lagi yang masih tinggal karena urusan organisasi. Ya, Iren juga tidak peduli akan hal tersebut.
“Ire, tungguin!” dari arah belakang, Malik terus berteriak, setelah jarak mereka berdua terbilang dekat, menggunakan refleks dan gerakan mendadak, pria itu menahan tangan Iren untuk berhenti.
Iren yang masih mencoba tenang hanya menatap pria di hadapannya, “Lo mau mati?” tukasnya dingin dengan wajah terbilang datar, melirik ke arah tangannya yang digenggam kuat.
Tau bahwa gadis itu tak nyaman dengan tindakannya, Malik melirihkan nada maaf, “S-sorry.” dilepaskan genggaman itu dengan cepat.
“Lagian lo pergi gitu aja.” Malik berusaha membela, “Setidaknya dengerin penjelasan gua dulu sebelum main ninggalin kaya tadi. Jadinya, kan, gak salah paham, Ire.”
Iren menghembuskan napasnya kasar, bertolak pinggang. Gadis itu menatap kedua mata Malik dengan begitu tajam, “Gue gak butuh penjelasan apapun. Gue mau pulang.” terangnya, mengakhiri ketidakjelasan diantara mereka.
Penjelasan? Lagipula penjelasan apa? Ya, tentu saja. Iren tahu bahwa saat menunggunya terbangun, Malik memang tak berniat jahat sedikitpun. Ia laki-laki yang sopan dan begitu menghormati wanita.
Siapapun, tidak hanya Ibunya, adiknya, keluarganya. Iren —walau tak terlalu dekat dengannya— tau banyak dari mimpi yang senantiasa memberikan petunjuk sehingga bisa mengenal Malik lebih jauh.
“Kalau gitu bareng, ya, Ire?” celetuk Malik dengan mata berbinarnya, memohon bisa kembali ke rumah bersama dengan Iren seperti pagi tadi. Kentara sudah tujuan Malik yang secara sengaja menunggu Iren dari tidur panjangnya.
Rupanya pria itu sedang berusaha untuk kembali mengajaknya untuk pulang bersama.
Iren terlihat memasang ekpresi datarnya. Sementara disisi lain Malik tidak ingin menyerah begitu saja.
“Ya, kan lo yang jemput gua tadi pagi. Jadi, kita bisa pulang bareng juga, dong? Atau setidaknya, anter gua ke tempat sepeda gua diperbaiki aja, deh. Ya, Ire?” tawarnya kembali.
Membuat sebuah kesepakatan dengan gadis manis yang juga berhati baik, “Ayolah, Ire. Lo kan cantik, baik, dan tidak sombong.”
Dengan tatapan penuh selidik, Iren menatap tak percaya ke arah Malik, gadis itu tertawa hambar.
“Begini, ya, Tuan Radeon Malik Naviendra, lo kira gue supir pribadi lo yang anter lo ke sini dan sana? Pulang bareng? Apa lo sengaja nunggu gue cuma mau ngajakin pulang bareng?”
Tak masuk akal. Adalah satu kata untuk menggambarkan siapa Malik. Lain daripada manusia yang lain. Bagaimana bisa Iren memilih untuk terjebak dengannya pagi ini, sih? Parahnya, bukan itu saja.
Jika sehari saja Iren sudah menyerah di dekatnya, lantas bagaimana dengan mimpi yang menjelaskan bahwa Malik adalah takdirnya?
“Please, Ire. Gimana gua pulang kalau gak bareng lo. Mau, ya?”
Iren terpaku pada wajah meneduhkan yang kini begitu terlihat menggemaskan, “Terserah lo, deh. Terserah, ya.” gadis itu berbalik kemudian berlalu ke tempat parkiran begitu saja, “Dasar orang aneh.” diekori oleh Malik yang tersenyum kecil melihatnya.
Pria itu benar-benar suka melihat gadis yang senantiasa bersikap cuek pada sekitar itu mengumpat kesal. Wajahnya terlihat lucu dan semakin menggemaskan. Sore itu berakhir bersamaan dengan Malik dan Iren menggunakan kendaraan yang sama, kembali. Sebenarnya, semua hal yang dilakukan Malik adalah sengaja sebab ingin kembali pulang bersama.
Iren tentu saja akan menolak, namun dipastikan bahwa ia tidak sekeras kepala Malik Naviendra.
Maka dengan cara yang samapula, Malik akan terus berada di dekat gadis ini dan mencari tahu lebih jauh mengenai apa yang mengusik perhatiannya.
Sebenarnya, siapa sosok Nayanika Eirenquallina? Kenapa ia terlihat asing dan berbeda?

หนังสือแสดงความคิดเห็น (320)

  • avatar
    ForusKristo

    cerita dari novel ini menarik dan dapat memberikan kita pelatihan dalam penggunaan bahasa yang baik dalam penulisan kalimat. sehingga kita dapat menjadi fase dalam penggunaan kalimat yang baik.

    06/01/2022

      0
  • avatar
    Hemik Radjawane Verhagen

    cerita nya bagus sekali

    12d

      0
  • avatar

    cerita yg sangat unik,seru untuk dibaca👍🏻

    14/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด