logo text
เพิ่มลงในห้องสมุด
logo
logo-text

ดาวน์โหลดหนังสือเล่มนี้ภายในแอพ

บทที่ 6 Lirih

Cafe itu terlihat ramai dipenuhi oleh pengunjung, Setiap meja tampak sudah berpenghuni. Winda dan fera memilih duduk dimeja paling pojok dekat jendela, Seorang pria dengan celemek bertuliskan nama cafe itu mendekati mereka
“Ingin pesan apa mbak?” Sambil memberikan buku menu kepada winda dan fera
“Saya jus jeruk satu sama mie goreng aja mas” Sahut fera tersenyum
“Kalau saya americano sama roti panggang aja” Winda kembali memberikan buku menu kepada waiter tersebut ,
“Baik, mohon ditunggu yah mbak “ .
“Eh fer gimana kabar lo? lo oke kan?” Fera adalah salah satu sahabat winda semasa mereka SMA, Sampai saat ini mereka masih menjalin hubungan yang dekat meskipun keduanya memutuskan untuk berkuliah ditempat yang berbeda. Fera memilih untuk tetap menetap dijakarta sedangkan winda memilih untuk melanjutkan sutdynya dibali
“ Yah gimana ya fer, gue juga bigung banget”
“Bigung kenapa lo? kalau ada masalah itu cerita” ,
“Misi mbak ini pesanannya, selamata menikmati “ Waiter yang tadi kembali dengan membawa makanan yang dipesan keduanya, Setelah Waiter itu meninggalkan mereka berdua, Fera kembali membujuk winda “Ceritalah win, mana tau gue bisa bantu masalah lo, atau paling engga lo bisa legaan karena udah ceritain sedikit masalah lo”
Winda tersenyum tulus mendengar penuturan sahabatnya itu
“Gue ngga tau lo bakalan percaya atau engga” winda mentap Fera
“Lo bisa percaya sama gue” Fera kembali menyakinkan winda
“Semenjak nyokap gue meninggal, gue ngerasa ada sesuatu yang neror gua. gue ngga tau itu arwah nyokap gue atau apa”
“w wait wait lo nyakin?”
“Gue tau mungkin ini ngga msuk akal buat lo, tapi gue ngerasa di hantuin sama Sesuatu yang ngga gue tau” Winda menghela napas berat
“Nyokap lo itu orang baik win, nggak mungkin dia jadi arwah gentayangan yang hantuin anaknya sendiri”
“Awalnya gue juga berfikir seperti itu, tapi akhir-akhir ini gue sadar. gue ternyata ngga begitu kenal sama nyokap gue” lirih winda
“Maksud lo?” Fera semakin penasaran, Ada apa dengan Sahabatnya ini! Dia pun merasa bersalah karena tidak bisa menemani disaat-saat winda terpuruk
“Gue nemuin buku diary nyokap gue. gue udah baca dan isinya aneh, gue masih belum sempat baca semuanya tapi nyokap gue selalu menyebut tentang perkumpulan aneh” , Fera seperti mengingat sesuatu, dia merasa juga pernah mendengar orang-orang menyebut tentang perkumpulan
“Eh fer” winda menepuk bahu fera
“Lo ngapa jadi ngelamun” Lanjutnya
“Gue ingat, Gue pernah baca sebuah majalah yang bahas tentang perkumpulan misterius yang ada dikota ini” Fera mentap winda dengan mimik muka serius, dia nyakin perkumpulan misterius yang ditulis oleh nyokap winda ada hubungannya dengan majalah yang pernah ia baca
“Darimana lo dapat majalah seperti itu?”
“Gue dapat dari ruang kerja kakek gue, gue bisa bawain itu buat lo, besok gue kerumah lo”
Keduanya bertukar pandang, winda mengangguk setuju dengan penawaran fera

Suara detak jam menemani malam ini, Jam sudah menunjukkan pukul 02:00 malam. Adi duduk diruang tamu sembari memainkan laptop yang ada dihadapannya, ditemani dengan segelas kopi yang tinggal setengah
sesekali dia mengucek matanya yang sudah terasa perih karena cahaya laptop, Adi memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya. Badannya sudah terasa kaku, rasa kantuknya pun sudah tidak bisa ditahan lagi
Ketika ia hendak menutup laptopnya, remang-remang terdengar suara lagu yang ditau itu adalah lagu yang sering didengar oleh mendiang istrinya.
Sektika tenguknya terasa dingin, bulu kuduknya berdiri.
Adi mencoba tetap tenang. Dengan langkah pelan dia berjalan menuju kamarnya yang tidak jauh dari tempatnya duduk.
Lagu itu masih terdengar, Belum sempat di membuka pintu kamarnya. Adi terdiam membeku. Lagu yang didengarnya berasal dari dalam kamarnya
Rasa waspada menyelimuti dirinya, Lagu itu terus terdengar. Mengalun dengan pelan. Dengan menyakinkan diri , Adi membuka pintu secara perlahan, matanya terbelalak kaget disana istrinya duduk didekat piringan hitam yang ia letakkan dimeja samping ranjangnya
“Mayang!!” Adi bersuara dengan hati-hati melangkahkan kakinya masuk kedalam kamarnya
“Mas, Jaga winda dan Reno” Suara itu terdengar lirih seperti menyimpan kesedihan yang mendalam
“hiks.. biar aku saja yang menanggung ini mas” sekali lagi suara itu kembali terdengar, sosok mayang itu masih membelakangi Adi
“Iya mayang pasti aku akan jaga mereka” Jawab Adi
“hiks.. hiks..” Suara tangisan pilu terdengar menyayat hati, membuat Adi merasakan kesedihan yang dirasakan oleh sosok yang dia nyakin itu adalah mayang istrinya
“Jangan biarkan winda sepertiku mas”
“ya aku janji” Adi mengangguk dengan pasti.
Perlahan sosok itu membalikkan wajahnya , menatap adi yang juga mentapanya sedih
Sekejap sosok itu menghilang meninggalkan adi yang mencoba menahan rasa sakit yang muncul di hatinya .
Dia menyesal, sangat menyesal mengapa selalu gagal membawa mayang lari dari ibunya
“Kemanapun kau membawa anakku pergi. Sampai ke ujung dunia pun akan tetap kutemukan kalian” kata-kata ibu mayang seolah kembali menggema di kepalanya . Dia ingat bagaimana perjuangannya dulu mencoba membawa mayang pergi menjauh dari ibunya, dia sangat tau ibu mayang itu berbahaya. Tidak! tidak berbahaya, tapi lebih dari bahaya.
“Sampai kapanpun tidak akan kubiarkan anak-anakku menjadi bagian dari mereka” lirihnya didalam kegelapan, meskipun Adi tau keturunan selanjutnya tidak akan bisa memutus takdir untuk lari dari mereka.

Dengan langkah tergesa bi imah berjalan menuju pintu depan, Sejak tadi terdengar seseorang mengetuk pintu dengan tidak sabaran. Ketika bi imah membuka pintu tampak perempuan berambut pendek berdiri dihadapannya dengan tatapan seolah bertanya siapa kamu
“Cari siapa non?” Bi imah bertanya dengan nada pelan sambil tersenyum sopan
“Ibu ini siapa yah?”
“Saya imah non, Art baru disini”
“Oh saya Fera bi, Temannya winda. Windanya ada?” Fera tersenyum
“Ada non, non winda didalam kamarnya” Bi imah mempersilhakan Fera untuk masuk kedalam rumah.
Setelah berterima kasih pada bi imah, Fera tanpa rasa sungkan berjalan kearah lantai dua menuju kamar winda berada.
Pintu bercat putih itu tampak sedikit terbuka, Fera mendorong pintu mendapati winda yang sedang fokus bermain handpone diatas ranjangnya. Mendegar seseorang membuka pintunya sontak winda mengalihkan pandangannya, Fera tersenyum setelah menutup pintu kembali, Fera melangkah menuju tempat winda berada
“Serius amat lo, lagi liatin apa?” Fera ikut mendudukkan dirinya diatas kasur
“Ngga ada”
Tok tok
“Masuk”
Bi imah masuk sambil membawa minuman dan cemilan untuk Fera dan winda, Setelah bi imah keluar Fera mengeluarkan sebuah majalah dari dalam tasnya
“Nih yang gue ceritain kemarin” , Winda mengernyit menatap majalah yang dibawa oleh Fera
“Ini lo dapat dari mana fer?”
“Gue dapat waktu kerumah kakek gue yang dibogor”
“Lo udah baca?” , Fera mengangguk mengiyakan
“Apa isinya?” Lanjutnya
“Disini ditulis ada sebuah perkumpulan atau semacam sekte?” Fera membuka lembaran majalah yang di pegangnya
“Sekte?” Tanya winda penasaran
“Iya sekte, dari yang gue baca disini katanya sekte Ini semacam menyembah sesuatu yang ngga seharusnya disembah. Dengan arti lain kalau ini tuh sekte sesat”
“Gue ngga percaya sama gitu-gituan” Winda terkekeh pelan
“Udah lo baca sendiri aja, trus lo hubungin tuh sama buku diary nyokap lo mana tau nyambung” Usul Fera sembari meminum minuman yang sudah disuguhkan oleh bi imah
“Eh iya yah kok gue jadi lupa yah”
“Nah kan” Fera hanya menggelengkan kepalanya melihat winda yang sudah beringsut menuju laci yang ada disamping tempat tidurnya . Disana terdapat buku diary yang ia simpan yang belum sempat ia baca semua isinya

หนังสือแสดงความคิดเห็น (247)

  • avatar
    RosdianaDian

    bagus

    06/08

      1
  • avatar
    HudaSofwan

    bagis

    14/07

      0
  • avatar
    MaulanaRachmad

    I like this

    23/06

      0
  • ดูทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

บทล่าสุด