logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

Bab 7

(Pove Sholeh)
Aku hanya bisa menatap kepergian putriku bersama si Randi sialan itu. Bagaimana caraku makan jika Jihan pergi??
Kenapa lagi Jihan memilih lelaki itu dari pada aku Bapaknya sendiri. Aku sangat menyesal merestui hubungan mereka, ahhhhh tapi semuanya sudah terlambat.
Aku kembali masuk ke rumah dengan lemas, terlihat istriku masih diam tanpa kata, mungkin karena takut aku membentaknya lagi.
Aku hanya berlalu melewatinya, aku marah pada diriku sendiri, dan sangat menyesal dengan menikahkan Jihan dengan lelaki itu. Tak punya pekerjaan, dan tak punya uang sama sekali. Aku kira setelah Jihan menikah, keuanganku bisa Naik drastis, tapi semuanya bertolak belakang dari yang ku bayangkan.
Bukan hanya Randi tak punya pekerjaan dan uang, tapi gara-gara pandemi, hampir semua Job Jihan telah di batalkan, karena sangat sulit mendapatkan ijin.
Gara-gara itu, bukan nambah pemasukan, tapi aku malah semakin kekurangan uang, di tambah Jihan tidak pernah memberikan uangnya padaku lagi setelah menikah.
"Benar kan, Jihan akan memilih lelaki itu daripada kita orang tuanya," ucapan Istriku membuat kupingku panas. Tapi aku hanya diam saja, memang benar dulu akulah yang menentang istriku saat Jihan meminta ijin. Sebenarnya istriku tak merestuinya, tapi mungkin karena rasa sayangku pada Jihan yang memohon, aku sendiri yang malah merestuinya.
"Bapak, sih di bilangin gak percaya,.!!" dulu seandainya kita jodohin Jihan sama Nico, mungkin hidup kita bakal enak, Nico punya segalanya, rumah mewah, mobil mewah, dan juga usaha yang maju, bahkan saat ini dia terus memajukan bisnisnya dengan membeli beberapa saham yang menguntungkan, kita pasti kaya Pak, tapi semuanya telah sirna sejak bapak menikahkan Jihan dengan Randi yang bodoh itu, sayangnya tidak ada tapi-tapi an Pak,.!!" ucapan yang di lontarkan Zaskia semakin membuatku emosi.
"Diam bu,.!!!" aku berteriak keras dan melototinya, hingga Zaskia diam di tempat seperti ketakutan.
"Arhhhhhhhh,...." aku sendiri menyesal, padahal jelas Nico sangat menyukai Jihan, tapi dulu Jihan tidak tertarik sedikitpun pada Nico, malah tertarik pada Randi yang miskin. Randi memang tampan, tapi apa di dunia ini hanya akan makan tampang saja,.??
Kulihat Zaskia masih diam, sepertinya aku kelewatan tadi, ya Allah kenapa aku bisa kelewatan seperti ini pada istriku??
Aku yang tak tega pun mendekati Zaskia, "Maafin Bapak ya Bu, bapak tadi sedang emosi saja,." ucapku lemas.
"Bapak minta maaf Bu,!" aku meminta maaf lagi karena melihat Zaskia sepertinya syok mendengar perkataanku yang mungkin terlalu keras.
"Bapak tega sama Ibu,." hanya itu yang keluar dari mulut Zaskia sebelum berlari langsung ke kamarnya.
Arghhhhhhh , kenapa cobaanku terus datang bertubi-tubi. Anak kesayangku telah pergi, dan sekarang istriku menyalahlanku juga.
Aku yang bingung pun hanya duduk di sofa depan dan membayangkan 'seandainya aku menjadi kaya raya, pasti hidupku akan sangat menyenangkan,' batinku di tengah lamunan.
"Assallamuallaikum....
Sebuah suara gadis membuyarkanku dari lamunan, aku pun sontak bangun dari sofa dan menatap gadis itu. Dia sangat cantik dan ya tetanggaku juga.
"Waallaikum sallam, silahkan masuk nak Elisa,." akupun membalas salamnya dan mempersilahkan masuk Elisa.
"Iya Pak, terimakasih,." jawabnya sebelum masuk mengikutiku duduk berseberangan denganku.
"Maaf Pak sebelumnya, apakah kak Jihan ada,.??" loh nyari Jihan ternyata gadis ini.
"Jihan baru saja pergi dengan suaminya,." jawabku berusaha tenang, padahal hatiku sangat kesal dengan anak yang palong kusayangi.
"Oh begitu ya Pak,. kalau kak Johan ada,.??"
"Johan kayaknya pergi bersama temanya tadi pagi, dan belum balik lagi,."
"Wah, kenapa bisa kebetulan ya keduanya gak ada,?? kalau gitu nanti saya kesini lagi saja Pak, kalau keduanya sudah pulang,." ucapnya sebelum berdiri siap pergi.
"Tunggu Nak,.!!" cegahku pada Elisa, karena sedikit penasaran juga, kenapa Elisa mencari anak-anaku.
"Iya Pak, ada yang bisa di bantu,.??" tanyanya seraya menoleh padaku dengan senyumanya.
'Ya Tuhan, dia cantik sekali, aku membayangkan bila seumuran denganya pasti ku kejar gadis ini,.' batinku membayangkan yang tidak-tidak. Mungkin karena puber kedua jadi kadang mataku masih jelalatan.
"Duduk dulu nak,.!!" perintahku pada Elisa dan langsung di turuti.
Elisa pun duduk dan menatapku dengan heran, tapi aku tak peduli. Aku ingin memandang gadis mungil ini sebentar.
"Ada apa Pak,.??" tanyanya lagi dengan lembut, membuat jantungku berdetak cepat.
"Tidak apa, oh iya kenapa kamu tadi nyari anak-anak Bapak,.?? apakah ada masalah,.??" tanyaku dengan ramah senyuman, mencoba membuat gadis ini agar betah disini.
"Ah tidak apa kok Pak, hanya saja ada sedikit yang mau di tanyakan soal bernyanyi, kan Kak Jihan pandai bernyanyi, suaranya juga bagus, kalau Kak Johan kan biasa antar kak Jihan dulunya, pasti sedikit mengerti tentang bernyanyi, apalagi di atas panggung, yang menurut Elis, itu sangat mengagumkan, jarang lo Pak, ada orang yang berani tampil di atas panggung, walaupun suaranya bagus,." jelas Elisa panjang lebar, dan ini membuatku sedikit senang dan melupakan yang telah terjadi barusan.
"Loh, hanya hal seperti itu, kalau masalah seperti itu kenapa tidak tanyakan pada Bapak, Bapak dulu sering anterin Jihan nyanyi lo, sebelum Johan yang antarin Jihan, lagian Bapak juga yang ajarin Jihan nyanyi,." ucapku percaya diri, dan semoga bisa membuat gadis ini nyaman bersamaku.
Aku sudah tidak peduli lagi dengan istriku ataupun anaku, mereka meninggalkanku dan mengabaikanku.
Aku berfikir sendiri bagaimana caranya menaklukan gadis ini.
"Benarkah Pak,.?? kalau begitu Elisa langsung tanya ke Bapak saja ya Pak,.?, apakah boleh,.??" tanyanya terlihat antusias.
"Tentu saja boleh dong,. silahkan tanyakan yang ingin kamu ketahui,.??" sepertinya gadis ini sudah mulai nyaman denganku, mungkin tidak menyadari juga niat jahatku hahaha aku tertawa sendiri di dalam hati.
"Jadi begini Pak, Elisa kan pengen juga jadi penyanyi seperti Kak Jihan, hanya saja malu jika harus ke atas panggung, bagaimana ya cara ngilangin malu dari diri Elis,.??"
Melihat gadis ini bicara sebelum menggigit bibir bawahnya, menjadikan aku semakin bernafsu. Oh Tuhan maafkan aku....
"Ya kamu harus mulai dari hal kecil, contohnya bernyanyi di depan cermin terlebih dahulu, kalau sudah terbiasa, nyanyi di depan orang yang dekat denganmu, kemudian di tambah semakin banyak yang menonton kamu bernyanyi, dan kamu akan semakin percaya diri, saat bernyanyi di atas panggung kami harus mulai menatap penonton terlebih dahulu, bayangkan kamu mengenal semua penonton dan seolah ajak mereka bicara, sedikit demi sedikit kamu akan terbiasa dan akan menghilangkan rasa malu yang ada pada dirimu,." aku bicara dengan ramah dan tersenyum, membuat Elisa memperhatikan setiap kata yang kuucapkan, pasti aku berhasil membuat Elisa nyaman padaku.
"Wah Bapak hebat banget ya, Bapak mau gak ajarin Elis nyanyi,.?? sekalian masukin Elis ke dalam grup orkes yang Bapak kenal,.??" ucapnya memohon padaku dengan menyatukan kedua telapak tanganya, gadis ini masih polos, pasti bisa dengan mudah kudapatkan.
"Jangan khawatir Pak, Elis tidak akan melupakan jasa Bapak, dan pasti akan membagi hasil dari yang di dapatkan Elis nanti Pak, Elis sebenarnya sudah lama pengen jadi penyanyi, tapi Mama bilang, Elis harus sekolah dulu, paling tidak sampai SMA, kan sekarang Elis sudah hampir lulus SMA, jadi pengen mulai belajar bernyanyi juga Pak, apakah Bapak bersedia bantu,.??" lanjutnya, sepertinya mencoba meyakinkan aku.
"Baiklah, Bapak akan bantu nak Elis," ucapku menenangkanya, karena suara gadis ini semakin keras, akupun takut istriku akan keluar kamar dan mendengar pembicaraanku dan Elis.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (244)

  • avatar
    ZafranHariz

    good

    29d

      0
  • avatar
    Kazzim Kazzim

    good

    16/08

      0
  • avatar
    GohanAmo abu

    mantap

    11/08

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด