logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 55 KECEPLOSAN

"Tapi, Bi, kedatangan saya ini, untuk mem-batalkan rencana pernikahan ka-mi," tutur Anwar dengan terbata.
"Apa!? Kenapa bisa begitu? Kamu jangan mempermalukan kami!" seru Murni sambil mencak-mencak tak karuan.
Ikhsan sampai bingung menenangkan istrinya itu. Ikhsan sendiri yang sedari tadi diam pun, ikut terkejut mendengar penuturan Anwar.
Sementara Tika, saking terkejutnya, sampai tak bisa bicara apa-apa. Tiba-tiba saja, Yanti keluar dari balik kelambu kamarnya. Sebuah bantal dia lempar tepat ke muka Anwar.
"Dasar b*jing*n kamu! Aku gak bakal terima kamu giniin! Kamu tetap harus menikahiku. Apa perlu aku bilang yang sesungguhnya?" teriak Yanti dengan menantang Anwar.
Anwar sampai tergeragap karena lemparan itu tepat mengenai mukanya. Yang membuatnya makin bingung, adalah ucapan Yanti yang meminta pertanggung jawaban padanya.
Benar-benar pusing Anwar dibuatnya. Karena selama pacaran pun, Anwar tidak pernah melakukan hal-hal yang dilarang agama bersama Yanti. Paling cuma panggilan aja yang sayang-sayangan.
"Kamu jangan bicara sembarangan! Aku tidak pernah melakukan hal-hal yang melanggar norma dan agama. Paling sebatas menggandeng tanganmu saja. Dan memanggilmu sayang, itu pun atas kemauanmu sendiri!" decihku padanya.
"Mau berkilah kamu?! Kemarin, jika tidak karena Mamamu keburu datang bersama Bu Kumala, sudah kupastikan kamu memperkosaku!" sengit Yanti.
"Heh, Nini Lampir! Jangan ngadi-ngadi kamu! Tahu gitu, sekalian saja aku perkosa kamu, lalu tinggal mencampakkanmu!"
"Kamu memang brengs*k, Anwar. Kalau bukan karena hartamu, gak bakal mau aku nikah ama kamu!"
Aku tersenyum menang, sementara Yanti segera menutup mulutnya karena sudah keceplosan. Kini, aku tahu kebenarannya, tanpa bersusah payah mencari tahu.
"Bibi rasa, kamu sebaiknya pulang dulu Nak Anwar. Biar Bibi menyelesaikan masalah ini sama Yanti," usir Bi Tika.
"Yang pasti, Anwar minta ma'af pada keluarga di sini. Karena Anwar tidak bisa melanjutkan pertunangan kami. Perlu Bibi ketahui juga, saya tidak pernah menyentuhnya seujung kuku pun."
"Jangan percaya pada lelaki kurang ajar itu Bi! Dia telah memaksaku menyerahkan keperawananku. Malah dia ...."
"Aku ngapain kamu? Jika masih terus kamu menuduhku demikian. Aku tak segan membawa perkara ini ke pengadilan. Atau jika kamu merasa punya bukti, laporkan saja aku ke polisi! Saya pamit pulang dulu! Ingat Yanti, aku tidak akan berdiam diri saja, jika kamu berniat mempermalukanku! Permisi!"
Aku pun bergegas meninggalkan kediaman mereka. Kulajukan motorku dengan kecepatan tinggi. Gadis itu memang benar-benar ular.
Dibalik wajah polosnya, tersimpan seribu satu cara untuk membuat lawannya menuruti apa yang ingin dimilikinya. Sampai di rumah, Mama masih terlihat di ruang keluarga sedang menelepon. Aku bergegas masuk ke kamarku. Rasanya, tak sanggup melalui hari ini.
~~~~~
"Anwar sudah pulang, Ma?" tanya Imam pada Rena istrinya.
"Sudah Pa, tapi dari tadi belum ada keluar kamar. Bentar Mama panggilkan ya."
Rena begegas menuju ke kamar putra kesayangannya itu. Di mata Rena, Anwar memang pendiam. Pemuda itu tidak seperti anak-anak muda lainnya yang doyan keluyuran tanpa ada tujuan.
"Nak, ayo keluar dulu. Papa nyariin tuh," ucap Rena begitu masuk ke dalam kamar Anwar yang tak terkunci.
Rupanya putra semata wayangnya itu tengah tertidur pulas. Selimutnya yang sempat terjatuh, Rena betulkan pada tubuh pemuda tersebut.
Rena membelai rambut anaknya dengan penuh kasih sayang. Hanya pada Anwarlah, tumpuan Rena dan Imam kelak. Siapa lagi? Karena Anwar satu-satunya pewaris mereka.
Perlahan Rena keluar dari kamar anaknya. Wanita yang masih cantik itu, kembali duduk bersamanya.
"Anwar masih tidur, Pa."
"Ya sudah, nanti kalau dia sudah bangun, baru kita tanyai. Persoalan ini harus segera beres. Biar tidak berlarut-larut."
"Harusnya tadi, Anwar sudah berbicara dan bertemu dengan Yanti dan keluarganya. Tapi, kenapa semenjak pulang kok Anwar terus berdiam di kamar ya, Pa? Gak biasanya?" tutur Rena penuh rasa keheranan.
"Barangkali dia capek bisa jadi, Ma."
Rena tidak membalas ucapan suaminya. Kepalanya hanya terangguk-angguk membenarkan ucapan Imam.
"Assalamu'alaikum ...."
Dari luar terdengar orang mengucap salam. Rena bergegas menuju ke depan. Sementara Imam hanya mengikuti istrinya dengan pandangannya.
"Wa'alaikumsalam ...."
Begitu pintu terbuka, Rena melihat Tika yang datang bersama Murni. Di belakang mereka juga berdiri Yanti yang menundukkan kepala.
Rena merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan kedatangan tamu tersebut ke kediamannya. Namun, Rena tetap bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Mari silakan masuk," ucap Rena mempersilahkan ketiga tamunya masuk.
"Tidak perlu basa-basi. Kami ke sini mau membicarakan soal Yanti dan Anwar," ketus Murni.
"Silakan duduk dulu, tak baik berdiri di luar," tawar Rena lembut pada tamunya.
"Kami di sini saja," balas Tika lalu menghenyakkan pantatnya di kursi yang berada di teras depan kediaman Rena.
Rena masuk ke dalam rumahnya, lalu kembali dengan membawa minuman dan makanan toples.
Murni mencebikkan bibir tebalnya, seakan-akan sedang mengolok si pemilik rumah. Sementara dari ekor matanya, Rena dapat melihat sikap Murni yang begitu tidak bersahabat.
Rena turut duduk di hadapan ketiga wanita itu. Sambil tak lupa mempersilahkan ketiga tamunya untuk mencicipi hidangan yang disuguhkan.
"Langsung saja, kedatangan kami kemari, mau menyelesaikan persoalan yang terjadi antara Anwar dan Yanti. Bagaimanapun, Anwar tidak bisa memutuskan pertunangan ini sepihak. Mau ditaruh di mana muka kami?" tekan Tika.
"Saya sebagai orang tua, hanya bisa mengikuti kemauan anak. Karena mereka yang menjalani. Jika Anwar menginginkan terus, kami akan turut. Namun, jika Anwar memutuskan putus, mau bagaimana lagi?"
"Kamu itu Ibunya. Harusnya bisa dong kasih didikan anak kamu dengan benar. Jangan malah kamu seperti kebo yang nurut apa kata anak!" cecar Murni pedas.
"Jaga bicaramu! Masih untung kedatangan kalian aku terima dengan baik. Bisa saja saya langsung mengusir kalian," tukas Rena penuh emosi.
Imam yang mendengar ada keributan di luar, segera saja menghampiri istrinya.
"Ada apa, Ma?" tanyanya pada Rena.
"Tamu kurang ajar ini ngatain aku kebo! Lancang sekali mulutnya."
Imam kini mengalihkan pandangannya pada kedua wanita, yang dia ketahui sebagai bibi dari Yanti. Sementara Yanti, sedari tadi hanya tertunduk menekuri lantai.
"Bicaralah yang sopan. Jangan sampai membuat keributan. Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik," tutur Imam kemudian.
"Mau diselesaikan dengan cara baik yang bagaimana!? Anwar sudah mencoreng muka kami dengan arang. Sementara, berita pernikahan mereka sudah beredar di kampung kami," sergah Tika dengan kedua netranya yang membola.
"Mereka 'kan baru bertunangan? Hari dan tanggal pernikahannya saja belum ditentukan. Kenapa sudah seperti suara lebah," kesal Rena.
"Pokoknya mereka harus tetap menikah! Mau tidak mau, Anwar harus tetap menikahi Yanti!" sela Murni dengan berang.
"Kenapa jadi kamu yang ngotot ingin mereka menikah. Tidak mungkin Anwar membatalkan pernikahan ini, tanpa alasan yang jelas. Harusnya, kalian tanya juga itu si Yanti. Kenapa sampai anak kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Jangan hanya bisa meminta pertanggung jawaban atas rasa malu yang kamu terima. Kamu pikir kami tidak malu apa? Sama! Kami pun malu!" cecar Rena panjang lebar.
"Kalau kamu malu, maka harusnya kamu melarang anakmu itu membatalkan pernikahan ini. Jangan malah mengiyakan saja. Ibunya saja lembek! Gimana dengan anaknya," cibir Murni kembali.
Rena menatap dengan nyalang kepada Murni. Sebelah tangannya terangkat dengan satu jari menunjuk ke luar pagar.
"Angkat kaki kamu dari rumahku. Memang tepat sekali, Anwar memilih membatalkan pernikahannya dengan Yanti. Gak keponakannya, gak Bibinya, semua gak punya sopan santun!" usir Rena dengan galak.
"Cepat kalian pergi dari sini! Apa perlu aku panggilkan Pak RT agar kalian diusir warga, hah?" bentak Rena kembali pada mereka.
"Ibu tidak bisa memperlakukan kami begini!" timpal Yanti yang sedari tadi diam.
Gadis itu berdiri, seakan menentang sikap Rena yang telah mengusir kedua bibinya.
"Karena Anwar sudah ...."
Yanti seperti sengaja menggantung ucapannya. Namun, sebagai seorang ibu, Rena paham betul bagaimana Anwar. Rena pun menghampiri Yanti yang berdiri di sudut ruangan.
"Yakin Anwar melakukannya padamu? Jika sampai terbukti tuduhanmu palsu, kami tidak segan memperkarakanmu!" bisik Rena di telinga gadis itu.
Yanti nampak membulatkan matanya, begitu mendengar ancaman yang kini berbalik padanya. Dia tahu betul siapa Rena. Meskipun Yanti baru mengenalnya beberapa saat yang lalu.
Holla semua,
Terima kasih masih stay tune di cerita saya. Atas like, love, subscribenya, Author ucapkan terima kasih banyak. Bagaimanapun, tanpa kalian, Author bukanlah siapa-siapa.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (79)

  • avatar
    BagusSatria

    bagus benget...

    16d

      0
  • avatar
    FadilahFadilah1933

    sangat tidak mungkin

    18d

      0
  • avatar
    Rindi Yani

    baguss KA ceritanya

    23d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด