logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Purnama di Langit Joetsu

" Sudah sampai " gumam Prof Lim begitu menghentikan mobil di parkir SD3.Nara memandang langit yang cerah dan melirik jam tangannya.
" Tidak usah mengantar sampai atas Prof " larang Nara begitu melihat Prof Lim hampir melepas sabuknya.
" Kenapa?Ini sudah malam" Nara menundukkan kepala dan berkata hati - hati.
" Justru di lounge jam segini sangat ramai"jawab Nara.Keduanya terdiam ,masih sama - sama enggan berpisah.
" Ehm ...." keduanya nyaris bersamaan membuka suara.
" Kamu dulu " Prof Lim memberi kesempatan.
" Terimakasih untuk hari ini Prof,saya benar - benar sangat senang " ucap Nara tulus. Prof Lim tersenyum lembut.
"Me too Dinara ,terimakasih untuk hari ini.Dan saya harap minggu depan kamu bersedia untuk merasakan sensasi snowboard di malam hari.Saya berjanji akan mengajakmu sebelum winter berlalu"Nara menganggukan kepala.
" Tentu Prof,ini winter terakhir saya di sini .Pengalaman baru akan menjadi moment tak terlupakan bagi saya nanti " jawab Nara bersemangat. Nara melepaskan sabuk pengaman dan berniat membuka pintu mobil namun Prof Lim menahan lengannya yang sudah terulur .
" Sebentar lagi,saya masih ingin duduk berdua denganmu" jarak mereka hanya tersisa beberapa inci saja bahkan Nara bisa merasakan aroma parfum Prof Lim.
Nara menurunkan tangannya dan perlahan Prof Lim melepas cekalannya.Wajah Nara bersemu malu - malu.
Mereka berdua sama - sama terdiam berkutat dengan fikiran masing - masing.Prof Lim mengulurkan tangannya ke dahsboard dan menyetel sebuah lagu.Instument piano mengalun merdu.Nara menolehkan kepalanya ke arah Prof Lim.
"Yiruma?When the love falls?" tanya Nara .Prof Lim menganggukan kepalanya.
" Kamu tahu juga?" Prof Lim balik bertanya.
"Saya fans Yiruma Prof,saya menganggap bahwa dia seseorang yang sangat mencintai tanah airnya sehingga melepas kewarganegaraan lainnya yeah selain karya - karyanya tentu saja" Prof Lim menatap Nara dalam .Nara berbalik menatapnya dan kedua mata mereka saling mengunci.Cukup lama mereka saling menatap dalam diam ,hingga sebuah suara membuyarkan keheningan.
" Krucuk krucuk "
Perut Nara berbunyi membuyarkan suasana yang syahdu.Nara menundukkan kepala tercyduk.
" Sepertinya ada yang sudah lapar lagi " goda Prof Lim yang membuat Nara semakin tertunduk malu. Nara melirik pergelangan tangannya. Sudah jam 10 malam, pantas seharian dia belum bertemu dengan nasi.Jajanan ketika sore di festival tadi sudah tidak kuat untuk mengganjal perutnya. Bayangan Indomie kari ayam terbit di angannya.
" Baiklah Prof saya pamit dulu.Terimakasih untuk hari ini " Nara segera ngacir dari mobil Prof Lim untuk menutupi rasa malunya. Sementara Prof Lim tertawa di kursinya. Dia menatap tubuh Nara yang berlari - lari kecil di lorong dorm,menunggunya hingga menghilang di balik tembok.Setelah memastikan Nara sudah di dalam dia segera berlalu menuju komplek apartemen dosen.Tentu saja dengan senyum yang terus tersungging di bibirnya.
Sementara Nara sepanjang jalan menepuk jidatnya sambil merutuki perutnya yang berbunyi di saat yang tidak tepat tetapi bibirnya sepanjang lorong terus mengukirkan senyum bahagia.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Nara terbangun dengan kepala pusing, akibat di kagetkan gedoran pintu kamarnya. Nara segera bangun dan mengintip jam di meja belajarnya. Sudah jam 8 pagi ternyata ,seusai shalat subuh tadi dia kembali tidur. Nara secepat kilat cuci muka dan gosok gigi , setelah mengelap mukanya dengan handuk dan memakai jilbab dia membuka pintu kamarnya.Wajah Kang Gena nampak gusar di depan kamar Nara.
"Ra ,kami menunggumu di lounge sedari tadi" ucap Kang Gena .Nara tampak kebingungan.
" Siap - siap gih, saya tunggu di lounge. Ada teman - teman yang lain juga di sana " jawab Kang Gena. Nara menggaruk kepalanya yang tak gatal. Nyawanya saja belum genap terkumpul 100%.Dia segera mengganti baju tidur dengan yang lebih pantas.Secepat kilat dia menyambar roti melon di atas meja mengunyahnya dengan cepat sambil memakai sepatu.Tak lupa dia meraih ponsel yang sedari malam tergeletak di meja belajar dalam keadaan mati.
Setelah keluar dari lift dia berbelok ke lounge SD3.Teman - teman Indonesia sedang asyik berbincang di sudut ruangan.Nara segera bergabung dengan mereka.
"Ohayooo" sapanya.Di dekat televisi yang tengah menyala, Kang Gena nampak sedang konsen menekuri tabletnya.
"Ra ke sini!" Kang Gena menyuruh Nara duduk di kursi yang tak jauh dari tempatnya duduk.
"Coba kamu buka FB kamu" instruksi Kang Gena yang di ikuti kernyitan di dahi Nara.Tak urung dia tetap menyalakan ponselnya. Dia segera membuka Facebook melalui chrome.Nara memang sengaja tidak memakai aplikasi Facebook karena memakan banyak storage di ponsel. Dan juga dia bukan termasuk penggiat FB, membuka FB hanya sesekali untuk menyapa teman - temannya.
Mata Nara membulat begitu melihat notifikasi FB nya yang sudah seminggu tidak pernah dia buka.Banyak pemberitahuan teman yang menulis di dindingnya.
Keep strong Bapak @Edy Santoso dan @Dinara Tumuning.
Itu kiriman dari Narendra,rekan satu angkatannya. Nara menscroll layarnya dan nyaris puluhan kiriman di dindingnya me-mention dia dan ayahnya,mengucapkan rasa simpati,memberi kata - kata motivasi dan memanjatkan doa.Nara masih bingung dengan apa yang terjadi hingga Kang Gena mengulurkan tab nya.Sebuah halaman portal online menampilkan judul berita yang membuat lututnya gemas.
"Pemanggilan pejabat Kemensultan sebagai saksi SPM fiktif Dinas Bina Marga"
Lutut Nara melemas seketika melihat nama ayahnya tertulis dengan lengkap di dalam portal berita.Kang Gena mengambil alih tablet dan menenangkan Nara.
" Baru saksi Ra,Insya Allah Pak Edy adalah pegawai yang jujur dan amanah" hibur Kang Gena.
" Coba Kang aku baca lagi " Kang Gena kembali mengangsurkan tabletnya.Nara kembali membaca berita dari berbagai portal online.Teman - temannya yang lain juga menghiburnya.Setelah mengembalikan tab ke Kang Gena dia melihat kembali ke ponselnya.Di Line ,beberapa panggilan dari Ibunya tak terjawab olehnya kemarin sore.Dia menitikkan air mata ,menyesal ketika dia tengah bersenang - senang Ibu dan Ayahnya tengah di landa kepanikan dan dia bahkan tidak mengangkat panggilan dari Ibunya.Dia mencoba mendial nomor ayahnya namun tidak tersambung.
" Hari ini Pak Edy ke Jakarta mungkin sedang di pesawat .Tadi saya sudah cari kabar ke teman - teman yang di Gorontalo " kata Kang Gena.Dia menatap seniornya itu dengan nanar.
" Kang ini gimana ceritanya ,ini kan sudah lama kejadiannya " tanya Nara lemah.
Kasus ini bermula dari penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) bernomor 00155/440372/XI/2014 tanggal 19 November 2014 yang ditandatangani salah seorang pejabat pada Satker (SNVT) lingkup Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum senilai Rp9,95 miliar atas nama PT. Cipta Buana. SPM adalah surat permintaan membayar langsung dari rekening pemerintah ke pihak ketiga atau rekanan kementerian dimaksud. Dalam hal ini pihak ketiga adalah PT. Cipta Buana selaku rekanan PU.
Sesuai standart operating procedure yang berlaku, petugas front office (ES) memeriksa segala kelengkapan SPM dan identitas pengantar SPM. Perlu diketahui, setiap pengantar SPM harus cocok dengan KIPS (kartu identitas pengantar SPM) yang dibawanya. KIPS ini pun dipindai dengan sinar laser untuk memastikan bahwa pengantar SPM itu adalah petugas yang sah.
Setiap pengajuan SPM, selain harus mengajukan SPM cetak, satuan kerja juga harus membawa ADK (arsip data komputer) yang dibuat oleh aplikasi miliknya. Aplikasi dan sistem akan menolak pengajuan SPM jika ADK tersebut tidak cocok kode-kodenya atau tidak sama dengan SPM cetak.
Setelah mengecek semuanya dan merasa syarat-syarat sudah lengkap, petugas front office meneruskan ke kepala seksi (Ayah Nara). Kepala seksi mengecek lagi. Setelah cukup, SPM disetujui dan diterbitkanlah SP2D (surat perintah pencairan dana) yang akan diberikan ke bank mitra kerja. Bank kemudian mentransfer jumlah dimaksud ke rekanan Kementerian PU.
Awal bulan berikutnya, dilakukan rekonsiliasi laporan antara kantor berwenang dan satker. Di sinilah, satker Kementerian PU mengaku belum pernah menerbitkan SPM sejumlah Rp8,8 miliar. Diketahui juga, bahwa ternyata spesimen tanda tangan di SPM Rp8,8 miliar tadi adalah tanda tangan pejabat yang sudah pensiun dan proyek Rp8,8 miliar itu adalah fiktif. Begitu kronologisnya.
" Nara,ayahmu nanti pasti akan di dampingi oleh biro hukum dari Sekjen ( Sekretariat Jenderal ).Tenang beliau hanya saksi Ra" Nara tertunduk di kursinya.Lemas sudah seluruh tubuhnya tak bertenaga.
" Tapi Kang kalau naik jadi tersangka gimana?" bayangan Nara sudah melanglang buana terlalu jauh akan segala kemungkinan - kemungkinan.
" Allah itu sesuai prasangka hambaNya.Berprasangka yang baik dan berdoa yang baik untuk Pak Edy. Saya saksinya ,beliau adalah PNS yang amanah dan berintegritas. Anggap saja ini ujian dari Nya " nasehat Kang Gena.Mba Tiwi mengusap - ngusap punggung Nara menenangkannya.
Menjelang siang ,Mba Anis muncul di pintu kamarnya sambil membawa kotak susun yang ternyata berisi makanan.
" Pasti ga nafsu makan dan ga sempet masak kan Ra? Ini Mbak masakin tapi seadanya.Jangan lupa makan ya ,di paksain.Maaf ga bisa lama - lama ,baby Haruka ga bisa di tinggal lama soalnya " kata Mbak Anis yang langsung pamit pergi karena mengejar jadwal bus.
Nara bersyukur bahwa meskipun jauh di negeri orang ,masih ada saudara setanah air yang menguatkan dan mendukung.Dia sudah bisa mengontak ayahnya dan ibunya. Ayahnya cukup tenang, meskipun Ibunya panik. Ayah memintanya untuk tetap tenang dan berdoa.Sebenarnya dia ingin pulang ke Indonesia secepatnya namun Ayah memintanya untuk tetap fokus kepada study. Dia hanya bisa mendoakan dan terus memantau meskipun hatinya ingin sekali mendampingi Ayahnya tercinta.
Berita yang beredar di portal - portal online dan cetak memang tidak seheboh tentang  Mas Gayus Tambunan yang sampai saat ini masih menjadi bahan lelucon.Namun bagi para pihak yang faham, yang bersinggungan keadaan seperti ini cukup menguras fikiran dan energi. Bagaimana jika Ayahnya naik menjadi tersangka? Padahal sungguh Nara tahu sendiri berapa nilai kekayaan Ayahnya. Tidak ada yang bertambah secara signifikan.Nominal yang berada dalam rekening Ayahnya saja tahu,tidak cukup untuk keliling Eropa selama dua bulan.Nara menghela nafas,menyesap teh yang masih hangat di hadapannya sambil memandang hamparan salju yang seperti kapas di hadapannya.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Nara berjalan lunglai di sepanjang koridor kampus. Kuliah Prof Chang baru saja usai setengah jam yang lalu. Hari sudah gelap meskipun jam di pergelangan tangannya baru menunjukan pukul 5 sore. Dia bersandar di dinding lorong dengan lemas.Keningnya menempel pada dinding sementara matanya terpejam. Mas Iqbal yang lewat di depannya berhenti sebentar.
" Sabar ....Gambatte! ( semangat ) " Mas Iqbal menyempatkan memberi semangat pada Nara.Nara melanjutkan langkahnya begitu Mas Iqbal berlalu.Sampai di lantai 5 begitu keluar dari lift dari ujung lorong dia dapat melihat Pof Lim tengah termangu berdiri di depan pintu kamarnya.Begitu mata mereka bertemu ,Prof Lim menyunggingkan senyum lega.
" Saya harap kamu tidak lupa dengan janji kita?" ucap Prof Lim begitu Nara sampai di hadapannya. Nara mengernyitkan dahi.
" Tapi ini baru hari Jumat,saya kira besok ".
" Hari ini perkiraan cuaca sangat cerah sedang besok hujan salju, tidak apa - apa jika malam ini? " Jawab Prof Lim.Prakiraan cuaca di Jepang memang 95 % nya valid dan bisa di andalkan. Nara berfikir sejenak.
" Oke Prof,saya bersiap dahulu. Daijobu desuka?" Prof Lim mengangguk.
" Silahkan ,saya tunggu di sana " Prof Lim menunjuk jendela di ujung lorong yang menyuguhkan pemandangan ke luar.
Nara segera masuk ke dalam kamar dan menguncinya.Kemudian mencari semua peralatan snowboardingnya. Di depan cermin dia memperhatikan wajahnya ,dan dia baru menyadari lingkar kehitaman di bawah matanya. Beberapa hari ini tidur malamnya begitu tidak tenang. Fikiran buruk tentang Ayahnya terus menari - nari di fikirannya. Dia membubuhkan concealer untuk menyamarkan kantung matanya.Memulas pelembab dan lipstik berwarna peach di bibirnya.Setelah merasa penampilan nya sedikit layak di segera keluar dari kamar dan menghampiri Prof Lim yang berdiri memunggunginya.
"Prof ...." panggilnya lirih. Lelaki berusia hampir tiga puluh tahun itu memutar tubuhnya.
" Sudah siap?" tanyanya dengan lembut. Nara mengangguk.Keduanya jalan beriringan menuju parkiran mobil.
" Saya sudah menyiapkan semuanya " ucap Prof Lim sembari menunjuk bagasi mobilnya.
" Ya ampun anda memang sudah merencanakannya dengan matang " seloroh Nara sambil memasukan tas ke bagasi mobil.
" Tentu,saya selalu tidak sabar jika merencanakan pergi bersamamu"ucapan Prof Lim membuat perut Nara seakan di kocok, mulas tapi bahagia.Keduanya segera masuk ke dalam mobil.Profesor Lim mengendarai mobilnya menembus keremangan malam di bawah cahaya purnama.Tujuan mereka ke Joetsu Kokusai ski resort.
" Prof ,benar ini malam begini masih buka?" tanya Nara menyakinkan.Prof Lim menganggukan kepalanya masih dengan konsentrasi penuh mengemudi.
" Tapi kalau malam saljunya keras, hanya membutuhkan sedikit kehati - hatian" jawab Prof Lim.Nara mengangguk - anggukan kepalanya. Dia menyesap teh hangat yang tadi dia sempat siapkan di termos sebelum berangkat.
Tak sampai setengah jam kemudian, mobil Prof Lim sudah memasuki area resort. Ternyata benar saja banyak orang yang bermain snowboard atau ski di malam hari seusai pulang bekerja. Prof Lim menurunkan perlengkapan mereka. Nara meraih tas nya yang berisi baju khusus untuk berolahraga ski dan snowboard. Jaket dan celana khusus yang tahan air,tahan dingin dan tahan angin. Setelah naik gondola dan sampai di atas bukit, Nara segera memakai perlengkapannya di ruang ganti sementara Prof Lim menunggu di lorong karena sudah memakai perlengkapan di mobil. Setelah berganti pakaian dia menghampiri Prof Lim yang tengah sibuk bermain dengan ponselnya.
" Sudah Prof ,ayuk! " katanya sambil memakai kacamata khusus namun lengannya di tahan oleh Prof Lim.
" Biar saya saya yang memakaikan" tangan Prof Lim bergerak dengan cepat melingkarkan kacamata khusus di kepala Nara. Gadis itu membeku, menatap Prof Lim sejenak kemudian menunduk.
" Prof apakah Anda memperlakukan semua mahasiswa dengan manis seperti ini?" tanya Nara ketika dia membelakangi Profesornya itu.Dia menginghit bibirnya. Sayang semua itu hanya dia suarakan dalam hati.
" Ah sudah selesai,ayo kita meluncur menuju bukit di bawah sana" ajak Prof Lim. Nara melihat medan yang di tunjukan Prof Lim. Medan untuk pemula tentu saja. Prof Lim menyuruhnya meluncur terlebih dahulu sementara lelaki itu mengikutinya dari belakang. Begitu seterusnya hingga beberapa putaran ,Prof Lim selalu berada di belakangnya.
Tak sampai satu jam Nara sudah merasa capek dia duduk dibawah pohon pinus di sisi jalur snowboard. Prof Lim ikut berhenti di depannya.
"Capek " ucap Nara dengan nafas yang terengah - engah. Prof Lim duduk di sebelah Nara. Pemandangan dari tempat mereka duduk nampak indah. Langit terang, bulan bundar sempurna. Angin berhembus sepoi-sepoi. Nara merasakan getaran ponselnya. Dia membuka sakunya dan meraih ponselnya. Ada pemberitahuan dari Line. Ternyata Naima, teman satu instansi nya mengirimkan pesan permintaan maaf karena telat mengetahui kabar terkini dan memberi ucapan simpati serta doa. Nara menghela nafas, tadi dia melupakan sejenak masalahnya tapi kini teringat kembali. Air mukanya berubah sendu. Prof Lim yang melihat perubahan Nara memandangnya sejenak.
" Kenapa?" tanyanya. Nara menggelengkan kepala. Dia memainkan ponselnya dah memotret ujung sepatunya yang masih terkunci di papan swowboard.
" Kamu bisa bercerita kepada saya.Dan ada bahu saya yang siap menjadi sandaran kamu " Prof Lim menunjuk bahunya. Nara menatap pria yang ketika tersenyum itu kadar ketampanannya bertambah. Di carinya kesungguhan di dalam mata milik Prof Lim. Tak terasa air mata Nara mengalir dan begitu pula keresahannya. Dia menceritakan kasus yang tengah membelit Ayahnya. Prof Lim mendengarkan dengan sabar, sesekali meremas tangan Nara yang terbalut glove dan terkadang menepuk bahu Nara. Apa yang paling di butuhkan Nara saat ini? Tentu saja di dengarkan, cukup di dengarkan itu sudah berati sekali untuk Nara.
Prof Lim memeluk Nara yang masih terisak dan mengusap - usap punggungnya. Jaket Prof Lim basah oleh air mata dan ingus Nara, tapi lelaki itu tentu saja tidak peduli. Baginya kesedihan Nara kesedihan dia juga. Tawa Nara adalah kebahagiaannya.
Nara melingkarkan tangannya ke punggung Prof Lim, sekali saja dia ingin merekam di memorinya aroma tubuh Prof Lim yang menenangkan. Iya sekali saja agar kelak dia memiliki kenangan bersama lelaki yang di cintainya namun tak mungkin dia raih.Boleh kan?
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

หนังสือแสดงความคิดเห็น (302)

  • avatar
    HabibiHamdan

    mantap seru bgt

    1d

      0
  • avatar
    satrionorapi

    bagus sekalii certa nyaa

    12d

      0
  • avatar
    A20Samsung

    baguss

    12d

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด