logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Dimata-matai

Eiliyah POV
Aku tidak menduga akan melihat pria itu lagi tepat di depan apartemen kami di pagi buta seperti ini. Merasakan keganjalan dari kemunculan pria itu aku segera menutup jendela dan tiraiku rapat-rapat. Hatiku berdebar kencang karena merasa panik. Apakah pria itu sengaja membuntutiku sejak awal pertemuan kami?
Pasalnya bukan hal yang normal bukan untuk terus bertemu dan berpapasan dengannya kemanapun aku pergi. Aku merasa bahwa pria asing itu tengah mengikutiku. Aku berlari ke arah ruang tamu dan mengintip dari balik tirai yang ku buka sedikit saja dibagian ujung bawahnya. Benar saja pria itu terus memandang ke arah kamarku dengan seksama. Hanya sekali-kali saja dia mengecek ponselnya.
Aku begidik ketakutan, kisah tentang hilangnya keperawanan Annisa mulai menghantuiku. Prasangka buruk mulai memenuhi pikiranku. Bagaimana jika pria itu adalah Mark yang lain dan targetnya sekarang adalah.... Aku? Aku segera beristighfar dan meminta perlindungan kepada Rabb ku.
Saat itu ada lintasan pikiran yang tiba-tiba muncul di benakku. Kurogoh ponsel yang ada di kantong bajuku dan kunyalakan kameranya. Aku sengaja ingin memfoto lelaki itu jika saja ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi nantinya. Entah kenapa aku merasa bahwa sesuatu yang besar sedang dalam perjalanannya untuk menemuiku.
Waktu terus berlalu, meskipun ada perasaan was-was aku tetap harus menghadiri kelas. Aku mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus... Dan mungkin mengumpulkan bukti bahwa lelaki itu memang mengikutiku. Ada kemungkinan besar bahwa aku akan melihatnya lagi di kampus nanti mengingat pertemuan pertama kami terjadi disana.
Setelah siap dengan penampilanku, aku kembali mengintip ke arah jalan trotoar dari tirai kamarku. Pria itu sudah tidak ada, namun aku masih belum bisa bernafas lega. Kami mungkin akan menghadiri kelas yang sama lagi.
"Eil...." panggil Annisa pelan kepadaku.
Aku menoleh dan mendapati Annisa telah siap berangkat dengan penampilan lamanya dan mengenakan setelan baju gamis panjang beserta kerudung yang lebar. Dia nampak begitu cantik dan berharga. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menampakkan senyuman kebahagiaanku.
"Masha Allah!" pekikku senang sambil berjalan mendekatinya. Sahabatku Annisa yang sholehah telah kembali.
"Aku gugup" ucap Annisa dengan suara yang hampir tidak terdengar.
"It's normal... And It's okay. You have Allah and me here...." aku mencoba untuk menyemangatinya. Annisa tersenyum mendengar ucapanku kemudian mengangguk pelan.
Kami berdua akhirnya berangkat ke kampus bersama-sama. Berjalan bersama dengan Annisa yang menunjukkan penampilan lamanya membuatku merasakan nostalgia SMA kami. Rasanya sudah lama kembali, aku merindukan saat-saat itu, dan perjalananku bersama Annisa dalam balutan hijab kami di tengah masyarakat mayoritas non muslim seperti ini memunculkan perasaan haru yang tidak bisa aku bayangkan.
Hari itu semua berjalan dengan normal, aku tidak melihat lelaki asing itu dimanapun di sekitar kampus. Entah aku harus merasa lega atau apa, tapi aku memilih untuk menikmati kebersamaanku dengan Annisa tanpa rasa khawatir tentang keberadaan seorang laki-laki yang tidak aku kenal itu.
Setelah kami menyelesaikan dan menghadiri semua kelas kami hari itu, aku dan Annisa memutuskan untuk menikmati waktu kami di sebuah kafe yang masih dekat dari daerah kampus sambil membicarakan kenangan masa SMA kami dulu. Obrolan kami sangat menyenangkan dan membuatku melupakan kekhawatiranku sejenak sebelum tiba-tiba kami mendengar sebuah berita di televisi lokal yang ada di kafe itu.
Ada sebuah berita tentang tindak kriminal yang terjadi kemarin malam. Seorang mantan narapidana tindak kekerasan seksual yang baru saja keluar dari penjara kembali tertangkap karena telah memperkosa satu perempuan lain. Lelaki itu telah memperkosa kemudian membunuh korbannya dengan cara yang sadis.
Kejadian itu terjadi sekitar pukul 20.06 waktu setempat dan korban ditemukan di dalam sebuah tempat sampah di lorong sepi pada waktu subuh. Hal yang membuatku begidik adalah kejadian itu terjadi di gang dekat apartemen kami dan yang membuat jantungku seolah berhenti bekerja adalah wajah dari kriminal itu.
Aku mengingat betul wajah lelaki itu, dia adalah lelaki yang aku temui di gang sepi dekat apartemen kami. Dia melakukan pemerkosaan dan pembunuhan tepat setelah aku lewat, hanya berbeda beberapa menit saja. Aku merinding, bisa saja lelaki itu menyerangku dan menjadikanku sebagai korbannya. Bisa saja akulah wanita yang ditemukan tewas di dalam tempat sampah itu, tapi nyatanya hingga detik ini aku masih hidup. Aku merasa bersyukur dan juga ketakutan sekaligus.
"Ada apa Eil?" tanya Annisa khawatir melihat wajah ku yang memucat. Aku memandang wanita cantik itu dalam kebisuan sebelum pada akhirnya ku tumpahkan semua cerita yang menghantui ku.
"Masha Allah.... Allah masih melindungimu Eil..." komentar Annisa memegang tanganku yang gemetar. Aku hanya mampu terdiam dan menatap sahabatku dengan buncahan dari bermacam perasaan yang menyeruak di dadaku.
Pembawa berita di televisi itu menginformasikan jika narapidana itu terancam hukuman mati atas tindakan kriminalnya yang terus berulang. Namun sidang untuk pria itu baru akan dilakukan keesokan harinya. Ada satu ide yang muncul di benakku, aku sebenarnya ragu untuk melakukannya namun aku sangat penasaran, akupun memberanikan diriku untuk berbicara kepada Annisa.
"Aku ingin menemui pria itu An" ucap ku dengan suara pelan. Annisa terkejut mendengar ucapanku dan menanyakan alasanku ingin menemui lelaki itu. Aku belum mampu menjawabnya, hanya ada satu hal yang ingin aku pastikan.
Annisa akhirnya setuju untuk mengizinkanku menemui narapidana itu di penjara, dia juga datang untuk menemaniku. Kami berdua menunggu lelaki itu di ruang khusus yang disiapkan untuk kunjungan tahanan. Ada kaca tebal yang dijadikan penghalang di antara tamu yang berkunjung dan narapidana. Setelah menunggu selama beberapa saat itu, pria itu akhirnya keluar dibimbing oleh dua orang petugas.
Dia nampak terkejut dan bingung saat melihat kami berdua mengunjunginya. Dia memandangku dan Annisa secara bergantian kemudian menghentikan matanya untuk melihatku. Nampaknya dia mengenaliku.
"we meet again" dia menyapaku kemudian duduk di hadapanku dengan seringai menakutkan di wajahnya. Nampaknya lelaki itu tidak memiliki secuilpun penyesalan dengan hal biadab yang telah dilakukannya. Melihatku yang hanya diam saja dia kemudian menanyai apa tujuanku mendatanginya.
"there is something that I want to ask you.... Why didn't you attack me last night?" aku akhirnya menanyakan hal yang membuatku penasaran.
Pria itu nampaknya terkagum dengan pertanyaanku, namun kemudian dia tertawa keras dan melihatku dengan tatapan matanya yang gelap.
" do you wish I would f*** you instead last night? That would be my pleasure! After all your perfectly covered body is something that intrigued me more than woman who wear less clothes. It makes me curious of what laid behind that garment..." lelaki itu mencoba menelanjangiku dengan sorot matanya.
Setiap ucapan dan gerak-geriknya membuatku merasa sangat jijik. Ingin rasanya aku segera pergi dari tempat itu. Namun aku masih mencoba untuk bertahan.
" Then why not? I am all alone, you can attack me easily..." aku mencoba untuk terus menyuarakan rasa penasaranku meski rasa jijikku mulai membunuhku.
"Alone? Don't kidding me! You are certainly not alone. There are three men following you, you didn't know that?" pria itu bertanya dengan ekspresi wajah yang nampak terhibur.
"Three?" aku bertanya dengan ragu. Aku sudah menduga bahwa ada seorang pria yang terus membuntutiku, namun tiga? Darimana jumlah itu datang?
"Yes, and all of them seem like they are really good at fighting, I don't wanna take a risk for that" ucap pria itu mengkonfirmasi. Aku masih ragu kemudian mengeluarkan ponselku.
"Was this man one of them?" tanya ku sambil menunjukkan foto lelaki misterius yang sedang berdiri di apartemen kami dini hari tadi.
Pria itu memandang foto yang aku tunjukkan kepadanya dengan wajah tak tertarik. Kemudian mengalihkan pandangannya lagi kepadaku.
"and what would you offer me if I answer your question? Would you entertain me?" tanya pria itu sambil terus memindai tubuhku dengan matanya.
"Just tell me !!!" gertakku mengancam. Suaraku yang keras menarik perhatian petugas di belakang pria itu dan melihatku dengan penasaran. Aku juga bisa merasakan pandangan Annisa yang memandang dari samping.
"Wow, what a fierce woman. Alright... I'll tell you cause your firmness entertain me.. Yes, he is one of them. He walk at the center between the two bodyguards, seem like he is the leader" ucap pria itu pada akhirnya.
Kecurigaanku memang benar, lelaki asing itu memang selalu membuntutiku. Tapi kenapa? Aku tidak mengerti. Perasaanku kalut. Apa yang diinginkan pria asing itu dariku? Aku langsung pergi dan berdiri meninggalkan penjara itu tanpa mempedulikan panggilan narapidana itu yang memintaku untuk terus menghiburnya.

หนังสือแสดงความคิดเห็น (131)

  • avatar
    OctaEldo

    senang

    15d

      0
  • avatar
    LestariAyu

    cerita nya sangat bagus sekali

    10/08

      0
  • avatar
    TansaniLia

    kerennn bagus ceritanya menarik

    23/04

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด